Salin Artikel

Jerat Pinjol, "Racun" di Tengah Impitan Ekonomi dan Konsumerisme

KOMPAS.com - Bak jamur di musim hujan, aplikasi pinjaman online (pinjol) semakin banyak ditemukan di media sosial.

Menurut praktisi hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Yuniarti, bisnis pinjol mulai marak sejak 2015.

Saat itu, pinjol dianggap sebuah terobosan untuk menjawab rumitnya proses peminjaman atau pembiayaan di bank.

"Namun, perlu digarisbawahi, jika semakin simpel suatu proses yang diterapkan pada jasa keuangan maka risiko yang ditanggung semakin besar. Nah, untuk menggantikan risiko tersebut, mereka menerapkan bunga yang tinggi pada para debitur," kata Yuniarti kepada Kompas.com, Minggu (17/10/2021).

Untuk itu, menurut Yuniarti, masyarakat harus lebih jeli dan cerdas ketika akan memutuskan meminjam uang di aplikasi pinjol.

Salah satunya soal kemampuan mengembalikan utang tersebut dan pertimbangan soal bunga pinjaman.

"Warga harus lebih hati-hati dan lebih selektif dalam memilih pelaku usaha yang menawarkan jasa peminjaman, jangan mudah tergiur dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan," katanya.

"Masyarakat juga harus lebih hati-hati dalam membaca klausul perjanjian yang ditawarkan," tambahnya.

Sementara itu, sosiolog Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Rezza Akbar menjelaskan, faktor kemudahan dalam proses peminjaman diakui atau tidak menjadi daya tarik bagi warga.

Selain itu, maraknya pinjol juga bisa diartikan sebagai potret kehidupan ekonomi masyarakat menengah ke bawah saat ini.

"Dengan dalih dan statistik apa pun yang dihadirkan oleh pemerintah terkait ekonomi saat ini, hal ini tidak bisa menutupi kenyataan bahwa kehidupan sedang sulit," kata Rezza, Minggu.

"Keterdesakan masyarakat karena diimpit kebutuhan hidup membuat mereka terjepit. Pada akhirnya pinjaman online sebagai solusi jalan pintas yang cepat," tegasnya.

Selain keterdesakan ekonomi, Rezza juga melihat bahwa maraknya pinjol ini juga semakin subur di tengah budaya konsumerisme.


Rezza berpendapat, dalam hal ini dan mencegah adanya korban-korban jeratan pinjol di masa depan, negara harus segera hadir.

"Jika negara peduli maka negara bisa melakukan tindakan berdasarkan kewenangan yang melekat kepadanya dengan cara menetapkan bahwa semua pinjaman online terlarang dan ilegal. Sehingga, kemudian ada ancaman hukuman yang berlaku secara ketat dan nyata pada pelaku bisnis pinjaman online tersebut," tegasnya.

"Tidak ada cara lain selain masyarakat menyadari dua hal, yaitu pertama, menyadari bahwa pinjaman online adalah 'racun' dan dalam keadaan apa pun harus berupaya menghindarinya," katanya.

"Kedua, pinjaman online memanfaatkan hasrat keduniawian serta pola hidup yang materialistik dan konsumtif. Karena itu, hilangkan karakter-karakter demikian dalam diri kita maka kita akan terbebas dari ilusi bahwa pinjaman online merupakan solusi untuk kita dapat eksis secara sosial," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/10/18/061600078/jerat-pinjol-racun-di-tengah-impitan-ekonomi-dan-konsumerisme

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke