Salin Artikel

Cerita Mbah Warsi, Pedagang Bubur Sumsum di Wonogiri Tetap Eksis Selama Pandemi Covid-19

WONOGIRI, KOMPAS.com - Kendati usianya sudah renta, Mbah Warsi (76) tetap bersemangat melayani konsumennya, Minggu (25/7/2021) pagi.

Nenek dari tiga anak dan sembilan cucu ini masih terus berjualan jenang sumsum meskinya usianya sudah uzur.

Setiap harinya Mbah Warsi berjualan di emperan toko pasar tiban Sukorejo, Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri.

Selain menjual jenang sumsum, Mbah Warsi juga menjual bubur mutiara.

Untuk berjualan, Mbah Warsi masih mengenakan kebaya dipadu dengan jarik. Tak lupa Mbah Warsi taat prokes mengenakan masker kain selama berjualan.

Mbah Warsi menyadari bahwa pandemi mengharuskannya mengenakan masker agar tidak tertular Covid-19.

“Kata anak saya harus pakai masker biar tidak tertular corona,” kata Mbah Warsi kepada Kompas.com, Minggu (25/7/2021).

Meski sudah sepuh, Mbah Warsi tak mau dibantu anak cucunya saat berjualan. Semua dilakukannya sendiri.

Bahkan, saat proses pembuatan jenang, Mbah Warsi mengerjakan mulai dini hari hingga pagi hari.

Rupanya untuk proses pembuatan jenang buatan Mbah Warsi memakan waktu yang cukup lama. Pasalnya, semua prosesnya dilakukan secara manual.

“Saya masak sendiri dan cari bahan sendiri,” kata Mbah Warsi .

Mulai dari memarut kelapa, Mbah Warsi pun melakukannya secara manual.

Setiap hari ia harus memarut lima kelapa tua untuk diambil santannya.

Santan itu dimasukkan ke dalam tepung jenang secara perlahan hingga akhirnya menghasilkan jenang sumsum yang banyak disukai warga.

Mbah Warsi tidak mau membeli santan instan atau sudah diparut di pasar lantaran akan memengaruhi cita rasa jenang sumsumnya.

“Nanti lain rasanya kalau menggunakan santan instan atau sudah diparut,” jelas Mbah Warsi.

Dirinya sudah berjualan bubur sumsum di pasar tiban sejak puluhan tahun lalu.

Mbah Warsi enggan berhenti berjualan bubur kendati anak dan cucunya banyak yang melarangnya.

Jualan bubur Mbah Warsi pun tak pernah lebih. Satu panci sedang menjadi sajian jualan buburnya.

Bila dagangannya habis, Mbah Warsi pulang dijemput salah satu anaknya menumpang sepeda motor.

Satu porsi bubur sumsum Mbah Warsi sangat murah, seporsi hanya Rp 2.000.

Mbah Warsi enggan menambah porsi bubur meski banyak orang yang menyarankannya.

Bahkan, ia menolak tawaran pesanan dari beberapa pelangganya untuk keperluan acara.

Pagi itu banyak pembeli yang datang sudah kehabisan jenang Mbah Warsi.

“Mpun telas (sudah habis) ibu,” ujar Mbah Warsi.

Bagi Mbah Warsi, berjualan bubur sumsum adalah jalan hidupnya yang akan dia nikmati sampai akhir hayat.

Ia pun tak mau menambah porsi jualan hanya lantaran ingin mendapatkan untung yang banyak.

“Saya pernah dipesani pak polisi tapi saya tidak mau. Tenaga saya tidak mampu kalau harus menerima pesanan,” kata Mbah Warsi.

Mbah Warsi merasa hidupnya sudah berkecukupan dengan berjualan satu panci sedang bubur sumsum setiap harinya.

Bahkan selama pandemi hingga PPKM darurat, jualan bubur mbah Warsi tak pernah sepi pembeli.

Dalam waktu satu hingga dua jam bubur sumsum Mbah Warsi ludes diserbu pembeli.

Ia pun merasa bersyukur dengan berjualan bubur sumsum sudah bisa membesarkan tiga anaknya hingga mereka berkeluarga sendiri.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/26/073000978/cerita-mbah-warsi-pedagang-bubur-sumsum-di-wonogiri-tetap-eksis-selama

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke