Salin Artikel

Di Tengah Langkanya Minyak Goreng, Ini Kisah Para Pembuat Minyak Kelapa: Awalnya untuk Konsumsi Sendiri

KOMPAS.com - Akhir-akhir masyarakat resah dibuat resah dengan kelangkaan minyak goreng dan harganya yang mahal.  

Namun, bagi pasangan suami istri asal Manado, Sulawesi Utara, Henry Johanes (36) dan Elis Purebe (24), kondisi itu mampu dihadapi dan bahkan meraup keuntungan. 

Warga Kelurahan Tungkaina, Kecamatan Bunaken, tersebut telah empat tahun mengolah minyak goreng dari kelapa.

Awalnya olahan minyak goreng dari kelapa itu dikonsumsi untuk kebutuhan keluarganya saja. Namun, seiring waktu berjalan banyak pedagang yang meminati minyak goreng buah kelapa.

Henry pun menjual per setengah liter minyak kelapanya itu seharga Rp 25.000.

"Usaha minyak kelapa kami ini sejak 2018. Untuk hasilnya memang sebagian besar untuk kami konsumsi sendiri, tapi permintaan juga dari pasar jadi kami juga produksi untuk kami jual," ungkap Henry.

Setelah itu dilanjutkan dengan proses pemisahan tempurung dengan daging atau isi kelapa.

Tempurung kelapa yang telah bersih tersebut kemudian diparut menggunakan mesin untuk menghasilkan serbuk kelapa.

Dalam proses pemotongan tempurung, Henry sengaja menggunakan alat potong gerinda agar bentuknya tetap utuh.

Alasannya, tempurung itu dapat diolah menjadi berbagai produk kerajinan tangan seperti mangkok, asbak, pot bunga, dan gantungan kunci.

Henry melanjutkan, untuk proses pemisahan air dengan minyak akan membutuhkan waktu satu haru.

Sementara rata-rata 13-15 buah kelapa dapat menghasilkan 1 botol minyak kelapa.

Menurut Henry, minyak kelapa olahannya akan berwarna lebih kuning pucat daripada minyak pada umumnya yang berwarna kuning keemasan.

Profesi membuat minyak kelapa juga dilakukan seorang warga di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), bernama Tumi (70).

Tumi mengaku sudah 50 tahunan menekuni profesi sebagai pembuat minyak dari kelapa yang diparut atau sering disebut "klentik" oleh masyarakat setempat.

Wanita warga Padukuhan Gedangsari, Kalurahan Baleharjo. Kapanewon Wonosari, tersebut dalam sehari bisa membuat minyak "klentik" dari 50 butir kelapa. 

"Kadang setiap hari, kadang dua hari sekali, maklum sudah tua. Dulu waktu suami saya masih hidup setiap hari bikin minyak bahkan kelapa 1.000 butir hanya setengah bulan," katanya, Rabu (23/2/2022). 

Menurut Tumi, dari 50-an butir kelapa itu dirinya bisa mendapatkan 5 sampai 6 botol bekas air mineral 600 mililiter yang dijualnya perbotol Rp 50.000.

Untuk botol ukuran 1,5 liter dijual seharga Rp 125.000. Sementara untuk "blondo"-nya dijual Rp 80.000 per kilogramnya.

Sebagai informasi, blondo adalah santan dari kelapa yang mengental. "Blondo" biasanya digunakan sebagai olahan untuk gudeg.

Sementara itu, Tumi menceritakan, pelanggan minyaknya sebagian besar warga sekitar, terutama pegawai dan penjual bakmi.

"Bahkan dari Solo ada 2 bulan sekali datang membeli 2 botol besar (1,5 liter)," kata Tumi.

Tumi mengatakan, minyak kelapanya paling banyak dicari saat hari raya Idul Fitri. Permintaan bisa meningkat cukup banyak, terutama blondo.

"Sekarang lakunya tanggal muda, para pegawai yang biasanya. Kalau tanggal tua pasarnya sepi," kata dia.

(Penulis : Kontributor Kompas TV, Chermanto Tjaombah | Editor : Ardi Priyatno Utomo)

https://regional.kompas.com/read/2022/02/25/081625178/di-tengah-langkanya-minyak-goreng-ini-kisah-para-pembuat-minyak-kelapa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke