Salin Artikel

Tim Eksplorasi SCF Identifikasi 140 Jenis Burung dan 5 Primata di Pegunungan Sanggabuana

KARAWANG, KOMPAS.com - Tim Eksplorasi Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) berhasil mengidentifikasi 140 jenis burung dan 5 primata di Penggunungan Sanggabuana, Jawa Barat. Identifikasi satwa ini berdasar hasil rekaman kamera trap yang dipasang sejak September 2021.

Kepala Divisi Pelestarian Dan Perlindungan Satwa SCF Uce Sukendar mengungkapkan, dari 140 jenis burung tersebut, sebagian merupakan burung endemik Jawa yang langka dan terancam punah. Sedangkan dari 5 primata yang terdata, 3 di antaranya merupakan satwa endemik Jawa.

Uce menyebut, di antara 140 jenis burung yang berhasil diidentifikasi, salah satunya adalah elang jawa atau manuk dadali (Nisaetus bartelsi) yang dijadikan lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila.

Elang jawa masuk dalam kategori endagered (terancam punah) di International Union for Conservation of Nature and Natural Resources Red List (IUCN Red List).

Sementara di Convention on International Trade in Endagered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), elang jawa masuk kategori Appendix 1, yaitu daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.

Selain elang jawa, tim SCF juga mengidentifikasi burung cica daun besar (Chloropsis sonnerat), cica daun sayap biru (Chloropsis cochinchinesis), dan empuloh janggut (Alophoixus bres). Ketiganya termasuk kategori terancam punah dalam IUCN.

Selain itu, ada empat jenis burung yang masuk kategori velnurable (VU) atau rentan, yaitu burung enggang cula (Buceros rhinoceros), julang emas (Rhyticeros undulatus), cucak kuning (Rubigula dispar), dan luntur jawa (Apalharpactes reinwardtii).

Selanjutnya ada 8 jenis burung masuk dalam status near threatened (NT) atau hampir terancam punah. Dan sisanya masuk dalam status least concern (LC) atau sedikit kekhawatiran di IUCN.

Selain masuk dalam kategori IUCN Red List, sebanyak 20 jenis lebih burung yang ada di Sanggabuana masuk dalam status Appendix II CITES yaitu daftar spesies yang tidak terancam kepunahan namun mungkin terancam punah jika perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.

“Data 140 jenis burung yang ditemukan di Sanggabuana ini masih belum fix, karena pendataan kami masih belum selesai dan belum mencakup semua luas kawasan jajaran pegunungan Sanggabuana. Kemungkinan masih bertambah lagi sangat terbuka. Dan kami masih terus melakukan pendataan," kata Uce dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/3/2022).

Deby Sugiri dari Sanggabuana Wildlife Ranger (SWR) yang juga tergabung dalam Divisi Pelestarian dan Perlindungan Satwa SCF mengatakan, Sanggabuana juga menjadi rumah untuk 5 jenis primata.

Deby yang bertanggungjawab atas monitoring primata di kawasan Sanggabuana ini sudah mulai memetakan persebaran 5 jenis primata di Sanggabuana sejak 2020.

“Sampai saat ini sudah tercatat ada 5 jenis primata, yaitu owa jawa, surili, lutung jawa, monyet ekor panjang dan kukang jawa. Owa jawa, lutung jawa dan kukang jawa adalah primata endemik jawa, sedangkan surili merupakan satwa endemik jawa barat,” kata Ranger yang hobi fotografi ini.

Dalam IUCN Red List, owa jawa (Hylobates moloch) masuk dalam ketegori terancam punah. Sedangkan dalam CITES masuk dalam kategori Appendix I. Kategori owa jawa ini sama seperti elang jawa.

Kemudian juga ditemukan Lutung jawa (Trachypithecus auratus) yang masuk ketegori vulnerable (VU) atau rentan dalam IUCN Red List dan Appendix II CITES.

Selain itu ada kukang jawa (Nycticebus javanicus), primata nokturnal yang pemalu masuk dalam status terancam punah IUCN dan Appendix I di CITES.

Kemudian ada primata surili (Presbytis comata) yang masuk dalam status terancam punah IUCN, dan terakhir ada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang lebih sering dianggap hama oleh petani.

Hanya saja, Deby belum bisa memberikan data populasi dan jumlah kelompok masing-masing primata tersebut. Sebab, untuk menghitung populasi individu dan jumlah kelompok masing-masing jenis primata diperlukan waktu, SDM, dan peralatan yang lumayan mahal.

"Kami masih memerlukan update peralatan untuk bekerja di hutan. Jumlah Ranger kami juga terbatas," kata Deby.

Butuh perhatian pemerintah

Terkait identifikasi satwa ini, menurut Deby pemerintah perlu memerhatikan satwa-satwa endemik dan terancam punah tersebut. Pasalnya, satwa itu berada di hutan yang statusnya hutan produksi terbatas, bukan kawasan konservasi.

Hasil temuan ini, imbuhnya, sudah dilaporkan juga dalam Workshop Penyusunan Dokumen Peta Konservasi Owa Indonesia pada 7-9 Desember 2021 yang diadakan oleh Perhimpunan Ahli dan Pemerhati Primata Indonesia (Perhappi).

"Anggota PERHAPPI sangat senang sekaligus prihatin mendengar paparan kami di Sanggabuana, karena beberapa primata endemik ini berada diluar kawasan konservasi," ucap dia.

Bernard T. Wahyu Wiryanta, fotografer dan peneliti satwa liar yang sudah mendokumentasikan flora-fauna di Sanggabuana sejak tahun 2020 pun sependapat dengan Uce dan Deby.

Menurut Bernard, temuan itu hal yang menggembirakan sekaligus memprihatinkan lantaran berada di luar kawasan konservasi. Menggembirakan karena masih ditemukan banyak satwa langka, namun memprihatinkan karena belum ada upaya pelestarian dan perlindungan dari Pemerintah.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/16/192423278/tim-eksplorasi-scf-identifikasi-140-jenis-burung-dan-5-primata-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke