Salin Artikel

Air Mata Maimunah, Rawat 2 Anak Balita Tanpa Suami, Salah Satunya Alami Kelainan Anus

Bagaimana tidak, dirinya harus berjuang agar Dilan tumbuh normal seperti bayi lainnya. Maimunah juga masih harus merawat sang kakak yang masih berusia lima tahun.

Namun, kenyataannya, Dilan mengalami gangguan pada pembuangan alaminya hingga harus menggunakan anus buatan.

Apalagi kondisi Dilan yang tidak normal itu dia ketahui ketika sudah terlambat.

"Dokter juga sempat bilang, andai sejak awal (sejak bayi) Dilan dibawa ke rumah sakit dan mendapat penanganan medis, mungkin ceritanya tidak seperti sekarang," kata Maimunah sambil menitikkan air mata di rumah orangtuanya di Desa Yosowilangun, Manyar, Gresik, Rabu (6/10/2021).

Maemunah pada awalnya tidak mengetahui jika kondisi putranya keduanya tidak normal.

"Kami awalnya tidak ada yang tahu, karena sejak saya lahirkan, Dilan itu terlihat seperti kakaknya, normal biasa saja seperti bayi pada umumnya," ujar Maimunah.

Dia lama-lama menyadari bahwa Dilan mengeluarkan feses yang jumlahnya tidak sebanding dengan makanan yang dia makan setiap hari.

"Saya mengira wajar, karena saat itu Dilan hanya mengonsumsi ASI. Tidak pernah rewel juga. Namun ketika Dilan berusia sekitar tujuh bulan, saya dan keluarga mulai menyadari ketidakwajaran itu karena Dilan sudah mulai makan bubur dan minum air putih," kata Maimunah.

Melihat perangai anaknya yang tidak lazim, Maimunah lantas membawa Dilan ke Puskesmas terdekat untuk memeriksa kondisinya.

Oleh pihak Puskesmas, Dilan dirujuk ke salah satu rumah sakit swasta yang ada di Kabupaten Gresik.

Karena peralatan medis yang terbatas, Dilan akhirnya disarankan untuk menjalani perawatan dan tindakan medis di RSUD dr Soetomo Surabaya.

"Ini sudah tindakan operasi yang pertama di Rumah Sakit dr. Soetomo, kemarin berbarengan pas lagi ramai-ramainya Covid-19. Pakai BPJS milik ayahnya," kata Maimunah.

Diperlukan pembuatan lubang pada dinding perut untuk mengeluarkan feses atau tinja, sehingga tidak dikeluarkan melalui anus.

Prosedur ini hanya dilakukan oleh dokter bedah yang terlatih khusus, untuk mengerjakan operasi saluran pencernaan.

"Entah penyakit apa yang dialami oleh Dilan, cuma dokter kemarin itu bilang ada gangguan di penghubung antara usus besar dan anus Dilan," kata Maimunah.

Selanjutnya, kata Maimunah, masih ada tindakan operasi minimal dua kali lagi untuk mengembalikan kondisi Dilan sebagaimana lazimnya.

"Kemarin setelah operasi itu memang diberitahu oleh dokter, bila masih ada dua tindakan lagi yang harus dilakukan. Sementara ini, stoma dulu dengan memberikan kantong plastik di bagian perut Dilan," kata Maimunah.

Dia juga disarankan untuk membeli kantong plastik biasa yang tersedia di toko-toko plastik, sebagai kantong kantong penampung feses Dilan.

Lantaran kantong plastik yang semestinya, harganya cukup mahal.

"Dokternya juga menyarankan, supaya pakai kantong plastik biasa saja. Sebab kalau beli online itu harga mahal," ucap Maimunah.

Maimunah mengaku, keseharian Dilan selama ini juga tidak rewel meski dengan kondisi yang dialaminya.

Namun kini seiring bertambahnya usia dan tumbuh kembang Dilan, Maimunah merasa khawatir dengan perilaku sang anak dengan kondisi yang dialami.

"Ini tambah besar itu, kadang tiba-tiba kalau melihat kantong plastiknya terisi (feses) itu dicabut, dilepas. Itu yang kadang bikin saya khawatir, takut terkena stoma yang dibuat. Makanya saya dampingi terus," ujar Maimunah.

Cobaan kembali datang kepada kepada Maemunah karena sang suami meninggal dunia dua bulan setelah Dilan dioperasi yang pertama.

"Tidak lama setelah pulang dan sempat menunggu Dilan di rumah sakit, menantu saya meninggal dunia karena sakit lambung. Mungkin penyakit itu sudah lama, hanya saja tidak dirasakan dan dikira masuk angin biasa," tutur ibu dari Maimunah, Rofiah (56).

Dengan demikian, pengobatan Dilan tidak lagi bisa mengandalkan BPJS milik ayahnya yang telah tiada.

Oleh kerabat dan tetangga, Maimunah disarankan untuk mengurus Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN KIS).


Dengan memiliki KIS, Maimunah akan mendapat pelayanan kesehatan secara gratis, lantaran semua biaya pelayanan kesehatan sudah ditanggung oleh pemerintah.

"Sudah ngurus kemarin, tapi belum jadi. Mungkin masih sibuk melayani orang yang kena corona (Covid-19). Kemarin masih sempat kontrol (periksa) sekali setelah operasi, tapi saat itu menantu saya belum meninggal dunia, jadi masih pakai BPJS milik ayahnya," kata Rofiah.

Kini Maimunah hidup bergantung dari sisa pesangon suaminya. Sebab, Maimunah tidak bekerja.

Padahal dia harus merawat Dilan dan sang kakak yang masih berusia lima tahun.

"Saat ini, saya, juga Maimunah dan anak-anaknya makan dari sisa uang pesangon suami saya yang belum lama ini pensiun jadi satpam. Dari situ dikit-dikit kami makan bersama, sebab Maimunah sendiri juga tidak bekerja," tutur Rofiah.

Beruntung Rofiah dan Maimunah banyak dibantu oleh keluarga dan tetangga yang peduli dengan nasib Dilan.

Beberapa yayasan kemanusiaan yang ada di Gresik pun sempat memberikan sumbangan berupa popok bayi untuk keseharian Dilan.

"Kemarin (belum lama ini), juga ada yang mengaku dari sebuah yayasan dan memberikan popok untuk Dilan. Alhamdulillah sangat membantu, sebab kami ini buat makan saja sudah sulit apalagi untuk beli popok," kata Rofiah.

Dalam beberapa kesempatan, Rofiah menyebut Maimunah sempat dipanggil ke balai desa setempat untuk diberi sumbangan.

(KOMPAS.com/Penulis : Kontributor Gresik, Hamzah Arfah)

https://regional.kompas.com/read/2021/10/07/134051578/air-mata-maimunah-rawat-2-anak-balita-tanpa-suami-salah-satunya-alami

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke