Salin Artikel

Potret Toleransi yang Tak Cuma Basa-basi dari Kampung 3 Agama di Jombang

Sejak masa anak-anak hingga memasuki remaja, gadis berusia 17 tahun itu merasa nyaman menjalani kehidupannya di tengah keragaman agama yang dianut tetangganya.

Setiyani adalah pemeluk agama Hindu. Bersama keluarganya, siswa SMA Negeri Ngoro itu tinggal Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Kampung tempat tinggalnya dihuni masyarakat yang memeluk agama Islam, Hindu dan Kristen. Mayoritas memeluk Islam, sebagian lagi pemeluk Hindu dan Kristen.

Tetangga kanan dan kirinya mayoritas memeluk Islam. Bahkan, 20 meter dari rumahnya terdapat mushala yang menjadi tempat ibadah umat Islam.

Meski demikian, Setiyani merasakan tak ada tetangga yang mengungkit masalah keyakinan yang diikutinya. Tidak ada pula yang menjauhinya karena berbeda agama.

"Tetangga saya ada yang Kristen ada yang Islam. Tapi enggak ada masalah, bisa saling kumpul meskipun beda (agama)," ujar Setiyani.

Ungkapan senada disampaikan Anggraini Sukowati (16), gadis pemeluk agama Hindu.

"Di sini kalau ada acara-acara (keagamaan), semua saling menghormati," ungkap siswi SMK Wijaya Ngoro ini.

Wilayahnya berada di sebelah selatan Kabupaten Jombang, berjarak sekitar 20 kilometer dari pusat kota.

Perkampungan penduduk ini dihuni 550 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk lebih dari 2.500 jiwa.

Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, lalu sebagian kecil menjadi pedagang, wiraswasta, maupun pegawai pemerintah.

Kepala Dusun Ngepeh Sungkono menuturkan, kerukunan antar umat beragama di kampungnya terjalin sejak lama.

Selama beberapa dekade, warganya selalu rukun meski berbeda keyakinan.

"Alhamdulillah, selama ini tidak pernah ada masalah. Sejak zaman nenek moyang, kami selalu rukun meskipun berbeda agama," tutur Sungkono saat ditemui di kediamannya.

Sikap toleran dan selalu menjaga kerukunan antar warga beda agama di Dusun Ngepeh, salah satunya tercermin dari sikap ketika masing-masing pemeluk agama merayakan hari besar sesuai ajaran agamanya.

Selain saling menghormati, warga setempat juga saling menjaga dan mendukung agar hajatan masing-masing pemeluk agama bisa terlaksana dengan baik.

"Sama-sama saling membantu. Malah kemarin itu ada kegiatan takbiran dari umat Islam, waktu itu ada doorprize dan yang dapat malah umat agama lain. Itulah keanekaragaman yang ada di Dusun Ngepeh ini," ungkap Sungkono.

Saat mengetahui ada penduduk yang meninggal dunia, warga secara spontan membantu prosesi pemakaman, tanpa mengabaikan prosesi perawatan jenazah yang diyakini pemeluk agama masing-masing.

"Kalau ada yang meninggal, semua ikut membantu, tidak membeda-bedakan. Sudah jadi kebiasaan, kalau ada orang kristen meninggal, orang Islam yang menggali makam. Demikian pula sebaliknya," kata Sungkono.

Menurut Pendeta Sulaiman, tokoh pemeluk agama Kristen Dusun Ngepeh, toleransi antar umat beragama di Dusun Ngepeh bukan sekadar slogan maupun kata-kata.

Dalam hal ada warga meninggal dunia, tutur Sulaiman, mayoritas penduduk ikut berpartisipasi dalam pemakaman, meski orang yang meninggal dunia memiliki agama atau keyakinan yang berbeda.

"Kalau ada orang meninggal, bisa dikatakan 95 persen warga disini datang untuk melayat. Kemudian waktu kegiatan masing-masing agama, mereka tidak mau mengusik satu sama lain. Sama-sama saling menghormati," tutur Sulaiman.

Penyataan senada disampaikan Wijiono, pemeluk agama Hindu sekaligus pengurus Pura di Dusun Ngepeh. Menurut dia, bentuk kerukunan yang terus berlangsung hingga kini, tidak hanya pada hubungan keseharian antar tetangga.

"Toleransi dan kerukunan umat beragama di sini sangat baik. Terutama ketika ada warga yang meninggal, baik itu Muslim, Hindu atau Kristen, semua umat bisa melayat," ungkap dia.

Ahmad Suwignyo, pemeluk agama Islam menuturkan, perbedaan agama yang dianut warga Dusun Ngepeh, tidak menjadi penghalang hubungan antar keluarga maupun tetangga.

Sikap saling guyub dan rukun, saling toleran hingga saling dukung kepada masing-masing pemeluk agama, sudah menjadi sikap yang mendarah daging di kalangan warga Dusun Ngepeh.

"Ada tiga komunitas agama, selama ini gak ada masalah apa-apa. Di sini tetap kondusif, aman. Saling menghormati satu sama lain, saling mendukung," ungkap bapak empat anak ini.

Laki-laki yang juga pengurus Mushalla Nurul Ula di sebelah rumahnya ini mengatakan, toleransi antar umat beragama di Dusun Ngepeh, terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satunya, saat menyikapi adanya kabar duka.

Tanpa memandang agama dari penduduk yang meninggal dunia, pengumuman atau kabar duka di kampung tersebut dilakukan melalui pengeras suara di Mushalla.

"Kalau ada yang meninggal dunia, siapa pun itu, pengumuman juga dilakukan di Mushalla. Kebetulan pengeras suara di Mushalla ini ada di tengah-tengah perkampungan," ujar Suwignyo.

Potret kerukunan dan toleransi yang tersaji di Dusun Ngepeh tidak hanya pada perilaku masyarakat dalam kehidupan kesehariannya.

Satu lahan pemakaman untuk 3 pemeluk agama juga ada di kampung ini. Kompleks makam untuk penduduk Dusun Ngepeh, berada di sebelah timur wilayah dusun.

https://regional.kompas.com/read/2021/11/21/073353178/potret-toleransi-yang-tak-cuma-basa-basi-dari-kampung-3-agama-di-jombang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke