Salin Artikel

Demi Cegah Penipu Cari Mangsa di Medsos, Pengamat Sebut Organisasi Profesi Perlu Dilibatkan

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, seorang perempuan asal Karanganyar, Jawa Tengah, berinisial N, mengalami kerugian Rp 45 juta akibat tertipu seorang dokter gadungan.

Awalnya, mereka berkenalan lewat aplikasi Tinder.

Pelaku, CRW, lantas mengajak korban bertemu di sebuah rumah sakit di Kota Yogyakarta. Pelaku mengaku bekerja di tempat tersebut.

Beberapa hari kemudian, korban menelepon rumah sakit dan menanyakan tentang CRW. Namun, pihak rumah sakit memberitahukan bahwa tidak ada nama CRW sebagai dokter.

Aksi penipuan yang bermula dari berkenalan di Tinder mendapat perhatian dari Hariqo Wibawa Satria, seorang pengamat media sosial.

Hariqo menilai, agar kejadian serupa tak terjadi, organisasi profesi perlu dilibatkan untuk mengedukasi masyarakat.

Pengedukasian itu di antaranya bisa berbentuk bagaimana cara mengecek kebenaran pekerjaan seseorang.

Pasalnya, di media sosial, kerap terjadi penipuan yang mengatasnamakan profesi tertentu, semisal dokter, TNI, maupun Polri.

“Profesi itu di mata masyarakat cukup dihormati dan dianggap mentereng,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/4/2022).

Selain itu, untuk mencegah pelaku beraksi, pihak Tinder maupun media sosial lain juga bisa membuat kebijakan terkait orang-orang yang berbuat kejahatan.

“Misalnya, orang tersebut diblokir selama lima tahun tidak bisa buka akun. Atau bisa juga Tinder membuat daftar orang-orang yang melakukan pelanggaran,” ucapnya.


Kebijakan itu, kata Hariqo, perlu dikoordinasikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Hal ini untuk menutup ruang gerak pelaku.

“Pemilik layanan memberitahukan ke Kominfo, kalau ada orang yang melanggar, semua akun media sosialnya tidak lagi bisa digunakan,” ungkapnya.

CEO Komunikonten ini menyadari, kebijakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan antara pemilik layanan dan pemerintah.

“Di satu sisi, pemilik layanan ingin menambah user. Di sisi lain, pemerintah ingin melindungi warga,” tuturnya.

Oleh karena itu, solusi dari permasalahan ini adalah perlu adanya memorandum of understanding (MoU) antara penyedia layanan dan pemerintah.

“Di dunia online ini, penting untuk menempatkan satu MoU yang jelas,” sebutnya.

Di samping itu, Hariqo berharap agar anggota dewan, baik Komisi I DPR maupun Komisi A DPRD, bisa lebih melakukan pendalaman soal perlindungan masyarakat terhadap kejahatan online.

https://regional.kompas.com/read/2022/04/10/154521178/demi-cegah-penipu-cari-mangsa-di-medsos-pengamat-sebut-organisasi-profesi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke