Salin Artikel

Abrasi di Pulau Sebatik Meluas, Garis Batas Negara Terancam Berubah

Kasubid Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan, Kalimantan Utara, Mulyadi mengatakan, setiap tahun BPBD Nunukan terus mengajukan proposal untuk antisipasi abrasi di pantai Sebatik yang merupakan perbatasan RI-Malaysia.

"Kita ajukan proposal terbaru pada 2020-2021. Kita bahasakan dalam proposal itu kalau abrasi di Sebatik bukan hanya masalah Pemerintah Daerah melainkan Pemerintah Pusat. Ini berkaitan dengan perbatasan dua negara,’’ ujarnya, Rabu (22/6/2022).

Dari pengukuran dan pemetaan BPBD Nunukan, tahun ini terjadi perluasan abrasi sepanjang 17 Km yang membentang dari Kecamatan Sebatik Induk hingga Kecamatan Sebatik Utara.

Sebagaimana data terakhir yang dirilis BPBD Nunukan pada 2020 lalu, tercatat ada sekitar 969 hektar lahan sepanjang pantai di Pulau Sebatik tergerus abrasi.

Terdapat empat kecamatan di Pulau Sebatik yang terdampak. Di antaranya Kecamatan Sebatik Timur dengan luasan 120 hektar, Kecamatan Sebatik Induk seluas 357 hektar, Kecamatan Sebatik Barat seluas 416 hektar, dan Kecamatan Sebatik Utara seluas 76 hektar.

Dia mengatakan bangunan yang mengalami kerusakan yaitu 14 unit rumah, satu bangunan posyandu, satu mushala, beberapa titik jalan desa, dan satu jembatan pos Marinir.

"Kita kembali melakukan pemetaan karena dokumen 2017-2021 sudah dianggap kadaluwarsa. Sementara ini kita masih melakukan pengukuran, dan mitigasi. Data awal yang kita catat, ada sekitar 71 KK yang terdampak abrasi. Itu baru untuk Kecamatan Sebatik Timur," jelasnya.

Menurut Mulyadi, meskipun BPBD Nunukan hampir setiap tahun memperbaharui proposal dan mengirimkannya ke Kementrian, namun hasilnya tidak sesuai yang dibayangkan.

Proposal tersebut, belum mendapat perhatian seperti yang diinginkan. Proposal tersebut menuliskan angka Rp 96,6 miliar, untuk antisipasi dampak abrasi. 

Anggaran tersebut digunakan untuk pembuatan break water, pembangunan siring pantai, penanaman rumput lanun dan reboisasi mangrove.

Dia menegaskan, BPBD Nunukan terus mendorong pihak Kementerian melalui Pemerintah Provinsi Kaltara.

"Akhirnya 2021 itu sempat ada pembangunan break water dan perbaikan infrastruktur jalan yang rusak akibat abrasi. Itu proyek dikerjakan Balai Wilayah Sungai (BWS) Provinsi. Info yang kami dapat, dari total usulan kami Rp 96,6 miliar, baru terealisasi sekitar 40 persen,’’jelas Mulyadi.

Proyek pembuatan break water yang dikelola BWS tanpa keterlibatan BPBD Nunukan pun terhenti karena mendapat protes keras dari masyarakat. Mereka mempertanyakan mengapa proyek break water tersebut berpindah lokasi.

Diketahui awalnya break water, awalnya akan dibangun di dekat permukiman penduduk. Namun, akhirnya beralih ke daerah yang lebih jauh dari permukiman dengan alasan terkendala lumpur yang terlalu dalam.

Warga Tanjung Aru Pulau Sebatik, lalu mengancam akan menahan kapal ponton kontraktor.

"Proyek terhenti karena insiden diprotes warga itu. Pemerintah Daerah sama sekali tidak dilibatkan, sehingga kita tidak memiliki kewenangan untuk tahu apa masalahnya," kata Mulyadi.

Menurutnya, ada tiga sebab mengapa abrasi Pulau Sebatik terus meluas. Pertama, karena adanya penambangan pasir pantai secara ilegal.

Kedua, terjadinya gelombang ekstrem. Ketigam semakin banyaknya tanaman kelapa sawit yang sangat merusak unsur hara dalam tanah.

Mulyadi kembali menegaskan, kondisi abrasi di Pulau Sebatik sudah seharusnya menjadi perhatian bersama. Apalagi, Pulau Sebatik berbatasan langsung dengan Malaysia.

"Tahun 2022 ini, terjadi pergeseran garis pantai sepanjang tiga meter. Atensi kami, pihak yang berwenang, entah itu Polisi atau mungkin Satuan Polisi Pamong Praja, segera menyetop galian C itu. Itu ancamannya tidak main-main karena bentang alam berubah dan batas negara bisa terkikis dan berubah," tegasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/23/062700578/abrasi-di-pulau-sebatik-meluas-garis-batas-negara-terancam-berubah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke