Salin Artikel

Kantor Ganjar Pranowo Digeruduk Buruh yang Menolak Penetapan UMK Jateng Tahun 2022

SEMARANG, KOMPAS.com - Serikat buruh di Jawa Tengah kembali bergerak menggeruduk kantor Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada Selasa (7/12/2021).

Mereka meminta Ganjar segera merevisi keputusan penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) Provinsi Jawa Tengah tahun 2022.

Para buruh dari berbagai daerah itu meminta agar UMK ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan wajib buruh di masa pandemi yakni di atas 10 persen.

Pantauan di lokasi, aksi unjuk rasa itu didominasi oleh para buruh perempuan dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSMI) KSPI Jawa Tengah.

Mereka membawa atribut demonstrasi berupa bendera, poster dan spanduk berisi tuntutan yang dilayangkan kepada pemerintah.

Lagu Indonesia Raya juga dinyanyikan kaum buruh dengan khidmat mengawali aksi unjuk rasa di depan kantor Ganjar Pranowo.

Orator aksi di atas mobil komando pun berteriak menyuarakan aspirasinya dengan menggunakan pengeras suara.

"Kami minta Gubernur Jawa Tengah agar mengambil kebijakan pengupahan yang pro sesuai kebutuhan riil kawan-kawan buruh di Jateng," tegas orator aksi.

Para buruh kecewa dengan pemerintah yang seolah menutup telinga terhadap aspirasi kaum buruh terkait rumusan pengupahan yang tak sesuai harapan.

Mereka berharap pemerintah mendengar apa yang selama ini disuarakan para buruh.

"Kami berharap Gubernur Jawa Tengah tidak hanya putih rambutnya, tapi pastinya juga putih untuk rakyat dan buruh yang ada di Jawa Tengah. Tunjukkan bahwa hatimu juga putih yang berpihak pada rakyat dan buruh," teriak dia.

Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah, Aulia Hakim menegaskan aksi demonstrasi buruh ini merupakan wujud penolakan terhadap penetapan UMK di Jawa Tengah.


"Kami sebut ini menghentikan mesin. Kami akan lakukan ini sampai dengan tanggal 10 Desember. Nanti akan bergilir dengan kawan-kawan federasi," ujar dia.

Pihaknya meminta Ganjar merevisi segera keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/39 Tahun 2021 tentang upah minimum pada 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.

"Karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dan turunan termasuk PP 36 Tahun 2021 tentang pengupahan yang digunakan oleh Gubernur Jawa Tengah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat," kata dia.

Untuk itu, pihaknya akan menempuh jalur hukum apabila pemerintah tidak menggubris tuntutan para buruh.

"Secara formil ini sudah cacat. Kami minta Pak Gubernur menerima usulan tambahan pada masa pandemi sekitar 10 persen ke atas. Bila tidak digubris maka patut diduga melakukan tindakan melawan hukum karena sudah inkonstitusional. Kami akan tempuh dua jalur, yakni jalur pidana dan PTUN. Kalau UU 1945 dilanggar apalagi hukum yang ada," kata dia.

Tak hanya itu, para buruh juga tidak sepakat dengan SE Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/0016770 tentang struktur dan skala upah diperusahaan tahun 2022.

"Struktur dan skala upah ini sudah diatur sejak dulu dan di Jawa Tengah menurut data di kami hanya 13 persen saja dari jumlah 23.000 lebih perusahaan. Kami khawatir justru struktur dan skala upah ini ke depan bisa jadi akan menghilangkan UMK, di mana SE ini bukan undang-undang dan hanya saran saja dan tidak mempuyai kekuatan hukum," tutur dia.

Dia menilai, SE Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/0016770 masih abu-abu karena tidak dicantumkan sanksi tegas.

"Sehingga kami sebut SE ini hanya pemanis saja dan pemerintah cuci tangan dan melepaskan tanggung jawab saja," tegas dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/07/175225878/kantor-ganjar-pranowo-digeruduk-buruh-yang-menolak-penetapan-umk-jateng

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke