Salin Artikel

Drama Teatrikal Serangan Umum 1 Maret Angkat Tema Kebhinekaan dalam Penegakkan Kedaulatan Negara

Tahun ini, momen Serangan Umum 1 Maret diperingati dengan pertunjukkan drama teatrikal dengan judul Peranan Laskar Sabrang dalam Merebut Kedaulatan. Drama teatrikal dimainkan oleh Djokjakarta 1945 bertempat di Beteng Vredeburg.

Ketua Djogjakarta 1945, Eko Isdianto berujar, peringatan serangan umum 1 Maret ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebabnya, saat ini telah ditetapkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) nomor 2 tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

"Kami gembira sekali karena pada 1 Maret tahun ini sudah ditetapkan dengan Keppres Nomor 2 oleh Presiden. Menjadi hari besar nasional yaitu Hari Penegakkan Kedaulatan Negara," katanya, Selasa (1/3/2022).

Tahun ini drama teatrikal mengangkat tema Kebhinekaan dalam penegakkan kedaulatan negara, karena pada Serangan Umum 1 Maret ini berbagai lapisan masyarakat turut berperan tidak hanya masyarakat Jawa saja tetapi juga masyarakat dari Indonesia Timur yang tergabung dalam Laskar Sabrang.

"Ternyata Laskar Sabrang yang berasal dari Timur, yakni Sulawesi, Ambon, Maluku sampai Lombok itu kita angkat peran mereka pada kesempatan tahun ini," kata dia.

Lanjut dia dengan drama teatrikal ini mengangkat bagaimana Laskar Sabrang berkoordinasi bersama pejuang lainnya, serta bertahan hidup pada masa agresi Militer Belanda di Yogyakarta.

Dalam darama teatrikal ini melibatkan sebanyak 50 orang. Jumlah itu sudah dikurangi karena adanya pembatasan-pembatasan lantaran, masih dalam pandemi Covid-19.

Eko menambahkan pihaknya tidak bosan-bosan untuk mengunggah rasa pemuda pemudi Yogyakarta untuk menyenangi dan belajar sejarah.

"Karena Yogyakarta sendiri mempunyai predikat Indonesia ibukota perjuangan," ungkapnya.

Dikutip dari Jogjaprov.go.id, setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII menyatakan Kasultanan Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman merupakan bagian dari Indonesia melalui Amanat 5 September 1945.

Namun, Belanda terus berupaya untuk kembali menguasai Indonesia dengan terus melakukan serangan. Sri Sultan Hamengku Buwono X kemudian menawarkan pada Presiden Soekarno untuk memindahkan Ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta.

Perpindahan Ibukota akhirnya dilakukan pada 4 Januari 1946 sebagai langkah antisipasi atas aksi teror dan percobaan pembunuhan pejabat negara oleh Sekutu.

Gejolak yang terjadi di Indonesia kemudian mereda dengan ditandatanganinya Perjanjian Linggarjati pada 15 November 1946 di mana Belanda mengakui wilayah kekuasaan Indonesia meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.

Namun, Belanda mengingkari perjanjian ini dan meluncurkan Agresi Militer I. Perlawanan terus dilakukan Indonesia hingga Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirim surat kepada Panglima Sudirman, dan menganjurkan agar mengadakan serangan guna merebut kembali Yogyakarta dari tangan Belanda.

Panglima Sudirman menyetujui saran ini dan meminta Sri Sultan untuk berkoordinasi dengan Letnan Kolonel Soeharto.

Sri Sultan dan Letkol Soeharto kemudian sepakat untuk melakukan Serangan Umum 1 Maret 1949 pada pukul 06.00 pagi.

“Untuk pertama kalinya sejak Kota Yogya jatuh ke tangan Belanda, pasukan TNI berhasil memasuki wilayah kota,” ujar Gubernur DIY memaparkan sejarah Serangan Umum 1 Maret. 

Dengan serangan ini, pasukan Indonesia berhasil menduduki Yogyakarta selama 6 jam. Perebutan kembali Ibukota Yogyakarta disiarkan ke seluruh dunia melalui siaran radio.

“Keberhasilan TNI merebut kembali kota Yogyakarta ini memberikan pengaruh besar. Negara-negara bentukan Belanda di Indonesia segera mengetahui eksistensi Republik yang sebenarnya, dan mereka berbalik memihak Republik Indonesia,” ungkap Ngarsa Dalem.

Peristiwa ini mengantarkan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia. Belanda dan Indonesia kemudian melaksanakan upacara pengakuan pada 27 Desember 1949.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/01/181705978/drama-teatrikal-serangan-umum-1-maret-angkat-tema-kebhinekaan-dalam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke