Salin Artikel

Ditemukan di Dekat Permukiman Warga, Seekor Sanca Batik Berukuran Raksasa Dilepasliarkan ke Habitatnya

PEKANBARU, KOMPAS.com - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau melepasliarkan seekor ular raksasa jenis sanca batik.

Pelaksana harian (Plh) BBKSDA Riau Hartono mengatakan, ular sanca tersebut dilepaskan ke habitatnya yang jauh dari permukiman penduduk.

"Ular sanca ini dilepasliarkan setelah kita terima dari warga. Panjang ular ini sekitar 9 meter, yang berusia lebih kurang 30 tahun dan beratnya 120 kilogram," kata Hartono dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (22/9/2021).

Untuk melepasliarkan ular itu, sambung dia, tim BBKSDA Riau harus menempuh perjalanan masuk ke dalam kawasan hutan.

Berjalan kaki menyusuri sungai dan perbukitan sekitar satu jam. Ular dibawa dengan ditandu dan dimasukkan ke dalam karung besar.

Meski hujan deras mengguyur, tidak menyurutkan tim mengantarkan ular kembali ke alam liarnya.

Ditemukan warga setempat

Dijelaskan Hartono, ular tersebut awalnya ditangkap seorang pecinta reptil bernama Amar, warga Kota Pekanbaru.

Ular ini ditangkap beberapa hari lalu di salah satu lahan yang akan ditanam sawit di Desa Sungai Buluh, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan Riau.

"Ular sanca ini ditemukan di perkebunan yang akan diolah. Jika tidak diselamatkan, ular akan dibunuh oleh warga, karena warga ketakutan mengingat ukurannya yang sangat besar," kata Hartono.

Hartono menjelaskan, bahwa Amar dan keluarganya telah mendapatkan kabar sebelumnya, kalau ada ular di perkebunan warga.

Kemudian, Amar berinisiatif untuk memindahkan ular ke alamnya, jauh dari keramaian penduduk.

"Amar bersama saudaranya yang pecinta reptil itu, segera melakukan penyelamatan. Lalu, ular diserahkan dan diterima BBKSDA Riau untuk segera dilepasliarkan di habitatnya, yaitu kawasan konservasi yang jauh dari pemukiman penduduk," ujar Hartono. 


Dapat mungkin terancam punah

Sementara itu, Plh Kepala Bidang BBKSDA Riau Wilayah II, MB Hutajulu menjelaskan, ular sanca batik adalah salah satu satwa dengan status kategori tidak dilindungi.

Namun, dalam Convention on International Trades on Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) atau perjanjian internasional yang fokus pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar, jenis ular ini masuk dalam kategori appendiks II.

"CITES adalah satu-satunya perjanjian global yang fokus pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar terancam dari perdagangan yang menyebabkan spesimen tumbuhan dan satwa liar tersebut terancam. Artinya satwa ini spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan," kata Hutajulu.

Lebih lanjut, disampaikan Hatajulu, aturan tersebut berupa adanya pembatasan kuota tangkap atau ambil yang tidak dilindungi, yang masuk dalam appendik CITES ataupun non appendiks CITES.

Adapun, dasar dalam penetapan kuota tersebut, berdasarkan Kepmenhut Nomor 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan satwa liar.

"Kuota ini ditetapkan oleh Dirjen KSDAE setiap tahunnya berdasarkan rekomendasi dari LIPI dan berlaku untuk satu tahun," imbuh Hutajulu.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/22/113846178/ditemukan-di-dekat-permukiman-warga-seekor-sanca-batik-berukuran-raksasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke