Salin Artikel

Dapur Wajib Ngebul, Perjuangan Mantan Sopir Taksi Jadi Perajin Lampu Hias

Sebelumnya, sejak 2008, pria berusia setengah abad ini bekerja sebagai sopir taksi di Jakarta.

Lili memutuskan meninggalkan pekerjaannya yang sudah dijalani selama 12 tahun di Ibukota itu karena pendapatannya terus merosot.

“Awal pandemi, di Jakarta situasi sangat tidak menentu, pendapatan anjlok. Dari biasanya sehari dapat Rp 700.000, turun drastis jadi Rp 200.000,” kata Lili kepada Kompas.com, Rabu (1/9/2021).

Namun, sejak memutuskan pulang ke kampung halamannya untuk berkumpul dengan istri dan ketiga anaknya, Lili mengaku bingung hendak berbuat apa.

“Sementara dapur harus tetap ngebul. Tapi, saat itu belum terpikir mau usaha apa,” ujar warga Kademangan, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini.

Dalam kondisi tak bekerja dan tidak berpenghasilan itu, Lili mengisi waktu senggang dengan membuat hiasan lampu dari limbah pipa paralon yang terbuang di belakang rumahnya.

“Waktu itu iseng saja bikin beberapa untuk dipajang di rumah. Tapi oleh istri malah difoto dan dijadikan status WA (WhatsApp), diposting juga di Facebook,” ucap Lili.

Sejak saat itu, lampu hias Lili mulai dikenal secara luas.

Satu per satu pesanan berdatangan, terutama dari kalangan kerabat dan orang-orang terdekat.

Lili menjual hasil kreasinya itu seharga Rp 100.000 - Rp 300.000.

Dengan kisaran harga tersebut, ia mampu meraup omzet hingga Rp 7 juta per bulan.

“Kalau soal harga, itu tergantung ukuran dan tingkat kesulitan di pengerjaannya,” ujar Lili.

Kini, Lili memutuskan untuk serius dalam usaha kerajinan lampu hias dari bahan pipa polyvinyl chloride (PVC) tersebut.

Untuk mengoptimalkan hasil pekerjaannya, ia membekali diri dengan sejumlah peralatan tukang seperti gergaji ukir, bor, grider atau alat pahat hingga kompresor.

“Sejak itu ya ditekuni sampai sekarang. Alhamdulilah, pesanan selalu ada saja, meski ya kadang naik turun,” ujar dia.

Punya pelanggan dari Spanyol

Sejauh ini, Lili sudah memproduksi ratusan lampu hias dengan berbagai ukuran dan motif.

Dalam sehari, ia mampu membuat hingga 3 lampu hias paralon dengan waktu pengerjaan 2-5 jam per buahnya.

Biasanya, motif yang dibuat seperti sketsa wajah tokoh, desain binatang dan bunga, motif batik, hingga kaligrafi.

“Desain kupu-kupu ini yang paling banyak dipesan, katanya lebih timbul, tampak 3D,” sebut Lili.

Sekarang ini, pemesan tak hanya dari lingkungan terdekat, namun sudah merambah ke luar kota hingga luar pulau, seperti Bali dan Kalimantan.

Bahkan, Lili mengaku pernah beberapa kali mendapatkan pesanan dari Spanyol.

“Jadi, ada warga Indonesia yang tinggal di sana lihat produk saya di medsos, sering pesan untuk acara nikahan saudara-saudaranya dan pesta ulang tahun,” ujar Lili.

Lili mengatakan, selain untuk dipajang dan dekorasi rumah, lampu hias buatannya juga dipesan untuk interior hotel, kafe hingga perkantoran.

Untuk itu, Lili memilih warna hitam dan putih sebagai karakter produknya, karena menurut dia terlihat lebih simpel, namun tampak elegan.

Lili pun menggantungkan asa, suatu hari nanti bisa memiliki galeri sendiri untuk memajang seluruh karyanya tersebut.

“Di depan rumah itu ada lahan kosong, semoga saja bisa buat tempat di sana. Selama ini pemasaran masih mengandalkan jejaring dan di media sosial,” ucap suami Ai Hikmawati ini.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/02/081013778/dapur-wajib-ngebul-perjuangan-mantan-sopir-taksi-jadi-perajin-lampu-hias

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke