Salin Artikel

Asosiasi Petani Jatim Tolak Opsi Impor untuk Atasi Mahalnya Jagung bagi Peternak

Ketua KTNA Jawa Timur Sumrambah mengatakan, sebenarnya produksi jagung nasional telah cukup untuk memasok kebutuhan peternak termasuk peternak ayam petelur.

Karenanya, pria yang juga menjabat Wakil Bupati Jombang itu mengatakan, opsi impor seharusnya dikesampingkan pemerintah karena akan semakin merugikan kaum petani.

"Jagung produksi dalam negeri sebenarnya sudah cukup. Kalau pun ada kekurangan tidak signifikan. Lahan pertanian untuk jagung juga masih bisa diperluas," ujarnya saat ditemui Kompas.com pada sebuah pertemuan KTNA di Blitar, Sabtu sore (18/9/2021).

Menurut Sumrambah, mengambil opsi impor jagung dan memaksa harga jagung di angka Rp 4.500 per kilogram seperti ketetapan Kementerian Perdagangan akan melukai rasa keadilan di kalangan kaum petani.

Padahal, lanjutnya, jumlah petani di Indonesia ini sekitar 60 persen dari total warga negara.

"Hari ini harga jagung tinggi dan petani beruntung. Itu pun kebanyakan sudah tidak punya jagung. Yang beruntung ya kartel pasar yang menimbun jagung," ujarnya.

Sumrambah mengatakan, naiknya harga jagung saat ini tidak dapat dilepaskan dari permainan pasar, memanfaatkan kegagalan panen raya jagung beberapa bulan lalu.

Pada kenyataannya petani lebih banyak merugi, karena ketika panen raya jagung maka harga akan jatuh.

Sumrambah menegaskan, persoalan peternak ayam terkait harga jagung sebenarnya dapat diselesaikan di dalam negeri dan tanpa merugikan kaum petani.

Jagung Rp 4.500 disebut rugikan petani

Menurut Sumrambah, menyalahkan masalah yang dihadapi peternak semata pada mahalnya harga jagung jelas tidak tepat.

Dia menilai, hal itu karena masalah yang dihadapi peternak juga terletak pada turunnya harga jual telur.

Pemerintah seharusnya juga sudah tahu apa saja faktor yang membuat harga telur turun.

"Petani dan hasil pertanian ini sudah terlalu lama menjadi 'obyek penderita' ketika inflasi tinggi. Sekarang untuk masalah yang dihadapi peternak, petani juga akan dikorbankan," ujarnya.


Jika pemerintah memiliki keberpihakan nyata pada peternak rakyat dan petani, jelasnya, sebenarnya kepentingan petani dan peternak rakyat dapat berjalan beriringan.

Di sentra-sentra petani jagung, ujarnya, pemerintah seharusnya dapat membantu petani agar memilki gudang penyimpanan jagung yang dilengkapi peralatan yang membuat jagung tidak rusak disimpan untuk waktu lama.

"Kalau gudang biasa kan hanya mampu menyimpan jagung sekitar 3 bulan," ujarnya.

Akibat petani tidak punya gudang penyimpanan, maka pada saat panen petani akan menjual jagungnya ke tengkulak biar pun harga sedang rendah.

"Di saat jagung berlimpah, harga jagung bisa paling murah Rp 3.000. Dari mana petani dapat untung?" ujarnya.

Dengan harga yang ditetapkan permendag pun, yaitu Rp 4.500, sebenarnya petani belum untung.

Menurutnya, harga ideal jagung bagi petani antara Rp 5.000 hingga Rp 5.500.

"Jadi pemerintah juga harus melindungi petani dengan menjamin harga tidak merugikan petani dan ketersediaan jagung bagi peternak juga terjaga," ujarnya.

Di sisi lain, pemerintah juga harus menyelesaikan persoalan apa saja yang membuat harga telur jatuh dan tidak stabil.

Menurutnya, salah satu penyebab jatuhnya harga telur antara lain, masuknya telur yang tidak ditetaskan oleh perusahaan penyedia anak ayam (DOC) ke pasar dengan harga murah.

Sumrambah melihat adanya kepentingan usaha yang berniat menghancurkan usaha ternak rakyat dengan cara menjatuhkan harga telur dan menaikkan harga pakan.

"Dan beban peternak dalam hal pakan sebenarnya bukan hanya dari komponen jagung tapi juga konsentrat yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan raksasa yang juga penyedia DOC," ujarnya.

Isu harga jagung menjadi sorotan setelah insiden peternak bernama Suroto membentangkan poster terkait mahalnya jagung ke arah Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Kota Blitar pada Selasa pekan lalu.

Pada pertemuan dengan Suroto dan perwakilan  peternak ayam petelur yang lain di Istana Kepresidenan pada Rabu lalu, Jokowi menyatakan akan mengirimkan jagung sebanyak 30.000 ton ke sentra-sentra peternak ayam dengan harga Rp 4.500 per kilogram. 

https://regional.kompas.com/read/2021/09/19/053915778/asosiasi-petani-jatim-tolak-opsi-impor-untuk-atasi-mahalnya-jagung-bagi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke