Salin Artikel

3 Perwakilan Telah Diundang Presiden, Mengapa Peternak Blitar Tetap Lakukan Aksi Protes?

Padahal, belum genap dua pekan lalu atau pada Rabu (15/9/2021), tiga orang perwakilan peternak diundang ke Istana Kepresidenan untuk berdiskusi dengan Presiden Joko Widodo.

Tak terkait pertemuan peternak dan Jokowi

Koordinator aksi Yesi Yuni mengatakan, aksi keprihatinan yang akan digelar peternak ayam petelur di Blitar tidak ada kaitannya dengan pertemuan perwakilan peternak dengan Jokowi.

Menurut Yesi, peternak ayam petelur mengapresiasi respons Jokowi dengan janji menyediakan jagung sebanyak 30.000 ton dengan harga Rp 4.500 per kilogram.

"Tapi aksi ini tidak ada kaitannya dengan harga jagung," ujar Yesi saat dihubungi Kompas.com melalui saluran telepon, Selasa (28/9/2021).

Yesi membenarkan harga jagung sudah mulai turun di kisaran Rp 5.200 - Rp 5.300 per kilogram selama sepekan terakhir berkat pengiriman 1.000 ton jagung seharga Rp 4.500 per kilogram ke sejumlah sentra peternak termasuk Blitar.

Dia juga mengakui, harga telur mulai merangkak naik dari harga terendah Rp 12.000 menjadi Rp 16.000 per kilogram di tingkat peternak.

Namun, ujarnya, peternak rakyat masih dihadapkan pada persoalan-persoalan yang lebih mendasar terkait tata kelola perniagaan yang jika tidak dibenahi pemerintah maka persoalan yang sama akan berulang.

"Kami minta Presiden menerbitkan Perpres intinya memberikan perlindungan pada kami peternak rakyat, menyediakan ruang yang baik bagi peternak rakyat untuk berusaha," ujarnya.


Yesi mengakui, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengatur harga jagung dan harga telur yang wajar melalui Permendag.

Di dalamnya, harga jagung dipatok di kisaran harga Rp 4.000 - Rp 4.500 per kilogram dan harga telur Rp 19.000 - Rp 21.000 per kilogram.

Namun, bagi peternak ketetapan dalam pemerintah melalui Permendag terbukti tidak memiliki kekuatan yang memadai.

Imbasnya,  harga jagung dan telur bisa naik dan turun dengan rentang yang cukup tinggi.

"Sebenarnya terutama harga telur. Kalau pas jatuh seperti di tengah PPKM lalu bisa hanya Rp 12.000 per kilogram. Terpaut Rp 8.000-an dengan Permendag," ujarnya.

Karena itu, tambahnya, peternak menuntut adanya Perpres tersebut dengan harapan memiliki kekuatan hukum yang lebih besar.

Tolak integrator budidaya ayam

Salah satu tuntutan peternak adalah meminta pemerintah menyerahkan sepenuhnya budidaya ayam, termasuk ayam petelur ke peternak rakyat.

Menurut Yesi, selama ini perusahaan integrator, perusahaan pakan peternak dan bibit ayam (DOC), masuk ke ladang pembudidayaan ayam hingga memroduksi telur.

Dengan modal besar dan penguasaan alat produksi dari hulu hingga hilir, jelasnya, perusahaan integrator mampu menekan biaya produksi menjadi sangat rendah.

Pada akhirnya, hal ini membuat peternak rakyat dihadapkan pada persaingan dengan perusahaan integrator yang tidak mungkin dimenangkan oleh peternak rakyat.

"Padahal kami peternak rakyat ini sudah memiliki ketergantungan ke perusahaan integrator yang menyediakan pakan konsentrat dan DOC," ujarnya.

Menurut Yesi, sebenarnya sudah ada peraturan menteri pertanian yang membatasi masuknya integrator ke ranah pembudidayaan dan produksi telur hanya 2 persen saja.

Namun, peternak meyakini batasan itu telah lama dilanggar, perusahaan integrator memroduksi telur dalam jumlah yang sangat signifikan hingga memengaruhi harga telur di pasaran.

"Kami menuntut pemerintah memberikan hak bagi peternak rakyat untuk dapat hidup dan berusaha," ujarnya, sembari menambahkan bahwa tanpa perlindungan maka peternak rakyat akan habis tergulung persaingan.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/28/084659678/3-perwakilan-telah-diundang-presiden-mengapa-peternak-blitar-tetap-lakukan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke