Salin Artikel

Kampoeng Media SAV Sinduharjo Jadi Shelter Pasien Covid-19 Tanpa Gejala

Tercatat berdasarkan data Dinas Kesehatan DIY pada 18 Juli 2021 ada penambahan kasus sebanyak 2.119.

Sedangkan pada 19 Juli 2021, ada 1.992 kasus baru.

Di tengah masih banyaknya kasus positif ini selain rumah sakit, tempat isolasi juga dibutuhkan masyarakat.

Terutama bagi masyarakat yang rumahnya tidak memenuhi syarat untuk isolasi mandiri.

Guna membantu warga masyarakat yang positif Covid-19 terutama dengan tanpa gejala, Kampoeng Media Studio Audio Visual (SAV) Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman dibuka sebagai shelter isolasi.

"Ini usaha dari PT Alam Media bersama Studio Audio Visual, di kompleks ini kan ada dua lembaga. PT Alam Media yang kompleks itu, Studio Audio Visual itu yang karya training dan produksi audio visual," ujar Direktur Studio Audio Visual Romo Iswarahadi SJ saat dihubungi, Kompas.com, Senin (19/07/2021).

Romo Iswarahadi menyampaikan shelter Kampoeng Media SAV Sinduharjo dibuka untuk membantu warga masyarakat yang terpapar Covid-19, khususnya bagi mereka yang tidak mempunyai tempat untuk isolasi mandiri.

"Tujuannya untuk membantu rumah sakit supaya tidak semua lari ke rumah sakit yang OTG (orang tanpa gejala). Yang kedua, memisahkan yang positif dari yang negatif supaya tidak menulari keluarga," ucapnya.

Sementara itu, Kepala shelter Kampoeng Media SAV Sinduharjo Romo FX. Murti Hadi Wijayanto SJ menuturkan, fasilitas mulai dibuka pada 12 Juli 2021. Namun untuk persiapannya sudah dilakukan satu pekan sebelumnya.

"Untuk kamarnya ada 21, ini kemarin malam sudah penuh," ucapnya.

Romo Murti menjelaskan awalnya dihubungi oleh Romo Provinsial.

Saat itu Romo Provinsial menanyakan apakah Kampoeng Media SAV bisa dijadikan tempat isolasi mandiri.

"Kemudian saya harus ngomong ke RT/RW dulu karena terkait dengan tetangga, lalu Romo Iswara yang ke RT/RW. Saya ke (RS) Pantirapih supaya ada tenaganya," urainya.

Pihak RT/ RW yang mendengar rencana tersebut kemudian mengizinkan dan mendukung. Kemudian Murti Hadi berkoordinasi dengan kalurahan dan Puskesmas.

"Mereka setuju dan senang, bahkan Pak Lurah sudah mengunjungi ke tempat ini," ungkapnya.


Ada sebanyak kurang lebih 15 relawan yang bertugas di shelter Kampoeng Media SAV Sinduharjo.

Mereka dari kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia, Kota Baru, kongregasi suster-suster Sahabat Setia Yesus, Baciro.

Ada juga Mahasiswi Atmajaya, mahasiswi Stikes Jakarta dan Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC).

Para relawan ini sebelumnya telah mendapatkan workshop yang di selenggarakan oleh RS Pantirapih, Yogyakarta.

"Saya sendiri ikut workshopnya Sonjo, ya itu sharing yang dokter dari Bantul dan Dokter Aminah dan Dokter Glory itu yang menginspirasi kami sebetulnya," ungkapnya.

Shelter Kampoeng Media SAV Sinduharjo khusus untuk mereka yang terpapar Covid-19 dengan kategori Orang Tanpa Gejala (OTG).

"Kita tidak mau menanggung risiko perburukan yang terjadi di shelter, karena kita bukan rumah sakit. Kalau tidak OTG kan itu kan tugasnya petugas kesehatan, jadi kami hanya menyiapkan tempat silakan dipakai," tuturnya.

Pihaknya juga melakukan skrining ketat untuk mereka yang hendak isolasi di Kampoeng Media SAV.

Tujuannya, agar yang isolasi di shelter Kampoeng Media SAV bukan yang bergejala dan memiliki komorbid.

"Dokternya ketat, bergejala lalu punya komorbid pasti tidak bisa masuk shelter karena itu sudah harus ditangani oleh tenaga kesehatan," tegasnya.

Dijelaskannya untuk masuk Shelter Kampoeng Media SAV melalui satu pintu. Petugas akan mengirimkan formulir yang harus diisi oleh calon pasien.

Setelah form diisi dan dikembalikan, akan diserahkan ke dokter.

Nantinya dokter inilah yang akan menentukan calon pasien ini bisa isolasi mandiri di Shelter Kampoeng Media SAV atau tidak.

"Yang memutuskan boleh masuk atau tidak ini dua dokter. Salah satu syaratnya surat hasil PCR," ungkapnya.

Setelah dokter menyetujui boleh masuk untuk isolasi di shelter Kampoeng Media SAV calon pasien bisa datang.

Saat sampai calon pasien akan diterima oleh relawan dan diberi pengarahan.

"Mereka di-briefing tanda tangan kontrak taat pada aturan shelter, tidak boleh merokok, tidak boleh berkerumun dan lain-lain. Kalau tidak mau tanda tangan ya tidak bisa," katanya.


Saat pengarahan itu, calon pasien diajari menggunakan thermogun, oximeter dan juga alat tensi.

Nantinya saat menjalani isolasi, mereka setiap hari pagi dan malam hari diminta untuk mengecek secara mandiri.

Kemudian mereka mengisi Google Form memasukan setiap hasil pengecekan pada pagi hari dan malam hari.

Hasil pengecekan mandiri tersebut akan dikirimkan kepada para dokter relawan untuk mengetahui perkembangan kondisi para pasien.

"Kami ada pendamping dokter-dokter relawan dari Dokter (RS) Pantirapih dan Klinik Realino," tegasnya.

Menurutnya, di shelter pelayanan berbasis internet.

Semisal, sebelum makan pasien Covid-19 akan diberitahu via grup WhatsApp.

Kemudian relawan yang menggunakan alat pelindung diri akan menyiapkan makan di meja makan.

"Kegiatan mereka misalnya berjemur, lalu karena kita sudah menyiapkan internet mereka bisa bekerja seperti sehari-hari. Jadi memang ini khusus untuk yang tanpa gejala," ungkapnya.

Ada banyak orang yang merasa terpanggil untuk membantu sesama terutama mereka yang menjalani isolasi.

Atas rasa solidaritas tersebut, mereka membantu untuk keperluan shelter mulai alat pelindung diri (APD), sembako hingga vitamin.

Bahkan ada yang membantu dengan mengirimkan hand sanitizer dan disinfektan.

"Jadi solidaritas yang tumbuh ini yang membuat saya terkesan, tahu tempat ini lalu ada orang, romo apa yang bisa saya bantu? apa yang dibutuhkan?. Solidaritas banyak orang yang membantu kami," tuturnya.

Awalnya untuk keperluan makan bagi mereka yang isolasi dimasak oleh para suster.
Namun saat ini sudah ditangani oleh Komunitas Sego Mubeng, Kota Baru.

"Komunitas Sego Mubeng itu komunitas Kota Baru yang mengurusi makan untuk orang-orang yang membutuhkan di Yogya ini. Sekarang yang menangani dari Komunitas Sego Mubeng, mereka masak di tempat masing-masing lalu jam makan dikirim ke sini," bebernya.

Pasien yang di shelter diperbolehkan pulang setelah 10 sampai 14 hari menjalani isolasi.

Sebelum keluar, mereka akan dicek oleh Puskasmas untuk memastikan telah sembuh dari Covid-19.

"Pertemuan dengan Sonjo itu kalau mereka sehat betul 10 hari sudah negatif, tapi kalau masih bergejala sampai 14 hari. Iya ke Puskesmas, jadi yang bisa memastikan dan mengeluarkan surat keluar itu Puskesmas," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/19/230144578/kampoeng-media-sav-sinduharjo-jadi-shelter-pasien-covid-19-tanpa-gejala

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke