Salin Artikel

Mengapa Tindak Kejahatan yang Ditayangkan "Live" di Media Sosial Berpotensi Ditiru?

KOMPAS.com - Aksi puluhan pemuda di Bandar Lampung yang konvoi motor sambil bawa senjata tajam di jalanan hanya untuk membuat konten live di Instagram (IG) membuat resah masyarakat.

Polisi telah bertindak tegas dan mengamankan tiga remaja, yaitu HS (18), RJS (17), dan BGM (18).

Menurut pengamat media sosial Hariqo Wibawa Satria, aksi live atau siaran langsung di medsos puluhan remaja itu sangat mungkin terpengaruh dengan aksi Live sebelumnya.

Selain itu, motivasi untuk menunjukkan eksistensi diri dan kelompok juga berpengaruh.

"Ada istilah mimikri atau mencontoh dari aksi sebelumnya. Sebut saja, ada sebuah konten live ditonton seribu orang. Dari angka itu, beberapa persen yang menonton akan terpengaruh dan mencontohnya," kata Hariqo kepada Kompas.com, Selasa (24/5/2022).

"Jadi setiap kejahatan live, berpotensi melahirkan kejahatan live lagi dan begitu seterusnya," tambahnya.

Selain itu, menurut Hariqo, salah satu motivasi dalam membuat konten kejahatan live di media sosial adalah eksistensi diri.

Lalu, topik utama yang dibicarakan atau menjadi ukuran adalah jumlah follower, like dan hal-hal terkait aksi live mereka.

"Jumlah follower, jumlah like dan konten menjadi salah satu bahan obrolan di kalangan pelajar dan mahasiswa. Mereka yang tidak punya prestasi di bidang musik, olahraga, pendidikan, kegiatan sosial, dan lain-lain dan tidak mampu juga membuat konten, punya kecenderungan mengambil jalan pintas dengan melakukan kejahatan secara live, sehingga akun maupun sosoknya dilirik, dibicarakan," katanya.

Di beberapa negara konten live medsos yang dianggap melanggar hukum dibatasi, bahkan akunnya dicabut.

Tindakan itu adalah untuk mencegah pemilik akun membuat konten kejahatan live lagi.

"Seharusnya, platform penyedia konten bertindak tegas mencabut akun yang membuat konten negatif atau berpotensi menyebar tindak pelanggaran hukum.

Selain itu, peran keluarga dalam mendampingi anak-anak sangat penting.

Tak hanya itu, orangtua juga harus memiliki kemauan dan komitmen serta cara yang tepat untuk menyampaikan baik buruknya media sosial.

Selain keluarga, pihak sekolah juga memiliki peran dalam mengembangkan literasi digital.

"Wujudkan literasi digital menjadi obrolan harian dengan para remaja hingga akhirnya anak-anak memiliki cara berpikir kritis ketika menggunakan gadget serta menelaah informasi di media sosial," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/05/24/134202778/mengapa-tindak-kejahatan-yang-ditayangkan-live-di-media-sosial-berpotensi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke