Salin Artikel

Sampah Kembali Menumpuk di TPA Jabon Sidoarjo, Ini Penjelasan Kadis LHK

Pada Selasa (14/12/2021), ditemukan banyak sampah berserakan saat Wakil Bupati Sidoarjo Subandi dan dinas terkait turun langsung untuk melihat kondisi TPA. 

Kondisi ini seolah mengulang saat TPA Jabon sempat ditutup pada 29 Oktober lalu saat sampah overload akibat puluhan truk bermuatan sampah terparkir di pintu masuk TPA. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo, Bahrul Amig menjelaskan, persoalan sampah di daerahnya memang menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Ia mengakui selama ini pengelolaan sampah di Sidoarjo belum berjalan maksimal karena kinerja petugas hanya melakukan aktivitas pembersihan yang artinya hanya mengangkut.

Sedangkan pengelolaan, baik pemilahan sampah rumah tangga hingga di TPA belum juga berjalan maksimal.

"Untuk menangani hal ini, semuanya kita sudah mulai paralelkan multi pendekatan masalah sampah ini, yaitu pertama pendekatan sistem dan regulasi," ucap Bahrul saat dikonfirmasi via telepon selulernya, Rabu (15/12/2021).

Bahrul menyampaikan, lemahnya penanganan sampah bukan karena TPA yang sudah overload, tetapi regulasi yang dimiliki Pemda Sidoarjo tentang pengelolaan sampah sudah tidak lagi relevan dengan kondisi saat ini.

Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah sudah harus diperbarui karena tak bisa lagi menjadi payung hukum dalam menjalankan tugasnya.

Salah satunya perubahan terkait retribusi persampahan.

"Retribusi dalam perda tersebut sangat murah sekali hanya Rp 2.000 per KK per bulan. Ini pengangkutan dari TPS ke TPA. Nah angka ini yang tidak realistis," papar dia.

Menurutnya, nominal angka yang disebutkan dalam Perda lama ini dinilai terlalu murah dan tidak bisa memberikan dampak kepada petugas untuk bekerja maksimal.

Alhasil, petugas pengangkut sampah yang diambil menggunakan gerobak, atau menggunakan motor roda tiga waktunya juga tidak taktis.

Pengambilan dilakukan setiap tiga hari bahkan satu minggu sekali hingga menyebabkan sampah di TPS membludak.

"Karena terlalu murahnya itu tidak akan fair, akhirnya yang terjadi masyarakat enggan untuk memilah pengurangan sampah. Cukup bayar saja murah," kata dia.

Hilangkan bau tak sedap

Untuk penanganan sementara, lanjut Bahrul, yang diperlukan saat ini adalah menghilangkan bau tak sedap akibat sampah yang menumpuk.

"Untungnya kami dengan tim sudah menemukan formula bagaimana caranya TPA ini tidak bau. Alhamdulillah warga tidak protes karena sudah tidak bau. Satu satunya TPA yang tidak bau di Indonesia hanya Sidoarjo ini," sebut dia.

Upaya yang dilakukan, kata dia, adalah dengan 'waste enzim' yang mana cairan tersebut dibuat dari air lindi sampah, kemudian disemprotkan ke tumpukan sampah.

Dengan hitungan menit, bau sampah yang sudah disemprotkan dari cairan waste enzim tersebut langsung hilang.

"Alhamdulillah hingga saat ini sekitar 20 hari atau tiga mingguan lebih sudah tidak menimbulkan problematika bau di warga sekitar TPA sana," terang dia.

Kini penyemprotan cairan tersebut dilakukan setiap hari, bahkan sudah dilakukan di tingkatan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) karena dinilai ampuh menghilangkan bau.

Susun raperda

Bahrul menyatakan, raperda yang baru akan fokus mengatur tentang Penyelenggaraan Pelayanan Persampahan dan Retribusi Persampahan.

Hal ini diyakini menjadi payung hukum pengelolaan sampah di Sidoarjo dalam jangka panjang.

"Ada dua subtansi penyelenggaraan atau pengelolaan dan retribusi. Terkait retribusi akan mengatur jumlah iuran yang akan ditarik dari warga ketika tidak melakukan pengolahan," sebut dia.

Dalam raperda itu terdapat 4 obyek pembiayaan persampahan yang dihitung secara cermat.

Pertama, biaya pengumpulan sampah untuk petugas angkut gerobak maupun motor roda tiga.

Kemudian, biaya pemrosesan di TPST.  Jika pemrosesan belum tuntas, maka harus dihitung juga biaya pengangkutan ke TPA.

Selanjutnya biaya pemrosesan di TPA. Pemda Sidoarjo tengah menerapkan TPA 'Sanitary Landfield' yang ramah lingkungan dan tentu butuh biaya yang cukup mahal.

"Salah satu perhitungan nominal iuran ini minimal Rp 250.000 per tonase. Jadi intinya semua ini harus lebih rasional, proporsional, profesional. Sebenarnya yang kami lakukan adalah pendekatan sistem yang terukur ini," terang dia.

Progres raperda ini, kata Bahrul sedang menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.

Setelah raperda yang baru keluar dan sudah dijalankan, Bahrul berharap semua desa di Sidoarjo melakukan penyesuaian pada raperda terkait pengelolaan sampah dengan menyusun Perdes tentang pengelolaan sampah.

Tanggung jawab persampahan akan menjadi urusan wajib non layanan dasar bagi pemerintah desa juga.

"Teknisnya urusan sampah ini nanti apa mau menggandeng pihak ketiga atau melibatkan kelompok swadaya masyarakat (KSM), itu nanti desa yang memutuskan," tutur dia.

Bahrul juga mengharapkan TPA yang ada saat ini tak lagi menjadi tumpuan pembuangan sampah utama karena sudah dikelola sejak di desa.

"TPA enggak laku, itu yang saya inginkan. Makanya yang saya siasati adalah pengelolaan sampahnya, bukan pembersihan sampahnya. Kalau hanya bersih tapi tidak terkelola dengan baik pasti akan timbul persoalan baru lagi," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/15/174855678/sampah-kembali-menumpuk-di-tpa-jabon-sidoarjo-ini-penjelasan-kadis-lhk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke