Salin Artikel

Anak-anak Pengungsi Kesulitan Lanjutkan Pendidikan, KPAI: SE Kemendikbud Perlu Direvisi

Menurut Retno, SE tersebut belum memberi akses kemudahan bagi anak-anak pengungsi yang hendak melanjutkan pendidikannya ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Anak-anak pengungsi luar negeri di berbagai daerah dapat mengakses pendidikan pada jenjang PAUD, SD dan SMP, namun kesulitan ketika akan melanjutkan ke jenjang SMA/SMK," kata dia.

Menurutnya, kesulitan tersebut disebabkan lantaran SE Sesjen Kemedikbud RI No. 752553/A.A4/HK/2019 tentang Pemenuhan Hak Atas Pendidikan bagi Anak Pengungsi Luar Negeri itu tidak memberikan bukti lulus seperti ijazah.

"Hanya surat keterangan telah mengikuti pendidikan dari kepala sekolah," ujarnya, melalui keterangan tertulis, Minggu (5/6/2022).

Pandangan ini pun disuarakan setelah KPAI melakukan pengawasan selama tiga tahun.

Selain sulitnya anak-anak pengungsi meneruskan pendidikan ke jenjang SMA/SMK, KPAI juga mencatat potensi masalah dari perbedaan kewenangan antara jenjang SD dan SMP yang menjadi kewenangan pemerintah kota/kabupaten.

Sementara jenjang SMA/SMK berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi.

Retno memastikan, memberikan kemudahan akses pendidikan bagi anak-anak pengungsi bukan perkara mustahil.


Beberkan kasus

Ia mencontohkan, anak-anak pengungsi luar negeri di kota Makassar, Sulawesi Selatan, dapat mengakses jenjang SMA ketika sudah menyelesaikan jenjang SMP, bahkan ada yang dapat melanjutkan pendidikan tinggi di dua universitas di kota Makassar.

Namun, tidak demikian untuk wilayah lain, karena belum membuka akses untuk anak-anak pengungsi melanjutkan ke jenjang SMA untuk sekolah formal.

"Akhirnya mereka terpaksa ikut pendidikan kesetaraan atau kejar paket C," imbuhnya.

Alasan utama anak-anak pengungsi luar negeri tidak dapat melanjutkan ke jenjang SMA/SMK, kata Retno, adalah karena tidak adanya ijazah, sebagai bukti lulus.

Selain itu, persoalan kurangnya sosialisasi SE Kemendikbud RI Nomor 752553/A.A4/HK/2019 tentang Pemenuhan Hak Atas Pendidikan bagi Anak Pengungsi Luar Negeri, baik sosialisasi kepada jajaran Dinas Pendidikan Provinsi maupun LPMP (sekarang BPMP) Provinsi, sehingga amanat SE sulit diimplementasikan.

Dalam SE Kemendikbud RI yang dimaksud, Surat Keterangan Hasil Belajar anak-anak pengungsi luar negeri, ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan setempat.

Namun faktanya, hanya ditandatangani oleh Kepala Sekolah. Sehingga bukti lulus tersebut tidak dapat digunakan untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Sekolah tujuan tidak mengakui dan berlum mendapat informasi mengenai SE tersebut.

"KPAI mendorong Kemendikbud Ristek RI, melakukan revisi atas Surat Edaran (SE) Sesjen Kemendikbud RI No. 752553/A.A4/HK/2019 tentang Pemenuhan Hak Atas Pendidikan bagi Anak Pengungsi Luar Negeri," tegas Retno.


Ada di 9 provinsi

KPAI mencatat, sampai tahun 2022, hanya ada 9 provinsi di Indonesia yang menjadi tempat transit atau akomodasi sementara bagi anak-anak pengungsi.

Yakni Medan (Sumatera Utara), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Batam dan Bintan (Kepulauan Riau), Makassar (Sulawesi Selatan), Surabaya (Jawa Timur), Jakarta Barat, Tangerang dan Tangerang Selatan (Banten), Pekanbaru (Riau), dan Lhokseumawe (Nanggroe Aceh Darussalam).

Retno menegaskan, KPAI sudah melakukan pengawasan pemenuhan hak atas pendidikan anak-anak pengungsi di 9 daerah tersebut.

Hasilnya, ada 1.595 anak pengungsi yang berusia sekolah, dari PAUD/TK sampai SMA/SMK.

Dari jumlah tersebut, baru 646 anak yang sudah bersekolah, dan sebanyak 348 anak, menempuh pendidikan di sekolah negeri.

"Untuk jenjang pendidikan SMA, banyak yang ikut pendidikan kesetaraan atau kejar paket C. Harapannya mereka ingin bisa sekolah formal," katanya.

Adapun sekolah sekolah negeri yang sudah dapat diakses anak-anak pengungsi luar negeri, mayoritas hanya jenjang SD dan SMP, meskipun ada juga jenjang PAUD/TK dan Sekolah Luar Biasa (SLB).

Rincian sekolah yang menampung anak-anak pengungsi luar negeri, yaitu, SDN 064023 Padang Bulan dan SMPN 31 Kota Medan Sumatera Utara.

SD Inpres 05 Oepoi, SMPN Terbuka, dan TK/PAUD Handayani kota Kupang NTT. SDN Srengseng 04, 05 dan 06 Jakarta Barat. SDN 002 Lubuk Baja, SDN 005 Lubuk Baja, dan SLB Negeri Kota Batam dan ada beberapa lainnya.

Rekomendasi KPAI

Pada SE dimaksud, anak-anak pengungsi luar negeri yang bersekolah, baik di sekolah negeri maupun swasta, hanya mendapatkan surat keterangan hasil belajar, bukan ijazah.

Pembiayaan pendidikan juga ditanggung IOM Indonesia, bukan APBN maupun APBD.

Selain itu, anak-anak pengungsi luar negeri yang bersekolah di sekolah negeri, harus mendaftar pasca PPDB (Pendaftaran peserta Didik Baru) karena mereka hanya bisa mengisi kursi kosong ketika PPDB usai digelar.

Anak-anak pengungsi tersebut mendaftar dengan menggunakan nomor status pengungsi yang dikeluarkan UNHCR, karena tidak mungkin memiliki NIK (Nomor Induk Kependudukan).

Adapun poin poin yang perlu direvisi dari SE tersebut yaitu surat keterangan lulus bagi anak-anak pengungsi harus ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten/Provinsi.

Pelibatan aktif LPMP (BPMP) di provinsi yang terdapat anak-anak pengungsi luar negeri, mengingat Surat Edaran Sesjen perlu ada pengawasan dalam implementasinya di daerah.

SE Kemendikbud juga perlu mengatur ketentuan-ketentuan tentang akses pendidikan untuk anak-anak pengungsi yang akan melanjutkan ke pendidikan tinggi (Dikti).

Mengingat saat ini sudah ada dua universitas yang menerima anak-anak pengungsi luar negeri untuk kuliah/ Yakni Universitas Kristen Indonesia Paulus (UKIP) Makassar dan Universitas Bosowa Makassar.

Selain itu, KPAI mendorong Kemendikbud melakukan sosialisasi SE tersebut, kepada seluruh Kepala LPMP (BPMP) yang di wilayahnya ada anak-anak pengungsi luar negeri.

Sehingga peran LPMP (BPMP) sebagai kepanjangan tangan kebijakan Kemendikbud dapat dioptimalkan.

"KPAI mendorong Kemendikbud menyelenggarakan Bimbingan Teknik (Bimtek) bagi para pendidik dan kepala sekolah yang sekolahnya menerima anak-anak pengungsi luar negeri. Sehingga layanan pendidikan pada anak-anak pengungsi dapat dioptimalkan, mengingat banyak kendala diantaranya masalah komunikasi, bahasa dan budaya,’’tegasnya.

Sebagai bagian dari Satuan Tugas Penanganan Pengungsi Luar Negeri (PPLN) Nasional, KPAI mengapresiasi Pemerintah Indonesia terhadap pemenuhan hak atas pendidikan anak-anak pengungsi luar negeri.

Meskipun sebenarnya pemerintah Indonesia, ujarnya, tidak menandatangani Konvensi Pengungsi (1951).

"Pada dasarnya, Indonesia tidak berkewajiban menangani pengungsi luar negeri. Namun, atas dasar kemanusian dan sebagai negara pihak yang menandatangani Konvensi Hak Anak, maka Pemerintah Indonesia memenuhi hak atas pendidikan anak-anak pengungsi luar negeri yang transit di Indonesia. Hal ini juga menjadi citra baik bagi pemerintah Indonesia di dunia internasional," kata Retno.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/05/180552778/anak-anak-pengungsi-kesulitan-lanjutkan-pendidikan-kpai-se-kemendikbud

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke