Salin Artikel

Sejarah Gorontalo, Provinsi yang Menyatakan Merdeka Sebelum Republik Indonesia

KOMPAS.com - Provinsi Gorontalo terletak di bagian utara Pulau Sulawesi.

Gorontalo ditetapkan sebagai Provinsi Gorontalo pada 22 Desember 2000. Daerah ini merupakan pemekaran dari Sulawesi Utara dengan ibu kota di Kota Gorontalo.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), luas wilayah Provinsi Gorontalo 11.257.07 km2 dengan jumlah penduduk pada 2020 adalah 1.171.681 jiwa.

Provinsi Gorontalo memiliki 5 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Boalemo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Pohuwato, dan Kota Gorontalo.

Sejarah Provinsi Gorontalo

Manurut sejarah, tanah Gorontalo terbentuk kurang lebih sekitar 400 tahun yang lalu. Wilayah ini merupakan salah satu kota tua di Sulawesi, selain Makassar, Pare-pare, dan Manado.

Saat itu, Gorontalo menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di Indonesia timur, yaitu Ternate, Gorontalo, dan Bone.

Sejalan dengan fungsinya sebagai daerah penyebaran agama Islam, Gorontalo juga menjadi pusat pendidikan dan perdagangan di wilayah sekitar, seperti Bolaang Mongondow (Sulawesi Utara), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala (Sulawesi Tengah) bahkan sampai Sulawesi Tenggara.

Gorontalo menjadi pusat pendidikan dan perdagangan karena letaknya sangat stratgeis, yaitu menghadap Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).

Gorontalo berawal dari sebuah kerajaan dengan kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo yang mulanya berada di Kelurahan Hulawa, Kecamatan Telaga (sekarang). Wilayah ini berada di pinggiran Sungai Bolango.

Manurut penelitian pada 1024 H, kota kerajaan dipindahkan dari Kelurahan Hulawa ke Dungingi, Kelurahan Tuladenggi, Kecamatan Kota Barat (sekarang).

Pada masa Pemerintahan Sultan Botutihee, kota kerajaan dipindahkan dari Dungingi di pinggiran Sungai Bolango ke Kelurahan Biawoa dan Kelurahan Limba B.

Gorontalo Sebelum Masa Penjajahan

Sebelum masa penjajahan, Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo.

Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam suatu ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931), daerah Gorontalo terdapat lima pohala'a, yaitu:

Pohala'a Gorontalo

Pohala'a Limboto

Pohala'a Suwawa

Pohala'a Boalemo

Pohala'a Atinggola

Dengan hukum adat tersebut, Gorontalo termasuk dalam 19 wilayah adat di Indonesia. Agama dan adat di Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan Syara'bersendikan Kitabullah".

Pohala'a Gorontalo merupakan pohala'a yang paling menonjol diantara kelima pohala'a tersebut. Maka dari itu, Gorontalo lebih dikenal.

Asal-usul Nama Gorontalo

Ada berbagai pendapat mengenai asal-usul nama Gorontalo. Berbagai pendapat tersebut antara lain menyebutkan Gorontalo berasal:

  • Berasal dari "Hulontalangio", nama salah satu kerajaan yang di singkat menjadi Hulontalo
  • Berasal dari "Hua Lolontalango", artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu lalang.
  • Berasal dari "Hulontalangi ", artinya mulia.
  • Berasal dari "Hulua Lo Tola", artinya tempat berkembang ikan Gabus.
  • Berasal dari "Pongolatalo" atau "Puhulatalo" yang artinya tempat menunggu.
  • Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
  • Berasal dari "Hunto" suatu tempat yang senantiasa digenangi air.

Kata "hulondalo" hingga sekarang masih hidup dalam pengucapan orang Gorontalo. Sementara orang Belanda, kerena mereka kesulitan mengucapkan "hulondalo" maka kata tersebut diucapkan dengan Horontalo dan kalau ditulis menjadi Gorontalo.

Pada perkembangannya terjadi beberapa kali perubahan pada struktur pemerintahan Limo Lo Pahala'a.

Pada tahun 1824, daerah Limo Lo Pohala'a (lima kerajaan) telah berada di bawah kekuasaan seorang asisten residen disamping adanya pemerintahan tradisional.

Pada tahun 1889, sistem pemerintahan kerajaan dialihkan ke pemerintahan langsunng yang dikenal dengan istilah "Rechtatreeks Bestur".

Pada tahun 1911, terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan daerah Limo Lo Pahala'a yang terbagi atas tiga onder afdeling (wilayah administrasi setingkat kawedanan yang diperintahkan seorang wedana bangsa Belanda), yaitu:

  • Onder Afdeling Kwandang
  • Onder Afdeling Boalemo
  • Onder Afdeling Gorontalo

Pada tahun 1920, wilayah tersebut berubah menjadi lima distrik, yaitu:

  • Distrik Kwandang
  • Distrik Limboto
  • Distrik Bone
  • Distrik Gorontalo
  • Distrik Boalemo

Pada tahun 1922, perubahan struktur pemerintahan lagi dengan ditetapkan menjadi tiga Afdeling (setingkat kabupaten di masa Belanda), yaitu:

  • Afdeling Gorontalo
  • Afdeling Boalemo
  • Afdeling Buol

Gorontalo Menyatakan Merdeka Sebelum RI

Sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia, rakyat Gorontalo telah berjuang meraih kemerdekaan yang dipelopori oleh H Nani Wartabone.

Gorontalo menyatakan merdeka pada 23 Januari 1942.

Selama kurang lebih dua tahun, yaitu hingga 23 Januari 1942, wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan sendiri.

Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa Indonesia dan memberikan imbas untuk wilayah sekitar maupun nasional.

Nani Wartabone dikukuhkan sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.

Hal tersebut terjadi, karena pada dasarnya masyarakat Gorontalo mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi.

Indikatornya dibuktikan pada saat Hari Kemerdekaan Gorontalo pada 23 Januari 1942 dikibarkan bendara merah putih dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

Pada saat itu, negara Indonesia masih bermimpi untuk mencapai kemerdekaan, tetapi masyarakat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia.

Pada saat pergolakan PRRI Permesta di Sulawesi Utara, masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya berjuang untuk tetap menyatu dengan negara Republik Indonesia dengan semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja".

Semboyan yang didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia Timur, saat Gorontalo menjadi bagian Negara Indonesia Timur.

Di sisi lain, Gorontalo memiliki riwayat pemerintahan yang demokrasi.

Pemerintah Gorontalo pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan adalah bersifat monarkikonstitusional. Pada awal terbentuknya kerajaan berakar pada kekuasaan rakyat yang menjelma diri dalam kekuasaan Linula, yang sesungguhnya dalam asas demokrasi.

Olongia Lo Lipu (Maha Raja kerajaan) adalah kepala pemerintahan tertinggi dalam kerajaan tetapi tidak berkuasa mutlak. Ia dipilh oleh Bantayo Poboide (Badan Musyawarah Rakyat) dan dapat dipecat atau di mazulkan oleh badan tersebut.

Masa jabatannya tidak ditentukan tergantung Bantayo Poboide.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan Bantayo Poboide sebagai penjelmaan kekuasaan rakyat.

Tugas Bantayo Poboide diperinci sebagai berikut:

  • Menetapkan adat dan hukum adat
  • Mendampingi serta mengawasi pemerintah
  • Menggugat raja
  • Memilih dan menobatkan raja dan pembesar-pembesar lainnya

Bantayo Poboide dalam menetapkan suatu hal berdasarkan musyawarah mufakat dalam mencapai kebulatan suara dan bersama-sama bertanggung jawab atas keputusan bersama.

Sejarah Terbentuknya Provinsi

Pembentukan Provinsi Gorontalo tak lepas dari semangat Hari Patriotik pada 23 Januari 1942.

Pada tanggal dan bulan yang sama di tahun 2000, rakyat Gorontalo yang diwakili oleh Dr Ir Nelson Pomalingo MPd bersama Natsir Mooduto sebagai Panitia Persiapan pembentukan Provinsi Gorontalo Tomini Raya (P4GTR) dengan sejumlah aktivis mendeklarasikan berdirinya Provinsi Gorontalo.

Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo masuk dalam Provinsi Gorontalo dan terlepas dari Sulawesi Utara.

Karena menurut Undang-Undang No 10 tahun 1964, Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo merupakan wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Utara.

Sumber: gorontalo.bps.go.id, www.bpkp.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/03/04/154635578/sejarah-gorontalo-provinsi-yang-menyatakan-merdeka-sebelum-republik

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke