Salin Artikel

Cerita Anak-anak yang Kehilangan Orangtua karena Covid-19, Ada yang Jadi Tulang Punggung Keluarga

Semenjak meninggalnya sang ibu, siswa yang masih duduk di bangku SMA tersebut secara otomatis bertanggung jawan pada dua adiknya, Diana Avisa Aurulia dan Evan Raisa.

Sementara sang ayah, Deni Kurniawan sudah lebih dulu meninggal sekitar 7 tahun lalu.

Remaja yang akrab dipanggil Tyo itu bercerita sebelum berangkat kerja, ibunya biasa menyiapkan bahan makanan untuk mereka.

Vika memang mengajarkan agar anak-anaknya mandiri.

"Saya tinggal masak saja (bahan makanan). Kami memang dididik untuk selalu mandiri," tutur dia pilu.

Air mata Tyo kembali meleleh membayangkan bagaimana mereka harus hidup tanpa kedua orangtua.

"Sekarang tiap pagi tidak ada lagi mama. Doakan orangtua saya, Bu,” kata Tyo sambil menangis.

Anak pertama adalah Risqita Nabilla Wicahyani (19) serta dua adiknya, M Fathan Nurhafidz (16) dan M Ikhwanul Azmil Wicahyo (9).

Fathan juga diketahui sebagai anak berkebutuhan khusus dan bersekolah di Sekolah Luar Biasa Negeri Purwakarta.

Setelah orangtuanya meninggal, mereka kini tinggal bersama sang paman.

Risqita bercerita awalnya sang ayah, Priyo Hari (45) menjalani isolasi mandiri di rumah diduga karena terpapar Covid-19.

Karena kondisinya terus memburuk, ia dilarikan ke RS dan meninggal dunia pada 10 Juli 2021.

Keesokan harinya, 11 Juli 2021, ibunya, Dewi Masrurotin (47) meninggal dunia setelah dilarikan ke RS karena kondisinya kritis.

Risqita, anak pertama keluarga tersebut mengaku harus menerima keadaan apapun dengan kondisi yang saat ini menjadi tulang punggung dari kedua adik laki-lakinya tersebut. "Harus ikhlas. Saya juga masih ingin melanjutkan kuliah. Juga dengan adik-adik saya. Tapi ini masih akan dibicarakan dengan keluarga besar," kata Risqita, Kamis (29/7/2021).

Orangtua Ghifari, Haryati (37) dan Budi Setyawan (43) meninggal karena Covid-19 pada Juli 2021.

Setelah kedua orangtuanya meninggal, Ghifari diangkat menjadi anak asuh Polres Sukoharjo.

Meski telah diangkat sebagai anak asuh Polres Sukoharjo, Ghifari tetap tinggal bersama dengan bibinya.

Pada Jumat (30/7/2021), Ghifari menerima bantuan tabungan pendidikan dari Presiden Jokowi.

Bantuan tabungan pendidikan itu diserahkan kepada Ghifari melalui Kapolres Sukoharjo AKBP Wahyu Nugroho Setiawan bersama Dandim 0726/Sukoharjo Letkol Inf Agus Adhy Darmawa

Selain dari Presiden Jokowi, bantuan untuk meringankan beban Ghifari datang dari masyarakat dan pemerintah daerah.

Polres Sukoharjo bersama dengan Kodim 0726/Sukoharjo juga turut memberikan bantuan kepada Ghifari berupa sepeda kayuh.

Mereka adalah Arya (17), Arga (13), Abai (8), dan Aira (4).

Sang ayah, Ali Yusni (45) meninggal pada, Kamis (22/7/2021) dan dua hari kemudian, disusul sang ibu Deasy Setiawati (40) yang juga meninggal dunia.

Saat pemakaman sang ibu, Arga yang masih berusia 13 tahun datang seorang diri. Dia mengumandangkan adzan di depan jenazah sang ibu.

Sementara tiga saudaranya, Arya (17) dan Abai (10) tidak menghadiri, karena menjalani isolasi mandiri di Wisma Atlet Tenggarong.

Sementara, adik bungsu Aira (4) berada di rumah kerabat. Saat ini keempat yatim piatu itu tinggal bersama keluarga dari ibunya.

"Anak sulung Arya sudah tahu. Tapi anak ketiga Abai dan bungsu Aira ini belum tahu orangtua mereka meninggal. Kami masih cari cara bagimana memberi tahu," ungkap Leonita kakak dari Ibu Arga, Deasy Setiawati saat dihubungi Kompas.com, Senin (26/7/2021).

"Hari ini kan Arya dan Abai baru saja pulang ke rumah setelah isolasi di Wisma Atlet. Nanti mungkin 2-3 hari kami isolasi mereka di rumah dulu, baru kami rembukan dulu keluarga baru beri tahu anak berdua ini kalau orangtua mereka sudah enggak ada. Tapi kayanya Aira rasanya berat banget karena usia baru 4,5 tahun," terang dia.

Ibunya bernama Lina Safitri (31) meninggal dalam kondisi hamil lima bulan pada Senin (19/7/2021). Esoknya, disusul sang ayah, Kino Raharjo (31).

Pasangan suami istri ini meninggal hanya selang sehari saat keduanya menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Harapan Insan Sendawar, Kutai Barat, karena positif Covid-19.

Anak tunggal mereka, Vino, juga terpapar Covid-19. Karena tidak bergejala, bocah berusia 10 tahun itu hanya menjalani isolasi mandiri di rumah.

Saat ini Vino diurus oleh pamannya bernama Margono dan tetangga terdekat.

"Ayah Vino ini profesinya penjual pentol keliling. Di sini (rumah) ada beberapa penjual (pentol) juga semua perantauan dari Jawa, rumah berdampingan di situ, mereka yang urus Vino," kata tetangga Vino, Mistari, Kamis (22/8/2021).

"Di sebelahnya itu ada paman Vino, Mas Margono. Mas Margono ini yang antarkan makanan, disimpan depan pintu, baru dia ambil sendiri,” sambung Mistari.

Ketika malam hari, Vino juga ditemani tetangga, rekan penjual sang ayah, tidur depan pintu beratapkan tenda.

Sementara itu, Vino tidur beralasan bentangan ambal dan kasur di ruang tengah depan televisi.

Sebagai anak tertua, BRM mesti mengurusi segala keperluan adiknya, AR (12) dan yang terkecil, AF (4), selama berada di tempat isolasi.

Ketiganya yang berasal dari Desa Catak Gayam, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang itu positif Covid-19 tertular dari ibunya yang meninggal dunia pada Minggu (15/8/2021) malam dalam usia 39 tahun.

Sementara sangh ayah telah lama pergi setelah bercerai dengan almarhum ibu mereka.

Sedangkan neneknya yang sempat tinggal bersama, tak bisa merawat karena kondisi kesehatan yang tidak stabil dan kini dirawat di rumah kerabat.

Selain itu, Satgas Penanganan Covid-19 juga mencatat, 350.000 anak yang terpapar Covid-19. Sementara itu, ada 777 anak yang meninggal dunia.

Terkait hal tersebut, Kementerian Sosial (Kemensos) mematangkan skema perlindungan sosial untuk anak yang kehilangan orangtuanya akibat pandemi Covid-19.

Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menyatakan, pihaknya sedang membahas kemungkinan adanya alokasi anggaran bantuan sosial anak tersebut bersama Kementerian Keuangan.

"Saya sudah berbicara dengan ibu Menkeu agar bisa didukung dari anggaran. Bantuan untuk anak-anak tersebut menjadi kewajiban negara. Sebagaimana amanat konstitusi pada Pasal 34 UUD 1945 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara," kata Risma dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/8/2021).

Ia menekankan, skema bantuan tersebut sedang diproses bersama kementerian terkait yakni Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional RI/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas).

"Sekarang ini sedang dimatangkan. Tidak mudah (menyusun skema bantuan) memang, karena Indonesia ini luas dan karakteristik daerahnya macam-macam. Kalau aku kemarin di Surabaya enggak begitu luas, jadi mudah," kata dia.

Terkait rencana bantuan sosial bagi anak terdampak Covid-19, Kemensos akan merujuk kepada identitas kependudukan anak yang tercantum di kartu keluarga agar lebih mudah diproses secara administratif.

Namun, bagi yang tidak tercatat atau tidak memiliki kartu keluarga, akan disiapkan prosedur lanjutannya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mendesak agar anak-anak tersebut tidak disulitkan dalam proses administrasinya saat mendaftarkan bantuan-bantuan pemerintah.

"Anak-anak yang kehilangan orangutan karena Covid-19 harus dipastikan mulai APBN maupun APBD tahun 2022 diikutsertakan atau mendapatkan seluruh bantuan dalam program-program tersebut dengan cara yang tidak bertele-tele administrasinya, cukup surat keterangan kematian orangtuanya dan kartu keluarga yang sudah di perbaharui, dimana anak-anak tersebut tercantum namanya," kata Retno dalam keterangan tertulis, Jumat (20/8/2021).

Menurut Retno, KIP perlu diberikan untuk menjamin pemenuhan hak atas pendidikan anak-anak tersebut minimal sampai jenjang SMA/sederajat.

Sedangkan, Kartu Indonesia Sehat untuk menjamin pemenuhan hak atas kesehatannya, karena mustahil anak-anak itu harus membayar BPJS setiap bulannya. Kemudian, PKH dibutuhkan untuk jaminan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-sehari, yaitu makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak-anak tersebut.

Selain itu Retno pun mendorong aparat desa atau RT/RW setempat membantu anak-anak yang kehilangan orangtua akibat pandemi mengakses sejumlah bantuan dari pemerintah, khususnya bagi mereka yang belum mendapatkan bantuan.

"Aparat desa atau kelurahan, RT/RW harus tergerak membantu admintrasi dan pendataan anak-anak tersebut. Bantu anak-anak tersebut atas nama kemanusiaan, bayangkanlah kalau anak-anak Anda sendiri yang mengalaminya, Gunakan nurani dan mata hati kita," ujar dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Imam Rosidin, Labib Zamani,Zakarias Demon Daton, Moh. Syafií, Rahel Narda Chaterine | Editor : Pythag Kurniati, Rachmawati, Teuku Muhammad Valdy Arief, Dony Aprian, Priska Sari Pratiwi, Icha Rastika, Bayu Galih)

https://regional.kompas.com/read/2021/08/22/080800378/cerita-anak-anak-yang-kehilangan-orangtua-karena-covid-19-ada-yang-jadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke