Salin Artikel

Cerita Warga Pesisir Pantai Sungai Batang Nunukan yang Rumahnya Hampir Roboh karena Penambangan Pasir Ilegal

NUNUKAN, KOMPAS.com – Penambangan pasir pantai ilegal di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, kembali ramai dipersoalkan masyarakat.

Penambangan pasir ilegal itu sempat dibubarkan tahun lalu, pada Juni 2021, usai adanya larangan dari aparat dan DPRD Nunukan.

Rupanya, aktivitas penambangan pasir pantai ilegal ini tidak benar-benar berhenti, hanya berpindah tempat.

Aktivitas penambangan ilegal yang tadinya di Pantai Sei Manurung, berpindah ke Pantai Sungai Batang, Jalan Batu Lamampu, RT 11 Desa Tanjung Karang, Sebatik Induk.

Penambangan ini mengakibatkan sejumlah rumah penduduk rusak. Hunian panggung dengan konstruksi kayu di wilayah penambangan ilegal banyak yang terancam roboh.

"Tiang rumah menggantung, rumah banyak yang miring. Kami bingung kondisi ini sudah dilaporkan ke Desa dan Kecamatan. Diteruskan ke aparat, namun tidak pernah ada tindakan, tidak pernah ada penangkapan," ujar salah satu warga Sungai Batang yang rumahnya terdampak abrasi, Basri, Minggu (18/6/2022).

Tiang rumah basri sudah tergantung, rumah saudaranya juga miring, begitu juga rumah orang tuanya. Pagar masjid di lokasi tersebut, juga mulai ambruk.

"Kami seringkali menegur para penambang ilegal itu. Dengan kerugian yang kami alami, tidak ada ganti rugi apapun, sementara kami yang mayoritas penduduk pesisir bukan kalangan mampu. Bagaimana kami mau pindah dan membangun rumah di lokasi lain," keluhnya.

Ada sekitar sepuluh pohon kelapa milik orang tua Basri roboh, begitu juga kayu penyangga thorn yang ambruk dan membuat profil airnya pecah berantakan.

Pohon-pohon kelapa yang roboh akibat efek abrasi dari penambangan pasir pantai illegal, merupakan salah satu sumber ekonomi keluarga tersebut.

Pohon kelapa itu selalu dipanjat dan dipanen buahnya, dijual ke pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.

"Tapi sekarang roboh semua. Kami bingung mau mengadu ke siapa. Saya akhirnya nekat mempostingnya di media social, saya tanggung semua resikonya. Saya sudah kadung sakit hati karena penambangan tanpa izin terus saja terjadi dan menjadi ancaman bagi rumah dan keluarga kami," lanjut Basri.

Mengeruk dengan alat berat

Basri dengan geram seringkali menegur penambang. Hanya saja, tegurannya dianggap angin lalu.

Rumahnya yang berada sekitar 200 meter dari lokasi penambangan, bahkan tidak menjadi pertimbangan para penambang tersebut.

"Sakit hati kami bukan alang kepalang. Kasihan kami di sini, sudahlah listrik tidak ada, jalanan hanya jalan sawit padahal ada anak sekolah disini. Ditambah lagi penambang liar pake excavator yang sudah sekitar lima bulan, mengeruk pinggir pantai seenaknya. Jadi benar benar hancur kita ini," kata Basri.

Karena melapor ke manapun tidak ada solusi, Basri akhirnya memvideokan escavator dan memotretnya untuk diunggah ke Facebook.

"Kami butuh solusi, semoga saja aktifitas tanpa izin ini segera berhenti. Kami mohon bagi yang berwenang bisa menyetop kegiatan yang mengancam keberadaan pulau Sebatik ini," tegasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/19/101736778/cerita-warga-pesisir-pantai-sungai-batang-nunukan-yang-rumahnya-hampir

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke