Salin Artikel

Peringati Hari Maleo Sedunia, 24.970 Anakan Dilepasliarkan

Jumlah anakan (chick) maleo ini berasal dari 44.889 butir telur yang dipindahkan dari peneluran alami (nesting ground) ke hatchery (tempat penetasan) yang dibuat di lokasi yang sama untuk mengurangi ancaman predator.

Dalam daftar merah IUCN (The International Union for Conservation of Nature), sebuah lembaga menjadi rujukan status konservasi secara global, burung maleo berstatus endangered (terancam).

Status ini menunjukkan burung maleo tengah menghadapi risiko kepunahan di alam liar dalam waktu dekat.

Apalagi burung maleo merupakan burung endemik di Pulau Sulawesi dan pulau satelitnya yang perkembangbiakannya sangat bergantung kepada panas bumi (geothermal) dan hangatnya pasir pantai yang jauh dari ancaman.

Syarat habitat tersebut menjadikan tidak semua daerah di Sulawesi cocok ditinggai burung ini.

Misalnya di Gorontalo, peneluran maleo hanya ditemukan di Hungayono dan Pohulungo, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang masuk Kabupaten Bone Bolango.

Sebaran habitatnya yang terbatas ini membuat ruang hidup maleo sangat rentan terhadap gangguan, terutama alih fungsi lahan dan perburuan telur.

“Anakan maleo menetas pertama kali pada 21 November 2001, 20 tahun yang lalu,” kata Iwan Hunowu, Program Manajer Wildlife Conservation Society (WCS) Sulawesi, Minggu (21/11/2021).

Menetasnya telur maleo pertama pada program konservasi yang berkelanjutan ini yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Maleo Sedunia (World Maleo Day) oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pencanangan hari maleo pertama kali dilakukan di obyek wisata alam Lombongo, Kabupaten Bone Bolango, pada 21 November 2020.

“Saat itu kami memulai upaya konservasi satwa endemik ini secara terus-menerus,” kata Supriyanto, Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Data yang dikeluarkan oleh Balai TNBNW dan WCS menunjukkan upaya perlindungan ini mendapat hasil yang menggembirakan.

Terdapat empat lokasi nesting ground maleo di taman nasional ini, yaitu di Muara Pusian dan Tambun di wilayah Sulawesi Utara, dan di Hungayowo dan Polohungo yang masuk Provinsi Gorontalo.

Di Muara Pusian yang memiliki luas 2,4 hektar, program perlindungan dimulai sejak 2001 telah menghasilkan telur sebanyak 8.009 butir dengan anakan maleo yang telah dilepasliarkan sebanyak 3.689 ekor.

Di Tambun, Kawasan bersarang burung ini seluas 2,42 hektar dan pertama dikelola sejak tahun 2001 telah menghasilkan telur 10.577 butir dan mampu melepasliarkan anakan maleo sebanyak 6.066 ekor.

Di Hungayono yang merupakan kawasan nesting ground terbesar memiliki luas 8,4 hektar telah menghasilkan telur sebanyak 24.223 butir.

Di area yang dikelola sejak 2003 ini telah melepasliarkan maleo sebanyak 13.882 ekor.

Sementara di Pohulongo yang baru dikelola sejak 2017 memiliki luas 2,24 hektar telah menghasilkan 2.090 butir dan melepasliarkan anakan maleo sebanyak 1.333 ekor.

Peringatan hari maleo sedunia ini merupakan momentum bagi para pemangku kepentingan untuk bersama-sama melakukan upaya konservasi kolaboratif agar satwa ini tetap lestari dan memberi manfaat bagi manusia.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/21/101202178/peringati-hari-maleo-sedunia-24970-anakan-dilepasliarkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke