Salin Artikel

Sedot 13.000 Metrik Ton Pasir Laut, KKP Hentikan Kapal Penambang Ilegal di Perairan Pulau Rupat

PEKANBARU, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan aktivitas penambangan pasir laut secara ilegal di kawasan perairan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

KKP mengamankan sebuah kapal KNB-6 yang digunakan untuk menyedot pasir laut.

Kapal dengan 10 orang pekerja itu milik PT Logo Mas Utama (LMU).

Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin menyatakan bahwa penghentian kegiatan penambangan pasir laut di perairan Pulau Rupat dilakukan pada Minggu (13/2/2022).

"Penangkapan atau penghentian aktivitas kapal penambangan pasir laut di perairan Pulau Rupat kami lakukan setelah mendapat pengaduan dari masyarakat dan pemerhati lingkungan," kata Adin kepada wartawan saat konferensi pers di atas Kapal Pengawas Hiu 01 di perairan Pulau Rupat yang diikuti Kompas.com, Senin (14/2/2022).

Ia mengatakan, penangkapan kapal penambang pasir laut itu mengerahkan Kapal Pengawas Hiu 01 milik KKP.

Saat dilakukan pemeriksaan, salah satu pekerja penambang pasir laut merupakan pensiunan TNI Angkatan Laut (AL).

Kapal berbendera Indonesia itu dicarter oleh PT LMU untuk menyedot pasir di kawasan perairan Pulau Rupat.

Kapal tersebut, kata Adin, telah mengeruk pasir laut di perairan Pulau Rupat sekitar 13.000 metrik ton.

"Kapal ini sekali angkut pasir sekitar 2.000 metrik ton. Untuk kerugian negara masih kami dalami," kata Adin.

Adin menyatakan bahwa aktivitas penambangan pasir laut, itu dapat menimbulkan kerusakan wilayah pesisir.

Kerusakan yang ditimbulkan seperti abrasi dan juga nelayan setempat susah mendapatkan ikan, udang, dan siput dan lainnya.

"Kegiatan penambangan tersebut tidak dilengkapi dengan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Kegiatan ini diduga menimbulkan abrasi yang mengakibatkan kerusakan terumbu karang dan juga kerusakan padang lamun, sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat khususnya nelayan. Nelayan jadi susah mendapat ikan," kata Adin, yang juga didampingi Danlanal Dumai, Kolonel Laut (P) Himawan.

Hal itulah yang menjadi pertimbangan KKP untuk menghentikan paksa pengambilan pasir laut tersebut.

Apalagi, sebut Adin, Pulau Rupat ini termasuk Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) yang mesti dijaga.

Adin menyampaikan terima kasih dan apresiasinya kepada masyarakat yang telah melaporkan pelanggaran tersebut, serta instansi terkait lainnya yang telah bahu membahu dalam penanganan permasalahan ini.

Ia memastikan, Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Polsus PWP3K) akan bekerja untuk memproses pelanggaran yang dilakukan oleh PT LMU sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Terhadap temuan pelanggaran ini, kami akan proses hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kami masih melihat opsi-opsi yang mungkin akan didorong, yang jelas Undang-Undang memberikan ruang baik melalui pidana, sanksi administrasi maupun penyelesaian sengketa di luar pengadilan," jelas Adin.

Pelanggaran yang dilakukan

Ia menyebutkan beberapa ketentuan terkait pelanggaran yang dilakukan tersebut.

Di antaranya, terkait dugaan kegiatan pemanfaatan ruang laut yang tidak dilengkapi PKKPRL, dan diduga menimbulkan kerusakan dan atau kerugian sebagaimana diatur dalam Pasal 101 ayat (3), Pasal 188, Pasal 195, dan Pasal 196 PP Nomor 21 Tahun 2021.

Selain itu, juga akan dilaksanakan penyelidikan lebih lanjut untuk menemukan unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 35 huruf i juncto Pasal 73 ayat (1) huruf d UU Nomor 27 Tahun 2007.

Tidak sebatas dengan sanksi pidana, terhadap dugaan kerusakan dan atau kerugian yang terjadi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juga mengatur proses ganti kerugian melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan.

Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Ruang Laut, Pamuji Lestari menyampaikan bahwa Pulau Rupat ini merupakan salah satu PPKT, yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017.

Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 pemanfaatan PPKT dibatasi hanya untuk pertahanan keamanan, kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.

"Kami harapkan pemanfaatan Pulau Rupat dilaksanakan sesuai ketentuan," ujar Pamuji.

Tokoh masyarakat Pulau Rupat, Said Amir menyampaikan bahwa selama ini tempat nelayan mencari ikan sudah hampir hilang akibat penambangan pasir laut di perairan Pulau Rupat. Selain itu, juga berakibat abrasi

"Tempat nelayan mencari ikan sudah hampir hilang. Kepiting, ikan, udang sudah berkurang. Dulu kita bisa lihat dugong dan dolphin, sekarang tidak ada lagi di situ. Abrasi yang terjadi gara-gara kapal tambang pasir laut itu sudah 50 persen," kata Said.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/14/210552578/sedot-13000-metrik-ton-pasir-laut-kkp-hentikan-kapal-penambang-ilegal-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke