Salin Artikel

Pertempuran 5 Jam di Depan Masjid Agung Assyuhada Pamekasan dan Kuburan Massal Pejuang

Di depan masjid ini, pernah terjadi pertempuran sengit antara pasukan Sabilillah dan Hizbullah melawan Belanda.

Bahkan, pertempuran itu berlangsung selama lima jam berturut-turut pada Sabtu (16/8/1945) malam. Banyak korban gugur dalam pertempuran ini, baik dari kubu Belanda atau pejuang kemerdekaan.

Dikutip dari buku berjudul "Peranan Ulama Pesantren, Laskar Sabilillah dan Hizbullah" yang ditulis Moh Moestaji, serangan umum yang dilakukan Belanda terhadap pejuang Sabilillah dan Hizbullah di Pamekasan telah menewaskan 65 orang dari kubu Belanda.

Sedangkan dari Hizbullah dan Sabilillah sebanyak 85 orang.

Dari kubu Belanda, korban dibawa ke Surabaya menggunakan truk. Sedangkan dari kubu Hizbullah dan Sabilillah, dikuburkan secara massal di depan Masjid Agung Assyuhada oleh Belanda.

Sejarawan asal Madura, Moh Ghozi menyebutkan, jenazah pejuang Hizbullah dan Sabilillah dituangi bensin kemudian dibakar dalam satu lubang. Kuburan massal itu kini ditandai dengan monumen di depan Masjid Agung Assyuhada.

"Kuburan massal itu saat ini sudah tidak ada karena jasad-jasadnya sudah dipindah ke taman makam pahlawan. Yang ada tinggal monumennya saja," kata Moh Ghozi saat berbincang, Senin (16/8/2021).

Moh Ghozi menambahkan, pertempuran sebelum 17 Agustus 1945 itu, dilakukan oleh pasukan Hizbullah dan Sabilillah menggunakan senjata tradisional.

Sedangkan dari kubu Belanda sudah menggunakan senjata modern seperti senapan mesin dan tank.

"Senjata Hizbullah dan Sabilillah itu sangat tradisional, seperti keris, tombak, celurit. Bahkan telur ayam juga digunakan sebagai senjata. Tapi telur itu sudah diberi doa oleh ulama," imbuh Moh Ghozi.


Meskipun menggunakan senjata apa adanya, pasukan Hizbullah dan Sabilillah bisa memberikan perlawanan kepada Belanda.

Belanda yang menargetkan menguasai Pamekasan dalam jangka waktu sebulan, baru bisa menaklukkan Pamekasan selama empat bulan lebih.

"Kuatnya perlawanan terhadap Belanda karena rakyat bahu membahu dengan ulama. Ulama berada di garda terdepan melawan Belanda," ungkap Ghozi.

Mantan Wakil Bupati Pamekasan Kadarisman Sastrodiwirdjo menyebutkan, jika di Bandung ada peristiwa Bandung lautan api, maka di Madura ada Pamekasan lautan darah.

Darah para pejuang tumpah di depan Masjid Agung Assyuhada melawan Belanda. Bahkan korban dari pasukan Hizbullah dan Sabilillah juga ada di wilayah barat Kota Pamekasan, tepatnya di Desa Klampar, Kecamatan Proppo.

"Generasi muda saat ini banyak tidak tahu tentang sejarah ini. Apalagi makam para syuhada sudah dipindahkan ke taman makam pahlawan semua," ungkap Kadarisman Sastrodiwirdjo dikutip dari kanal YouTube-nya. 

https://regional.kompas.com/read/2021/08/22/071900178/pertempuran-5-jam-di-depan-masjid-agung-assyuhada-pamekasan-dan-kuburan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke