Salin Artikel

Sosiolog Sebut Miras Bisa Menciptakan Masyarakat Alkoholisme di Papua

Pelarangan miras ini berdasarkan Surat Instruksi Bupati Keerom Nomor 188.5/421/BUP/Tahun 2022 tentang Pelarangan Produksi, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol di Wilayah Kabupaten Keerom yang dikeluarkan sejak Rabu (09/03/2022).

Menanggapi hal ini, Sosiolog Universitas Cenderawasih, Ave Lefaan menyebutkan bahwa pelarangan miras di Kabupaten Keerom dan kabupaten lainnya di Papua merupakan langkah yang sangat tepat dan bagus.

“Saya pikir ini baik, karena miras bisa menciptakan dampak bagi orang-orang di masyarakat menjadi alkoholisme di Papua,” sebutnya saat dikonfirmasi Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (14/03/2022).

Menurut Ave, dengan adanya peredaran miras tanpa diterapkannya aturan-aturan yang tegas, maka akan menciptakan alkoholisme atau kondisi kecanduan minuman keras.

“Jika terjadi minum miras di mana-mana, maka akan terjadi stigma di tengah masyarakat yang sebenarnya stigma ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk melarang, sehingga jangan ada peredaran miras,” tuturnya.

Dosen Sosiologi Universitas Cenderawasih ini mengatakan, orang Papua tidak bisa selalu diidentikkan dengan miras karena semuanya tergantung pada kebijakan kepala daerah.

“Semakin kuat tunduk terhadap aturan-aturan, maka semua akan berjalan dengan baik,” ucap Ave.


Ketaatan masyarakat

Lebih lanjut, kata Ave, dalam pandangan sosiologi bahwa masyarakat akan lebih baik jika mereka taat terhadap institusi, norma-norma atau aturan-aturan yang ada.

“Norma itu sebagai pedoman agar kehidupan masyarakat bisa lebih baik,” katanya.

Oleh karena itu, Ave mengatakan, aturan pelarangan miras yang dilakukan di Kabupaten Keerom dan Kabupaten lainnya di Papua merupakan bagian dari norma yang membentuk perilaku manusia, sehingga bertingkah laku normal.

“Tidak menyimpang dari perilaku lantaran dipegaruhi miras, sehingga tidak menyimpang dari perilaku miras yang ada. Ini yang harus diperhatikan,” katanya.

Ave menyampaikan, aturan mengenai pelarangan miras yang telah diterapkan oleh pemerintah daerah, seperti misalnya di Keerom harus disertai dengan sanksi. 

“Kalau tidak diberikan sanksi, maka masyarakat akan mengonsumsi dengan mudah dan semaunya dia. Pemerintah harus mengontrol dan mengawasi aturan yang telah diterapkan kepada masyarakat mengenai pelarangan miras di Keerom dan juga di daerah lain yang ada di Papua,” ujarnya.

Masih beredar

Ave memberikan contoh bahwa pada 2019, Pemerintah Provinsi Papua telah mengultimatum agar miras dilarang beredar di Papua.

Namun kata Ave, kenyataannya hingga saat ini dibeberapa daerah, seperti Kota Jayapura dan kabupaten lainnya masih memberikan izin terhadap peredaran miras.

“Ini artinya aturan yang ada di dalam institusi tidak dijalankan. Selain itu, institusi keamanan belum menjalankan aturan dengan maksimal,” ucapnya.

Ave mengakui bahwa sampai saat ini masih terlihat masyarakat di Papua yang mengonsumsi miras.

Bahkan secara terang-terang, terutama di daerah-daerah yang memberikan izin terhadap peredaran miras di Papua.

“Kita bisa lihat masih ada daerah di Papua yang memberikan izin terhada peredaran miras, sehingga orang mabuk di mana-mana,” ungkapnya.

“Kita bisa lihat bahwa jaringan peredaran miras ini masih ada dan belum ada yang mengawasi secara ketat. Ini yang harus diperhatikan oleh daerah-daerah yang melarang miras seperti Keerom untuk memperketat pengawasan,” tutupnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/14/101456678/sosiolog-sebut-miras-bisa-menciptakan-masyarakat-alkoholisme-di-papua

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke