Salin Artikel

Peternak Ragukan Klaim Kementan soal Stok Jagung 2,3 Juta Ton, Mengapa?

Bagi kalangan peternak unggas, khususnya ayam petelur, jika klaim stok itu benar maka harga jagung tidak akan melonjak hingga di atas Rp 6.000 per kilogram.

Wakil Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Suryono mengatakan, klaim ketersediaan stok jagung nasional sebanyak 2,3 juta ton tidak didukung bukti nyata di lapangan.

"Kalau stok itu memang ada sejumlah itu, tidak masuk akal harga jagung sampai meningkat mahal lebih dari Rp 6.000 per kilogram," ujarnya dihubungi Kompas.com, Kamis (23/9/2021).

Fakta di lapangan, ujarnya, harga jagung mahal dan sempat terjadi kelangkaan.

Pengiriman jagung bantuan dari Kementan melalui Dirjen Tanaman Pangan sebanyak 1.000 ton yang sedang berlangsung, ujarnya, juga memunculkan bukti lemahnya klaim tersebut.

Dari 1.000 ton itu, peternak ayam petelur di Kabupaten Blitar mendapatkan jatah sebanyak 350 ton yang dikirim ke Koperasi PUTERA, koperasi peternak ayam petelur rakyat.

Menurut Suryono, sebanyak 190 ton jagung yang sudah diterima Koperasi PUTERA berasal dari beberapa gudang di daerah yang berbeda-beda pula, antara lain, Tuban, Gresik, dan Lamongan.

Bahkan, peternak ayam penerima bantuan jagung seharga Rp 4.500 per kilogram itu ada yang melaporkan adanya jagung yang tingkat kekeringannya masih rendah.

Hal itu, jelasnya, mengindikasikan bahwa pihak pemasok yang ditunjuk Kementan bahkan harus mengambil juga jagung dari petani.

"Kalau memang stok jagung jutaan ton, kenapa untuk menyediakan jagung ratusan ton saja harus mengambil dari banyak tempat," ujarnya.

"Jagung yang diberikan untuk Pak Suroto kalau tidak salah dari Pekalongan," ujarnya.

Suryono sependapat dengan Kementerian Perdagangan yang menyatakan kesulitan jika harus melakukan pengadaan jagung sebanyak 7.000 ton.

"Kemendag pasti juga sudah melakukan survei di lapangan dan mendapati fakta kelangkaan jagung," ujarnya.

Data luasan lahan jagung 

Dihubungi terpisah, Ketua Koperasi PUTERA, Sukarman, menyampaikan keraguan serupa terkait klaim stok jagung oleh Kementan.

Menurut Sukarman, angka stok 2,3 juta ton yang diajukan Kementan berasal dari kalkulasi data luasan lahan jagung yang tidak valid.

Sukarman mengatakan, Kementan harus melakukan pembaruan data luasan lahan jagung.

"Dan untuk jangka panjang harus ada program menambah luasan lahan jagung khususnya di luar Pulau Jawa. Ini jika hendak swasembada jagung," ujarnya.

Sementara itu, Suryono menambahkan bahwa lahan jagung di Pulau Jawa sudah sulit diharapkan penambahannya.

Menurutnya, yang terjadi justru sebaliknya yaitu adanya penyusutan lahan jagung akibat konversi ke tanaman lain.

"Contohnya di Kabupaten Blitar, terutama di kawasan selatan yang terdapat lahan pertanian tadah hujan yang sangat luas. Dulu ditanami jagung tapi sejak beberapa tahun terakhir sekitar 70 persennya berganti ke tanaman tebu," jelasnya.


Kalau pun ada yang masih menanam jagung, tambahnya, banyak yang sudah menjalin kemitraan dengan pabrik pakan ternak sehingga hasil panen tidak mengalir ke pasaran.

Terkait dengan klaim Kementan, Suryono menduga angka stok jagung itu didasarkan pada data luasan lahan pertanian dalam program tanaman pangan termasuk jagung yang ada di Dirjen Tanaman Pangan.

"Kementan sepertinya menghitung dari data petani atau kelompok tani yang menjadi sasaran bantuan dan subsidi dalam program tanaman pangan. Validitas datanya lemah karena subsidi pupuk untuk tanaman jagung belum tentu digunakan untuk tanaman jagung," ujarnya.

Permainan spekulan

Kelangkaan dan mahalnya jagung di pasaran, menurut Suryono, diduga karena adanya campur tangan spekulan.

Para spekulan, jelasnya, bekerja dengan modus klasik yaitu membeli jagung sebanyak mungkin dari petani pada musim panen raya dengan harga murah.

Dengan dukungan finansial yang kuat, ujarnya, spekulan mampu menyimpan jagung untuk waktu yang lama sehingga memiliki keleluasaan memainkan harga pasaran.

"Apakah para spekulan ini pelakunya beririsan dengan pabrik pakan atau pun integrator kami tidak tahu. Tapi kalau ada kemitraan dalam hal pasokan jagung sangat mungkin," ujarnya.

Suryono maupun Sukarman meminta pemerintah mengambil kebijakan yang konstruktif guna mengatasi masalah jagung bagi peternak yang terus berulang.

"Bulog seharusnya dapat berperan penting dalam menjamin adanya buffer stock jagung untuk menangkal permainan harga oleh spekulan pasar,"  ujar Suryono.

Ketika panen raya jagung, ujarnya, Bulog menyerap hasil panen petani dengan harga wajar.

Namun, Bulog tidak akan dapat bekerja jika tidak ada penugasan dari pemerintah.

Harga jagung menjadi perhatian Presiden Jokowi setelah insiden peternak bernama Suroto membentangkan poster ke arahnya saat berkunjung ke Kota Blitar pada 7 September lalu.

Suroto membentangkan poster bertuliskan "Pak Jokowi Tolong Bantu Peternak Beli Jagung dengan Harga Wajar. Telur Murah".

Akibat aksinya, Suroto digelandang ke Kantor Polres Blitar untuk diperiksa. Sepekan kemudian, Suroto bersama Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Rofi Yasifun dan Sukarman diundang Jokowi ke Istana Kepresidenan Rabu (15/9/2021).

Mereka mewakili peternak ayam petelur Blitar dengan kepemilikan ayam di bawah 20.000 ekor yang dikategorikan sebagai peternak kecil atau peternak rakyat.

Sementara, Kabupaten Blitar sendiri merupakan pemasok telur terbesar di tingkat nasional dengan produktivitas antara 1.000 hingga 1.200 ton telur per hari dan kebutuhan jagung per hari antara 1.000 hingga 1.500 ton.

Terdapat lebih dari 5.000 peternak di Blitar dengan total populasi ayam antara 20 hingga 25 juta ekor, meskipun data BPS menyebutkan bahwa total peternak ayam petelur di Blitar hanya 4.300 orang.

Dari jumlah itu, sekitar 80 persen tergolong sebagai peternak rakyat dengan kepemilikan ayam di bawah 20.000 ekor.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/23/170043978/peternak-ragukan-klaim-kementan-soal-stok-jagung-23-juta-ton-mengapa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke