Salin Artikel

Nenek Sumirah, 62 Tahun Jadi Warga Surabaya, Selama Pandemi Tak Pernah Dapat Bantuan dari Pemerintah

Padahal perempuan yang lahir pada 18 Februari 1932 itu adalah salah satu warga yang membutuhkan. Nenek 89 tahun itu tinggal seorang diri di tempat kos sederhana berukuran 2x3 meter dan hanya ditemani dua ekor kucing.

Sementara suaminya, Subaru telah meninggal dunia pada 2006 silam. Mereka tidak memiliki keturunan.

Sejak sang suami meninggal, Sumirah menggantungkan hidupnya dari berjualan keripik dan jajanan anak-anak.

Untuk membayar indekos Rp 250.000 per bulan, ia mendapatkan uluran tangan dari para dermawan yakni tetangga dan warga sekitar.

"Saya kerja seadanya, tempatnya ngekos Rp 250.000 per bulan," kata Sumirah saat ditemui di rumahnya pada Selasa (24/8/2021).

Selama 62 tahun ia tinggal di Kota Surabaya, beragam pekerjaan telah ia lakukan mulai dari mengasuh anak, menjadi tukang pijat hingga berdagang.

Karena usianya koni sudah tak muda lagi, Sumirah mengaku tak kuat lagi jadi pengasuh anak.

"Sebelumnya saya merawat anak-anak kecil, sekarang sudah tidak kuat, sudah tua. Sama pijat juga kalau ada orang memanggil," kata Sumirah.

Ia mengaku selama pandemi tak pernah mendapat bantuan dari pemerintah.

Padahal ia telah menyerahkan berkas-berkas yang dibutuhkan kepada RT-RW tempat ia tinggal. Berkas yang ia serahkan adalah fotokopi KTP, KK, dan SKTM.

"Saya pernah tanya ke Pak RT, 'Lah kok belum dapat (bantuan) apa-apa, Pak?' Dia bilangnya belum ada jatahnya. Saya sampai pernah fotokopi sampai rangkap 20 pas diminta, ya belum ada kabar apa-apa, belum dapat apa-apa sama sekali," kata dia.

Yang ia ingat, namanya pernah didata perihal Bantuan Langsung Tuna (BLT) pada tahun 2009 dan 2013. Setelah itu nama Sumirah tak pernah lagi masuk dalam penerima bantuan.

"Saya sampai pernah bilang ke RT RW begini, 'Pak, saya mau tanya, apa saya ini gelandangan? Kok sampai tidak didata?' Lalu diminta KTP, tapi ya begitu, tidak ada kabar apa-apa," tutur dia.

Namun dia masih berusaha tetap mengucap syukur dalam hati lantaran masih diberi kesehatan hingga saat ini.

"Mulai corona, saya tidak dapat (bantuan) apa-apa, sumpah demi Allah, Nak. Belum pernah juga disenggol (mendapat kabar)," ujarnya.

"Saya lihat orang-orang ambil beras dan duit, hati saya menangis, Nak," sambung Sumirah.

"Setiap hari dikasih tetangga, saudara-saudara kiri kanan sudah seperti anak dan cucu-cucu saya sendiri)," ujar perempuan kelahiran 1932 itu.

Ketika sakit pun, Sumirah mengaku kerap dirawat oleh tetangga dan warga yang peduli terhadapnya.

"Kalau sakit, saya didatangi dan dibantu tetangga dan ibu-ibu PKK. Tapi alhamdulillah, saya belum pernah sakit parah, pernah ke puskesmas, bilangnya sehat semua," tutur dia.

Namun, usulan itu ditolak oleh sistem di dalam aplikasi.

"Kemarin kami sudah usulkan kembali agar Ibu Sumirah masuk ke dalam MBR," kata Lakoli.

Ia mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu Dinas Sosial untuk melakukan verifikasi data

"Kalau data sudah masuk ke MBR, maka klien bisa mendapatkan bantuan permakanan atau intervensi yang lainnya," kata dia.

Tak hanya memastikan klien masuk ke dalam sistem aplikasi MBR. Pihaknya mengaku telah mengupayakan agar Sumirah mendapatkan intervensi bantuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dari pemerintah pusat.

"Kalau untuk bantuan UMKM itu sudah kita usulkan bulan April 2021, tapi masih belum dapat," ucap dia.

Sementara itu Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya sudah mendatangi rumah Sumirah.

Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Sukomanunggal Kota Surabaya, Heri Suprianto mengatakan Pemkot melalui Dinas Sosial telah memberikan bantuan sembako pada Sumirah.

Bantuan diberikan sembari menunggu data Sumirah masuk ke sistem MBR.

Heri berkata ia juga telah menawari Sumorah agar tinggal dan dirawat di UPTD Griya Wreda sehingga mendapat perawatan yang lebih intensif. Termasuk pula dalam pemenuhan gizi dan kesehatannya.

"Kami juga telah memberikan edukasi kepada Sumirah agar mau tinggal ke UPTD Griya Wreda, namun beliau tidak bersedia," kata dia.

"Siapa yang salah? pemerintah kota, saya yang salah," kata Eri mengutip tayangan video yang diberikan Kabag Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara, Kamis (26/8/2021).

Eri juga mengunggah pernyataannya ini melalui akun resmi instagramnya di @ericahyadi_.

"Itu namanya keterlaluan. Berarti pejabat saya, mulai dari kepala OPD, Kasi, Kabid, Lurah, Camat, kasi kecamatan, kasi kelurahan, tidak pernah dekat dengan masyarakatnya," ucap Eri.

"Kalau dekat dengan masyarakatnya, ya pasti ada laporan ini," imbuh Eri.

Ia pun meminta agar seluruh jajaran di Pemkot Surabaya turun ke bawah untuk mengetahui kondisi yang sedang dihadapi masyarakat Surabaya, terutama warga kurang mampu dan terdampak pandemi Covid-19.

"Jangan pernah mulai hari ini lagi di Pemerintah Kota Surabaya ada orang miskin yang pejabat Pemerintah Kota Surabaya tidak tahu. Makanya muter, dikelilingi, dikelilingi itu daerahnya," kata Eri.

"Saya minta maaf. Nenek Sumirah sudah dalam penanganan Pemkot Surabaya. Untuk teman-teman, adukan segala masalah di lapangan lewat aplikasi Wargaku atau hubungi 112," ucap Eri.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Ghinan Salman | Editor : Pythag Kurniati, Robertus Belarminus)

https://regional.kompas.com/read/2021/08/27/062700178/nenek-sumirah-62-tahun-jadi-warga-surabaya-selama-pandemi-tak-pernah-dapat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke