Salin Artikel

Kekerasan Seksual "Online" Meningkat, Korbannya Enggan Ambil Langkah Hukum karena Takut Jika Terungkap, Dihakimi Masyarakat

Data setahun terakhir, dari 19 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani LBH Kota Semarang, ada 10 di antaranya merupakan kasus KBGO.

Sebagian besar aduan tersebut merupakan kasus kekerasan seksual yang berasal dari berbagai wilayah di Jateng.

Di antaranya Kota Semarang, Kota Salatiga, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Jepara, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Demak.

Direktur LBH Semarang Eti Oktaviani mengatakan kasus KBGO yang dialami korban sebagian besar merupakan Non Consensual Intimate Image (NCII).

Yakni penyebaran konten pribadi di dunia maya tanpa konsen disertai dengan pemaksaan atau ancaman terhadap seseorang yang umumnya dialami perempuan.

"Ini biasanya dilakukan teman dekat korban atau mantan pacar, diminta video call engga pakai baju. Biasanya korban sudah minta jangan direkam, tapi oleh pelaku tetap direkam. Dan rekaman itu biasanya dipakai untuk balas dendam karena engga terima diputusin atau karena korban tidak mau lagi video call seperti sebelumnya," jelas Eti kepada Kompas.com, Jumat (10/12/2021).

Selain video call, bentuknya juga bisa berupa rekaman suara, foto atau video yang dibuat oleh pasangan yang biasanya memiliki hubungan intim dengan pengetahuan atau persetujuan orang tersebut atau dapat dibuat tanpa sepengetahuannya.

Pengetahuan atau persetujuan pasangan, lanjut Eti biasanya dibarengi dengan bujuk rayu, paksaan yang terus-menerus, hingga ancaman agar pasangan mau membuat atau mengirimkan konten asusila tersebut.

"Hal tersebut terjadi karena adanya relasi yang timpang dalam sebuah hubungan, perempuan masih dan sering dijadikan objek. Biasanya, pihak perempuan dijanjikan banyak hal, diimingi-imingi sesuatu, serta ungkapan persuasif namun memaksa perempuan untuk mengikuti apa kata pasangan mereka," ungkap Eti.

Pelaku juga bisa teman online, kenalan via medsos

Eti mengungkapkan ada juga pelakunya merupakan teman yang baru saja kenalan lewat media sosial.

"Teman online ini, kenalan via media sosial dan belum pernah ketemu, melakukan video call, kemudian pelaku diam-diam merekam vidcall tersebut tanpa konsen dari korban. Dan melakukan pengancaman akan menyebarkan konten itu ke publik," ujarnya.

Eti pun bercerita kasus yang dialami seorang mahasiswa dari salah satu kampus di Jateng yang terkena doxing pada awal tahun 2021 lalu.

Korban dipaksa memotret tubuh dalam pose telanjang dengan modus endorse produk pakaian di salah satu akun instagram.

Lantaran korban menolak permintaan tersebut, pelaku justru menyebar foto korban disertai caption yang menerangkan bahwa korban adalah penipu.

"Korban di-doxing pelaku di media sosial dengan menyebut korban penipu karena sudah dibayar endorse tapi tak menepati janjinya," jelasnya.


Fase terberat korban kekerasan seksual, saat terungkap lalu dihakimi masyarakat

Korban pun merasa ketakutan dan mengadukan peristiwa yang dialaminya ke LBH Semarang.

"Rata-rata semua kasus memang butuh penguatan, tidak bisa langsung mengambil langkah hukum karena korban sebagian besar takut ter-show up ketika akhirnya harus mengambil langkah hukum, penghakiman dan menyalahkan korban, ini fase yang paling berat," tegasnya.

Kendati demikian, dari kasus KBGO yang pernah ditanganinya ada pelaku yang sudah pernah ditangkap oleh kepolisian pada Oktober 2021.

Setelah putus, pelaku menyebarkan gambar bugil pacarnya ke media sosial.

Pelaku yang diketahui warga Demak ini sedang menjalani proses hukum dan dijerat pasal UU ITE.

"Tahun lalu kami LP, tahun ini baru ditangkap pelakunya. Kasusnya NCII. Waktu itu kami di SPKT Polda. Tapi yang memeriksa krimsus karena menggunakan UU ITE," jelasnya.

Ketiadaan hukum untuk jerat pelaku kekerasan seksual online

Berkaca dari masih banyaknya kasus kekerasan tersebut, Eti mengaku ketiadaan aturan hukum yang melindungi korban seringkali membuat harapan korban mentok.

Hal ini membuat pelaku bebas dan membuka potensi keberulangan karena pelaku tidak dihukum.

"Harapan tentu, segera sahkan RUU TPKS. Maraknya kasus kekerasan seksual dan keberulangan pelaku melakukan kekerasan seksual tentu saja merupakan kontribusi dari negara karena tidak segera mengambil peran untuk mencegah hal tersebut," ungkapnya.

Eti juga berharap para korban bisa bercerita ke orang terdekat atau bisa menghubungi lembaga yang menyediakan layanan pengaduan.

"Mereka pasti akan menjamin privasi korban dan akan meminta konsen korban untuk setiap langkah hukum yang akan dilakukan," ucapnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/11/094908078/kekerasan-seksual-online-meningkat-korbannya-enggan-ambil-langkah-hukum

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke