Salin Artikel

[POPULER NUSANTARA] Permintaan Jokowi soal Ekspor Porang | Tanda Tanya Penyebab Kematian Hartijo

KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaruh perhatian kepada potensi tanaman porang.

Sebagai salah satu produk ekspor unggulan, Jokowi meminta agar porang tidak diekspor dalam bentuk umbi.

Hal ini disampaikan Jokowi melalui Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat mengunjungi Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Berita populer lainnya adalah seputar kasus meninggalnya Hartijo (49), seorang pria asal Batam.

Pada 11 Juli 2021, Hartijo menghadiri vaksinasi massal yang digelar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepulauan Riau.

Di acara itu, dia disebut disuntik dua dosis vaksin sekaligus. Berdasarkan keterangan keluarganya, kesehatan Hartijo terus menurun usai kejadian itu.

Hartijo sempat mengalami sakit asam lambung. Penyakitnya bertambah parah hingga mengalami demam. Saat menjalani tes swab di rumah sakit, ia dinyatakan positif Covid-19.

Pria tersebut kemudian meninggal pada Rabu (28/7/2021) dan dimakamkan dengan protokol Covid-19.

Berikut adalah berita-berita yang menjadi sorotan pembaca Kompas.com.

Saat berkunjung pada Jumat (30/7/2021), Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa Kabupaten Madiun diharapkan bisa menjadi sentra industri olahan porang di Indonesia.

Syahrul menyebut, saat ini porang menjadi komoditas pertanian unggulan ekspor baru.

Presiden Jokowi pun meminta agar porang Madiun harus diekspor ke luar negeri dalam bentuk olahan.

“Bapak Presiden minta porang tidak lagi diekspor dalam bentuk umbi. Porang Madiun harus ada proses industri sebelum diekspor,” ujarnya, Jumat.

Beberapa tahun terakhir ini, beber Syahrul, porang menjadi primadona komoditas ekspor.

Salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor porang terbanyak adalah Jepang.

Baca selengkapnya: Jokowi Minta Porang Tak Lagi Diekspor Dalam Bentuk Umbi, Ini Alasannya

Sekitar dua pekan sebelum dinyatakan positif Covid-19 dan kemudian meninggal, Hartijo (49), warga Perumahan Bapede, Batam Center, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), mengikuti vaksinasi massal yang diadakan Apindo Kepri.

Di acara itu, Hartijo disebut menerima dua kali suntikan vaksin sekaligus.

“Jadi, setelah disuntik pertama, almarhum duduk dan istirahat. Namun, di saat itu ada relawan yang mengarahkan dia ke vaksinator lain dan dia disuntik lagi. Almarhum ini belum pernah mengetahui bagaimana prosedur vaksinasi sebenarnya," ucap Ketua RT 01, Erry Syahrial, Jumat (30/7/2021).

Ketua Apindo Kepulauan Riau Cahya mengakui bahwa Hartijo disuntik dua dosis vaksin sekaligus sewaktu vaksinasi massal.

Cahya menuturkan, kematian Hartijo murni dikarenakan Covid-19 dan bukan karena dua dosis vaksin yang telah diterimanya.

Plt Kepala Bidang Surveiland dan Imunisasi Dinas Kesehatan Batam Solihin menjelaskan, kasus ini sedang didalami pihaknya.

“Kami sudah jadwalkan pemanggilan dan meminta keterangan dari nakes yang kemarin menyuntik almarhum," ungkapnya.

Baca selengkapnya: Kesehatan Hartijo Menurun Usai Disuntik 2 Dosis Vaksin Sekaligus hingga Akhirnya Meninggal

Keterlambatan mengikuti vaksinasi dosis kedua tidak akan berpengaruh terhadap pembentukan antibodi.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten dr Ati Pramudji Hastuti.

Selain itu, jJika terlambat mengikut vaksinasi kedua, tidak akan membuat vaksinasi pertama menjadi sia-sia.

“Untuk keterlambatan pemberian vaksin dosis kedua sebenarnya range itu 28 hari dari dosis pertama. Jika ada keterlambatan, tidak sia-sia juga dosis pertama yang disuntikan,” bebernya, Jumat (30/7/2021).

Akan tetapi, Ati meminta kepada masyarakat supaya tetap melakukan vaksinasi dosis kedua sesuai jadwal.

Baca selengkapnya: Apa yang Akan Terjadi jika Terlambat Vaksin Kedua?

Dua pelajar yang disebut melanggar protokol kesehatan diduga dianiaya oleh oknum TNI.

Peristiwa ini terjadi di Desa Supun Kecamatan Biboki Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (30/7/2021) malam.

Kakak kandung korban YN, MN, mengaku kejadian penganiayaan itu berlangsung di rumah mereka.

Terduga pelakunya adalah Kopral EP yang bertugas sebagai Babinsa Desa Tainsala, Kecamatan Biboki Selatan.

"Adik saya YN dan JU, dianiaya oleh anggota TNI dari Koramil Biboki Selatan, Kopral Kepala EP, karena dianggap melanggar protokol Covid-19," terangnya.

Peristiwa bermula saat Kopral EP memergoki korban sedang bermain biliar. Usai menanyakan identitas dan rumah YN, EP mendatangi alamat itu.

"Saat mereka datang ke rumah, dia (Kopral EP) langsung kasih tunjuk foto dan marah-marah, katanya sekarang ini lagi corona kenapa dibiarkan anak-anak pergi main biliar. Sebagai kakak saya lalu minta maaf karena adik saya salah," ujar MN.

Akan tetapi, setelahnya, Kopral EP marah, lalu menendang sepeda motor milik MN. Selanjutnya, EP menganiaya kedua korban.

Baca selengkapnya: Oknum TNI Diduga Aniaya 2 Pelajar yang Langgar Prokes Covid-19 hingga Babak Belur

Kamis (29/7/2021) sore itu, Ayu datang bersama pegawai PLN lainnya dengan membawa surat tugas ke rumah pelanggan di kawasan Jalan Halat, Medan, Sumatera Utara.

"Tetapi memang pada saat itu pelanggan memang sepertinya marah dan tidak terima, mengusir kami dan melakukan tindakan-tindakan yang saya rasa tindakan kekerasan dengan melempar batu, memaki dan terakhir saya diludahi,” kata Ayu, Sabtu (31/7/2021).

Setelah insiden tersebut, Ayu dan rekan-rekannya langsung ke Polsek Medan Kota untuk membuat laporan.

Peristiwa itu sempat direkam oleh rekan Ayu dan videonya viral di media sosial.

Baca selengkapnya: Cerita Ayu, Pegawai PLN yang Diludahi Pelanggan Saat Menagih Tunggakan Listrik, Bawa Surat Tugas dan Dimaki oleh Pelaku

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Solo, Muhlis Al Alawi; Kontributor Batam, Hadi Maulana; Kontributor Serang, Rasyid Ridho; Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere | Editor: Robertus Belarminus, David Oliver Purba, Rachmawati)

https://regional.kompas.com/read/2021/08/01/061500378/-populer-nusantara-permintaan-jokowi-soal-ekspor-porang-tanda-tanya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke