Salin Artikel

Keluarga Korban Covid-19 di Kabupaten Madiun Diminta Biaya Pemakaman, Disebut untuk Mandikan Jenazah

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Madiun diketahui sudah memberi kewenangan kepada pemerintah desa untuk menggunakan anggaran dana desa guna penanganan Covid-19.

Nyaman Wahyudi dan Wariman, dua warga desa yang ditemui Kompas.com, Selasa (7/12/2021), mengaku membayar uang hingga jutaan rupiah untuk biaya pemakaman keluarganya yang meninggal akibat Covid-19.

Keduanya tidak mengetahui bahwa pos biaya pemakaman korban Covid-19 semestinya ditanggung masing-masing pemerintah desa.

Nyaman dan Wariman menyebutkan, biaya pemakaman tersebut diserahkan kepada istri mantan Kepala Desa Purworejo Eni Suhartati.

Bayar biaya pemakaman

Nyaman menceritakan, peristiwa itu bermula ketika Sami (70), neneknya, meninggal awal Juli 2021.

Setelah dimakamkan, ia mendapatkan pemberitahuan melalui pesan WhatsApp tentang perincian biaya pemakaman neneknya yang meninggal akibat Covid-19.

Dari penjelasan lurah disebutkan bahwa desa mendapat bantuan sebesar Rp 1.250.000 dan sumbangan pribadi dari lurah setempat sebesar Rp 300.000. 

“Sementara kekurangannya sebesar Rp 1.470.000 yang harus dibayar. Saya bayarkan kekurangan biaya pemakaman itu kepada ibu lurah dan saya antar langsung ke rumahnya sekitar tujuh hari setelah nenek saya meninggal,” kata Nyaman.

Namun, setelah membayar kekurangan biaya pemakaman, Nyaman tidak pernah mendapatkan kuitansi bukti pembayaran biaya pemakaman.

Ia juga tidak mendapatkan bukti kuitansi menerima bantuan dana pemakaman dari desa.

Nyaman mengaku tidak mengetahui bahwa biaya pemakaman ditanggung dana desa.

Awalnya, Nyaman merasa senang karena sudah mendapatkan bantuan dari desa sebesar Rp 1.250.000 dan dari lurah sebesar Rp 300.000 meski belakangan ia harus membayar lagi biaya sebesar Rp 1.470.000.

“Kami sebenarnya senang mendapatkan bantuan dari pemerintah desa dan ibu lurah. Tetapi, kami tidak tahu kalau ternyata biaya pemakaman korban Covid-19 juga ditanggung pemerintah desa,” kata Nyaman didampingi istrinya, Jumiati.

Wariman mengaku uang kekurangan biaya pemakaman itu diserahkan keponakannya bernama Sukirno langsung kepada lurah.

Ia memberikan uang sebesar Rp 3 juta kepada Sukirno untuk mengurus biaya pemakaman kepada lurah.

“Saya menyuruh keponakan saya untuk mengurus biaya pemakaman. Karena saat itu ibu lurah yang akan mencukupi semuanya. Jadi keponakan saya kasih uang Rp 3 juta,” kata Wariman.

Sukirno, keponakan Wariman, menyatakan, jumlah uang yang diserahkan kepada ibu lurah untuk biaya pemakaman prokes korban Covid-19 sebesar Rp 1.380.000, sedangkan sisanya dikembalikan kepada Wariman.

“Katanya biaya yang harus dibayar adalah pemandian dan ambulans, sedangkan biaya peti kotak jenazah itu disumbang dari Bu Lurah. Kekuranganya saya kasih Bu Lurah sebesar Rp 1.380.000,” jelas Sukirno.

Sukirno mengatakan, saat memberikan uang tidak ada kuintasi pembayaran yang diberikan lurah. Serupa Nyaman, ia juga tak tahu bahwa biaya pemakaman ditanggung pemerintah desa.

Biaya mandikan jenazah

Sementara itu, Eni Suhartati yang dikonfirmasi Kompas.com melalui sambungan telepon menyatakan, uang dari warga itu digunakan untuk membayar biaya pemandian jenazah di rumah sakit.

Pasalnya, dua warganya itu meninggal di Puskesmas Krebet-Pilangkenceng yang tidak memiliki layanan tempat pemandian.

“Untuk memandikan jenazah saya bawa di Rumah Sakit Caruban karena di puskesmas tidak ada tempat pemandian. Kemudian dibawa ke rumah sakit. Di sana bayar biaya administrasi di rumah sakit,” ujar Eni, Rabu (8/12/2021).

Hanya saja, ia mengaku lupa menyimpan kuitansi pembayaran dari RSUD Caruban. Biasanya pembayaran biaya pemandian jenazah selalu ia talangi dulu. 

Menurut Eni, bila warga meninggal akibat Covid-19 di rumah sakit maka tidak dikenakan biaya pemandian jenazah. Dalam kasus ini, dua warga itu meninggalnya di puskesmas.

“Kalau meninggal di puskesmas dikembalikan ke desa. Sementara di desa tidak memiliki fasilitas memandikan jenazah Covid-19, kemudian kami bawa ke RSUD Caruban,” kata Eni.

Eni menuturkan, biaya pemakaman warganya yang meninggal akibat Covid-19 tidak semuanya ditanggung pemerintah desa karena hanya dibantu sesuai kemampuan anggaran desa.

Sementara mantan Kepala Desa Purworejo Bambang Sumitro yang saat kejadian masih menjabat menuturkan, pemerintah desa hanya menganggarkan biaya peti jenazah, sewa kendaraan, dan jasa petugas pemakaman.

“Peti jenazah senilai Rp 1 juta, sewa kendaraan Rp 250.000, dan jasa petugas pemakaman Rp 600.000 untuk enam orang,” kata Bambang.

Bambang mengatakan, pemerintah desa tidak memiliki kemampuan anggaran bila harus menanggung semua biaya pemakaman jenazah Covid-19 yang saat itu berjumlah sembilan orang.

Salah satunya untuk membiayai pemakaman warga yang meninggal Covid-19 yang besarannya tergantung kesepakatan masing-masing desa.

“Kita sudah sediakan semua lewat refocusing dana desa dan APBDes untuk penanganan Covid-19,” kata Joko.

Tanggapan pihak RS

Direktur RSUD Caruban drg. Farid Amirudin menuturkan, dirinya masih menelusuri dugaan pungutan biaya pemandian jenazah Covid-19 yang dikirim dari puskemas.

“Ini masih saya telusuri kejadian. Nanti akan kami berikan penjelasan lebih lanjut setelah klir semuanya,” kata Farid.

Farid mengatakan, semestinya pihak puskesmas sendiri yang memandikan jenazah yang meninggal akibat Covid-19. Pasalnya, rumah sakit sudah ditargetkan untuk melatih tenaga yang memandikan jenazah pasien Covid-19.

“Kami disuruh melatih dan puskesmas disuruh menyediakan tempat memandikan,” ungkap Farid.


https://regional.kompas.com/read/2021/12/08/135355378/keluarga-korban-covid-19-di-kabupaten-madiun-diminta-biaya-pemakaman

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke