Salin Artikel

Pemuda Surabaya Jadi Tentara AL di Amerika Serikat, Dulu Tak Bisa Bahasa Inggris, Sempat Jadi Pelayan Restoran

Dalam unggahan video-videonya di YouTube, Jovan terlihat memakai seragam tentara lengkap sambil menceritakan mengenai kesehariannya sebagai tentara di AS.

Kisahnya menarik perhatian warganet dan rekan-rekannya yang ada di Indonesia.

“Jarene kabeh kuliah, malah dadi tentara, yo opo sih kon iku?” (red: “Katanya semua kuliah, kok malah jadi tentara? Gimana sih kamu itu?”), cerita Jovan dikutip dari VOA Indonesia.

Rencana kuliah dan tak bisa berbahasa Inggris

Jovan lahir di Amerika Serikat dan berkewargenagaraan AS. Saat berusia 6 bulan, ia dan keluarganya pulang ke Indonesia lalu tinggal di Surabaya.

Pada 2018, ia kembali menginjakkan kaki ke Amerika Serikat dan berencana untuk meneruskan kuliah.

Menurutnya saat itu ia sama sekali tak bisa Bahasa Inggris. Di Amerika, Johan pun mulai belajar Bahasa Inggris untuk berkomunikasi.

“Dibilang lancar, juga enggak. Ya, lumayanlah,” ujar Jovan dengan logat Jawanya yang kental.

Saat itu anak rekan ayahnya menawari dirinya masuk tentara.

Jovan pun tertarik karena dengan menjadi tentara, ia mendapat banyak keuntungan. Seperti tunjangan sekolah, asuransi kesehatan, tempat tinggal, makan sehari-hari, dan biaya untuk masuk kebugaran.

“Awalnya enggak ada niatan sama sekali. Setelah itu ada anaknya temen papa saya, dia tawarin saya kalau mau masuk tentara. Akhirnya saya masuk, setelah tahu ada banyak benefit-nya,” kenang pria yang hobi main video game ini.

Ia pun meminta izin keluarganya yang tinggal di Surabaya melalui telepon. Keputusan Jovan sempat membuat keluarganya terkejut.

“Awalnya (keluarga) kayak, ‘ngapain gitu masuk tentara?’” kata Jovan.

Sang ayah, Susanto Budi Winarno mengaku merasa sangat berat saat atas pilihan anaknya. Namun ia tetap mendukung harapan dan cita-cita Jovan.

“Menurut saya itu sih terlalu berisiko. Tapi saya juga ndak bisa membatasi ya antara ruang gerak saya dan dia,” ujar Susanto Budi Winarno melalui wawancara virtual Skype dengan VOA.

Lantas, mengapa Jovan memilih angkatan laut?

“Soalnya ditawarinya itu ya, kepikirannya itu,” kata Jovan sambil tertawa.

Jovan pun mulai digembleng dengan pelatihan ketat selama dua bulan. Ia bersama 20 rekannya naik busa ke lokasi pelatihan.

“Awalnya kaya santai gitu pas di bus, terus pas turun, ada satu (orang) pangkatnya Chief kalau enggak salah. (Dia) langsung teriak-teriak, ‘Ayo turun! Ayo turun!’ Langsung kayak ngomong kotor gitu,” cerita tentara kelahiran tahun 2000 ini.

“Kayak dimarah-marahi,” tambahnya.

Sebelum latihan, ia diberi waktu satu menit untuk menghubungi orangtuanya untuk memberikan "kata-kata terakhir" saat menjalani pelatihan selama dua bulan.

Saat pelatihan, ia harus bangun jam 4 pagi dan tidur pukul 10 malam. Tak jarang ia masih harus jaga malam sekitar 2-4 jam.

Dalam seminggu, ia bertugas sebanyak tiga kali mulai jam 7 pagi hingga 4 sore. Ia mengatakan pekerjaannya tak sulit karena tinggal mengikuti buku panduan.

“Kerjanya gampang aja. Terus Sabtu, Minggu juga libur,” ujarnya.

Jovan mengaku keterbatasan bahasa terkadang menjadi kendalanya. Bahkan saat baru mulai bertugas ia mengatakan takut berbicara.

“Saya biasanya (menerjemahkan) dulu kalau misalnya enggak tahu apa yang saya mau omongin. Habis itu saya baru ngomong,” katanya.

Menurut Jovan, penghasilan seorang tentara setingkat dirinya bisa mencapai sekitar 575-718 juta per tahun

Kini ia tinggal dan bertugas di San Diego, California. Namun ia juga kerap mendapatkan tugas berlayar hingga beberapa bulan.

Ia mengaku sempat hilang kontak selama 2 minggu karena tak ada sinyal untuk menelpon keluarganya. Hal tersebut membuat keluarganya pamit.

“Saya tunggu sampai berhari-hari, waktu demi waktu. Ya, pikiran ini macam-macam dan arahnya lain-lain juga. Tapi syukurlah pada saat yang tepat dia juga hubungi saya, bahwa dia baik-baik saja ndak kurang suatu apa pun,” tambah Susanto.

Setelah bersandar, Jovan pun lalu baru menghubungi orang tuanya.

“Mereka kayak panik gitu. Ini orang ke mana? Kok enggak hubungi?” kata Jovan.

Jovan resmi menjadi tentara angkatan laut AS sejak daua tahun lalu dan berpangkat E4 (tamtama). Selama bekerja, ia telah belayar ke Panama, Ekuador, El Salvador, dan Kolombia.

Ia mengaku sering rindu kepada keluarganya.

“Pas lagi berlayar tahun lalu. Empat bulan kalo enggak salah. Jadi kita bisa kontak keluarga itu paling sehari sekali, sejam doang. Itu aja sih,” ceritanya.

Biasanya saat bersandar, Jovan dan tentara yang lain diberi waktu untuk jalan-jalan di negara tujuan. Namun, selama pandemi COVID-19 ini, mereka tidak diperbolehkan.

“Jadi kita pas bersandar cuman di pinggirannya doang. Enggak bisa ngapa-ngapain juga. Jadi kayak, boring gitu. Bosan,” kata Jovan.

Ia berencana akan mengambil jurusan yang berhubungan dengan mesin sesuai dengan profesinya.

“Di berjanji sama saya, dia harus lulus S1. Itu prinsipnya dia,” kata Susanto.

Sementara itu sang ayah, Susanto berharap agar Jovan bisa mencapai cita-citanya dan lulus kuliah. Tak ketinggalan, Susanto berpesan kepada jovan agar tidak menjadi orang yang sombong.

“Jangan sombong, tetap membantu orang yang memerlukan bantuan,” ujarnya.

Kepada teman-teman yang ingin mengikuti jejak karirnya sebagai tentara, Jovan berpesan agar kuat secara mental.a

“Kalau tentara kan kita harus jauh dari keluarga, dari teman. Kayak kehidupan sudah berbeda 100 persen,” jelasnya.

Jovan masih belum yakin apakah ia akan berkarir lama sebagai tentara angkatan laut. Namun, sekarang ini ia masih akan meneruskan kontrak kerjanya hingga tahun 2024.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/16/060700178/pemuda-surabaya-jadi-tentara-al-di-amerika-serikat-dulu-tak-bisa-bahasa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke