Salin Artikel

Indikasi Perdagangan Orang Kerap Terjadi pada PMI Malaysia, Pemda Nunukan Rancang SOP Penanganan TPPO

Nunukan sebagai wilayah perbatasan RI–Malaysia sekaligus menjadi jalur perlintasan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI), kerap menemukan indikasi korban TPPO, khususnya saat terjadi deportasi PMI illegal dari Malaysia.

Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DSP3A) Nunukan, Faridah Aryadi mengatakan, para korban terkesan tertutup. Mereka tak kasusnya terdengar petugas.

"Mereka beranggapan akan membuat mereka repot. Kita harus punya cara khusus untuk bisa membuat korban bersuara karena ini adalah tindak kejahatan kemanusiaan," ujar Faridah, Kamis (9/6/2022).

Pemkab Nunukan juga membentuk Satgas terpadu, terdiri dari TNI-Polri, Kejaksaan, DSP3A, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dan Satpol PP.

Satgas tersebut, mendapat penugasan untuk masing-masing koridor dan kewenangannya.

"Kita libatkan International Organization for Migrant (IOM). Isi dari SOP mengadopsi skema Kementrian Permberdayaan Perempuan dan Anak Nomor 8 Tahun 2019," kata Faridah.

Ada lima bagian tugas yang diatur sebagai acuan dan Standar Operational Prosedur (SOP) dalam penanganan indikasi TPPO, yaitu, sub gugus tugas pencegahan, sub gugus tugas koordinasi dan kerja sama.

Kemudian sub gugus tugas rehabilitasi kesehatan, sub gugus tugas rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial, serta sub gugus tugas penegakan dan pengembangan hukum.

Faridah menjelaskan, output yang dihasilkan bisa berbentuk surat keputusan (SK) bupati, dengan bentuk penanganan lebih spesifik.

"Sebenarnya TPPO sudah ada Perdanya di Nunukan, yaitu Perda Nomor 16 Tahun 2015. Sementara untuk Perda Perlindungan Perempuan dan Anak, diperdakan dengan Nomor 17 Tahun 2015," jelasnya.

Rancangan SOP tersebut dilakukan untuk memantapkan dan bertujuan meminimalisir miskomunikasi antar petugas dalam pelaksanaannya di lapangan.

Masing-masing instansi mendapat jatah tugas sesuai Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi).

Faridah menegaskan, sampai hari ini, keberangkatan CPMI illegal masih berlangsung. Padahal Malaysia sudah membuka secara resmi jalur perbatasan pasca blokade dalam antisipasi penyebaran wabah Covid-19.

Dalam pandangannya, WNI lebih suka bekerja di luar negeri meski kondisi mereka ilegal. Para PMI ini direkrut melalui media sosial, dan diberangkatkan calo lewat jalur tikus.

"Sampai Malaysia, dokumen mereka dihilangkan, Handphone untuk komunikasi diambil. Kepada siapa mau mengadu kalau sudah begitu?" lanjutnya.

Menurut Faridah, mayoritas PMI yang berangkat illegal, lebih karena bertaruh nasib. Risiko mereka menggelandang dan telantar di negeri orang, seakan belum menjadi kekhawatiran di benaknya.

Terbaru, adalah kasus kaburnya 5 WNI asal Kalimantan Barat, dari Sarawak Malaysia, ke dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, pada 2021 lalu.

Dari assesmen yang dilakukan DSP3A Nunukan, para WNI, direkrut melalui media sosial, dibuatkan paspor yang tidak terafiliasi dengan kertas kuning Disnakertrans, dan dikirim melalui jalur ilegal, tanpa adanya perjanjian kerja.

Para WNI tersebut akhirnya dipekerjakan pada bidang yang tidak sesuai perjanjian, dengan gaji sesuka hati majikan.

Dengan status mereka undocumented, melaporkan peristiwa yang dialaminya justru akan menyulitkan. Akibatnya mereka telantar, dan berusaha kabur, lalu memilih lari kembali ke Tanah Air.

Sayangnya, mereka tetap memilih diam saat petugas ingin secara khusus menangani indikasi TPPO yang mereka alami.

Karena itulah, jelas Faridah, mereka harus merumuskan penanganannya, seperti siapa yang akan menjamin keamanannya, siapa yang bertugas mendampingi, mengedukasi, atau mencoba mengorek kisah mereka sebagai korban TPPO.

"Dengan demikian, penanganan bisa terarah dan ada perhatian khusus bagi tindak lanjut ke arah hukum atau psikologi korbannya," tambahnya.

Pemkab Nunukan mencatat, terdapat 13 indikasi TPPO selama 2019 hingga 2021. Dengan rincian 9 kasus pada 2019, dan 4 kasus pada 2021.

Faridah mengatakan, peran serta masyarakat dan ketua RT atau lurah sangat besar dalam upaya pencegahan TPPO.

“Harus melapor kalau ada warga baru 1×24 jam. Jangan dibiarkan saja. Perlu koordinasi dengan Disdukcapil juga untuk pendataan penduduk yang keluar masuk kabupaten Nunukan," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/09/153040878/indikasi-perdagangan-orang-kerap-terjadi-pada-pmi-malaysia-pemda-nunukan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke