Salin Artikel

"Mau Buat Tembok Pagar sampai ke Langit Silakan, tapi Jangan di Atas Jalan Masyarakat"

Protes itu ditujukan kepada pihak rumah sakit ibu dan anak milik swasta, yang membangun tembok pagar setinggi lebih kurang dua meter.

Warga menuntut tembok itu dibongkar.

Pasalnya, pembangunan tembok dianggap menyebabkan penyempitan jalan setapak sebagai akses ke permukiman warga.

"Kami tidak mempermasalahkan rumah sakit bangun tembok, tapi jangan dibangun di atas jalan. Dulu jalan ini ada irigasinya, sekarang sudah ditutup dengan pembangunan tembok itu," kata Ruslan (68), warga yang melakukan protes saat diwawancarai Kompas.com, Minggu.

Akses ke rumah warga diklaim sudah ada sejak dulu

Ia menjelaskan, akses ke rumah warga itu sudah dibangun sejak dulu, dengan lebar 2,5 meter.

Setelah itu, dilakukan pelebaran jalan satu meter menggunakan uang pemerintah. Jadi, lebar jalan 3,5 meter.

Namun, pihak rumah sakit mendirikan tembok sepanjang lebih kurang 80 meter. Warga memprotes pembangunan tembok karena memakan badan jalan.

"Sekarang jalan di bagian depan lebarnya tinggal sekitar 2,5 meter. Tapi, ke belakang makin mengecil hingga lebarnya sekitar 2 meter gara-gara tembok itu. Kami sangat terganggu saat keluar masuk," sebut Ruslan.

Dia mengatakan, warga tidak mempermasalahkan soal tinggi tembok. Yang menjadi persoalan ialah karena tembok dibangun di atas jalan.

"Mau buat tembok pagar sampai ke langit silakan, tapi jangan di atas jalan masyarakat," tandas dia.

Pembangunan tembok pagar yang memakan badan jalan membuat warga resah.

"Bisa bapak lihat sendiri bangunan temboknya di atas jalan," ujar Wahyudin kepada Kompas.com.

Selain tembok pagar memakan badan jalan, Wahyudin mengaku warganya juga mengeluhkan soal bau limbah dari rumah sakit tiga lantai itu.

"Rupanya sudah banyak mengeluhkan limbah (rumah sakit) itu bau sekali. Tapi, itu dulu. Setelah dibangun tembok pagar, tak ada lagi bau limbah," tambah Wahyudin.

Mediasi tanpa hasil

Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Tanjung Berulak, Merizon Basri, yang ikut melakukan protes ke rumah sakit mengatakan, pembangunan tembok itu sudah menjadi keresahan masyarakat setempat.

Menurutnya, aksi protes yang dilakukan adalah buntut tidak adanya penyelesaian masalah pembangunan tembok pagar yang memakan badan jalan itu.

Padahal, kata Merizon, sebelum tembok itu dibangun, warga sudah menggelar pertemuan dengan pihak rumah sakit, tetapi akhirnya tembok tetap saja dibangun.

"Sebelumnya sudah dilakukan mediasi oleh pihak Camat, Kapolsek, tapi tak ada hasil. Tuntutan warga cuma satu, yaitu tembok pagar yang dibangun rumah sakit harus digeser 50 sentimeter. Karena bangunan tembok yang sekarang ini mengganggu aktivitas masyarakat," kata Merizon saat diwawancarai Kompas.com.

Selain itu, dirinya juga menyinggung soal penambahan bangunan rumah sakit, yang berada tepi jalan lintas Sumatera tersebut.

Menurut Merizon, bangunan itu didirikan tidak sesuai dengan aturan. Buktinya bangunan terbengkalai itu telah disegel oleh pihak Satpol PP.

"Nah, artinya dalam hal ini pihak kecamatan hanya membiarkan persoalan ini dan seolah-olah tidak tahu dengan keresahan masyarakat," ujar Merizon.

Soal tembok pagar yang tadi, sambung Merizon, alasan pihak rumah sakit membangun pagar itu untuk meningkatkan akreditasi.

"Kami akan terus memperjuangkan hak kami atas jalan ini. Karena tembok pagar ini sudah melanggar Perda (Peraturan Daerah) Nomor 4 Tahun 2014 tentang pembangunan gedung. Jadi, kalau masalah ini tak juga selesai, kami akan perjuangankan sampai ke mana pun," kata Merizon.

Rumah Suryati berjarak sekitar dua meter dari sebelah kanan rumah sakit dan berbatasan dengan pagar tembok.

"Yang saya keluhkan itu, sampah sering dilempar ke pekarangan rumah saya dari lantai tiga rumah sakit. Ada pampers, botol minuman, dan lainnya. Jadi, ya terpaksa saya bersihkan sendiri," ucap Suryati saat diwawancarai Kompas.com, Minggu.

Selain itu, Suryati mengaku kerap mencium bau amis dan busuk dari rumah sakit itu.

"Kalau mereka membersihkan darah habis operasi, itu baunya amis dan busuk. Karena air bekas cuci darah itu mengalir ke arah belakang rumah saya. Kadang ada juga sesekali bau obat busuk," papar dia.

Menurut Suryati, dia telah menyampaikan uneg-unegnya pada pengelola rumah sakit.

"Keluhan sudah saya sampai ke mereka (pihak rumah sakit), tapi tak ditanggapi. Mereka malah suruh jangan buka pintu yang menghadap rumah sakit," kata Suryati.

Klarifikasi rumah sakit

Andri Setiawan, selaku direktur rumah sakit ibu dan anak tersebut, memberikan klarifikasi tudingan warga saat dikonfirmasi Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu.

Ia mengatakan, warga yang melakukan aksi protes pembangunan tembok pagar itu hanya sekelompok pemuda.

"Saya klarifikasi sebenarnya bukan warga, ya tapi beberapa pemuda. Mereka mungkin kurang senang dengan pembangunan pagar rumah sakit yang menganggap memakan badan jalan desa," ucap Andri.

Menurutnya, persoalan ini sudah lama terjadi. Pembangunan pagar tembok itu berada di tanah rumah sakit berdasarkan sertifikat.

Bahkan, Andri mengeklaim, pihaknya yang menghibahkan tanah untuk pelebaran jalan desa sekitar satu meter.

"Bukan kita mengambil, justru rumah sakit yang mendonasikan tanah untuk jalan. Bahkan, kami menemukan lagi bukti yang lebih kuat (sertifikat) tahun 1988. Dari penjual tanah ini dulu luasnya 25 meter dan kita beli tahun 2005," kata Andri.

"Si penjual bilang satu meter tanah didonasikan untuk jalan desa, jadi dijual 24 meter. Jadi dokumen di kami itu 24 meter. Tapi, kami memagarnya hanya sekitar 23 meter," lanjut dia.

Kemudian, terkait keluhan warga bau limbah, Andri menyebut tuduhan itu adalah fitnah.

Menurutnya, ada pihak yang memfitnah agar rumah sakit ditutup dan bangkrut.

"Yang benar itu, dinas DLH (Dinas Lingkungan Hidup) sudah memeriksa limbah rumah sakit. Yang pertama, rumah sakit punya izin pengelolaan limbah, terus pembuangannya kita bekerja sama dengan pihak ketiga. Tidak ada bau sebenarnya. Karena setelah dicek pihak DLH, ternyata septic tank warga ada dua dan meluber ke mana-mana. Jadi, bisa disimpulkan baunya dari mana," ujar Andri.

Ia menambahkan, dua pekan yang lalu DLH menyatakan bahwa rumah sakit ibu dan anak tersebut tidak melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan warga.

"Yang jelas izin dan limbah rumah sakit, kita ikuti aturan dari pemerintah, dan kami tidak ingin mencari masalah dengan masyarakat. Justru dengan rumah sakit ini kita ingin menolong masyarakat," kata Andri.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/27/060000678/mau-buat-tembok-pagar-sampai-ke-langit-silakan-tapi-jangan-di-atas-jalan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke