Salin Artikel

Cerita-cerita Luar Biasa dari Warga di Tengah Pandemi Corona...

Kesadaran kolektif dan bergotong royong diperlukan untuk menangani pandemi. Minimal mengambil peran sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Peran itu di antaranya telah dilakukan oleh beberapa warga yang ada di Kediri, Jawa Timur.

Mereka menyediakan sayuran gratis untuk warga yang terdampak secara ekonomi, membagikan makanan kepada masyarakat yang sedang isolasi mandiri, mengubah mobil pribadi menjadi ambulans, hingga membuat peti mati untuk warga yang membutuhkan.

Mereka adalah orang-orang biasa tetapi mampu mengambil peran luar biasa demi kepedulian antar sesama manusia.

Cantolan Sembako

Di awal pandemi, berbagi sayur mayur atau bahan makanan lain dengan cara dibungkus lalu diletakkan atau digantung di tempat yang mudah dijangkau cukup banyak dilakukan masyarakat.

Namun langkah yang cukup mulia itu kini sudah lumayan jarang ditemukan. Padahal aksi tersebut sangat membantu warga yang benar-benar membutuhkannya.

Whempy Christyanto warga yang tinggal di Jalan Yos Sudarso Nomor 22, Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, kini mulai menggalakkannya kembali.

Ia bersama istrinya membungkus sayur, telur, maupun sembako dan menaruhnya pada bangku panjang yang diletakkan di depan rumah.

Ia juga menggantungkan bungkusan itu di pagar rumahnya. Sehingga, warga yang ingin mengambil bungkusan tak berkerumun di satu titik.

Bungkusan itu berisi bahan makanan yang dibeli di pasar. Tak jarang Whemy juga mengisi bungkusan dengan sayuran yang dipanen dari kebun sendiri.

Hasil kebun itu berupa singkong yang dipadukan dengan bahan lain seperti minyak goreng.

Whempy memang tidak setiap hari melakukannya. Biasanya, ia melakukannya pada Jumat, awal bulan, atau setiap kali ada rezeki yang datang padanya.

"Kalau saya ada rezeki, pasti saya lakukan lagi," ujar Whempy dihubungi Kompas.com, Jumat (16/7/2021).

Pria 40 tahun ini sebenarnya juga korban dari efek pandemi. Usahanya berupa beberapa rumah makan maupun bus pariwisata tidak ada yang beroperasi lagi sejak dua tahun lalu.

"Ada tujuh cabang di Jawa dan Bali. Tutup semua. Ini baru bikin hotel Red Doorz sejak Januari kok lumayan bisa bertahan dan ada sisa," ungkap pengusaha rumah makan Karunia Group ini.


Baginya situasi ekonomi saat ini memang cukup susah dan ia turut merasakannya. Namun, ia mampu bertahan. Bahkan, ia juga menjalankan tanggung jawab sosialnya dengan membantu sesama.

"Situasi ekonomi akibat pandemi yang menyengsarakan masyarakat akar rumput," ujarnya.

Oleh sebab itu, gerakan cantol sayur itu dilakukan dengan harapan bisa meringankan beban ekonomi warga, terutama kalangan tidak mampu.

"Tujuan kedua agar semakin banyak yang ikut berbagi. Warga yang sudah mapan atau ada kelebihan, bisa turut saling mengisi," jelasnya.

Mobil Pribadi Angkutan Pasien

Imam Basori, pria usia 38 tahun warga Desa Srikaton, Kecamatan Ringinrejo, Kabupaten Kediri, juga bertindak luar biasa selama pandemi ini.

Ia menggunakan tiga mobil pribadinya dan satu mobil bantuan sebagai angkutan pasien. Mobil itu kini digunakan menjemput pasien Covid-19 atau biasa dari rumah ke rumah sakit dan sebaliknya.

"Kita sudah melakukan protokol kesehatan dan pake APD, gak usah takut melayani," ujar Imam Basori beberapa waktu lalu.

Imam dibantu sejumlah relawan yang mengendarai mobil itu. Kendaraan itu setiap hari selalu beroperasi mengantar pasien, bahkan melayani ke seluruh rumah sakit di Jawa Timur.

Dalam operasionalnya, pria yang berprofesi sebagai tukang sablon ini tidak memungut biaya apa pun dari penumpangnya. Baik biaya sewa mobil, bensin hingga ongkos sopir.

"Semuanya gratis," imbuh pria lulusan sarjana pendidikan ini.

Pembiayaan operasional, katanya, mendapatkan sokongan dari warga lainnya yang mendukung kegiatannya. Tak jarang ia juga merogoh kocek dari kantong pribadi.

Selain pengantaran pasien, Basori mengatakan, cukup sering pula mendapatkan permintaan bantuan makanan dari warga yang tengah isolasi mandiri.

Beberapa permintaan itu contohnya datang dari warga isoman yang ada di Jalan Kawi maupun warga di Kelurahan Bandar Kidul, Kota Kediri.

"Ada juga paket makanan untuk keluarga yang tengah isoman," ucap Basori, yang baru saja mengantar paket makanan tersebut.

Basori mengungkapkan, apa yang dia dan kawan-kawannya lakukan didasari rasa kepedulian terhadap sesama manusia.


Menurutnya, sudah menjadi keharusan manusia saling membantu apalagi di masa yang serba susah ini.

"Karena perbuatannya baik, seseorang disebut baik. Maka jangan bosan jadi orang baik," jelasnya.

Pemulasaraan Jenazah dan Peti Mati Gratis

Perbuatan mulia di tengah pandemi ini juga ditunjukkan oleh jaringan Gusdurian Mojokutho Pare, Kediri. Melalui anggotanya yang berasal dari lintas agama dan lintas elemen sosial, komunitas ini selalu mempunyai cara untuk berbuat baik terhadap sesama.

Mereka membagikan sembako dan menyosialisasikan cara isolasi mandiri yang baik kepada warga positif Covid-19.

"Kemarin kita temeni warga yang isoman di daerah Puncu (lereng Gunung Kelud Kabupaten Kediri) dengan membawakan sembako. Supaya mereka tidak merasa sendiri," ujar Antok Beler, pegiat Gusdurian Pare.

Selain itu, Gusdurian Pare juga mempunyai tim pemulasaran jenazah. Tim yang beranggotakan sekitar lima sampai tujuh orang tersebut mengurus pemakaman jenazah pasien Covid-19.

"Sebelumnya tentu sudah ada pelatihan pemulasaran jenazah terlebih dahulu," ungkap Antok.

Tim tersebut turun di masyarakat untuk mengisi kekosongan tim pemulasaraan rumah sakit maupun puskesmas terdekat.

Kokosongan itu biasanya terjadi akibat banyaknya jenazah dalam waktu yang hampir bersamaan, sedangkan tenaga pemulasaraan dari rumah sakit maupun puskesmas tidak mencukupi.

"Jadi supaya jenazah bisa segera dikebumikan," ujarnya.

Selain pemulasaraan, kata Antok, komunitasnya juga menyediakan peti mati. Peti mati saat pandemi adalah barang yang wajib digunakan untuk mengubur jenazah.

Peti mati itu dibuat sendiri oleh rekan-rekannya dan diberikan kepada warga yang membutuhkan.

Pihaknya akan memberikan secara gratis sepanjang bagi warga yang tidak mampu secara ekonomi.

"Untuk warga tidak mampu kami gratiskan. Kalau untuk instansi atau pihak kelurahan, kami memungut biaya untuk peti mati. Itu pun hanya sekadar biaya produksi saja," ucapnya.

Menurutnya, harga peti mati di pasaran berkisar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. Pihaknya hanya memungut Rp 800.000.


Ia bisa menjual murah karena beberapa bahan juga bantuan dari warga.

Penjualan tersebut, lanjut Antok, sebagai subsidi silang. Uang yang dihasilkan untuk menjamin keberlangsungan pembuatan peti mati selanjutnya.

Produksinya terus dilakukan sebab kebutuhan peti mati tersebut cukup tinggi dan banyak warga tidak mampu yang membutuhkannya.

Antok mengaku tetap bergerak di tengah masyarakat meski pandemi cukup mengkhawatirkan. Alasannya, adalah rasa kepedulian atas realitas yang ada.

"Ya mohon maaf, realitanya sekarang kalau ada orang mati kena Covid-19, kasihan banget gak ada yang mendekat. Makanya harus ada yang peduli, meskipun tetap harus protokol kesehatan. Kepedulian tidak boleh mati." ujarnya.

Tetangga Bantu Tetangga

Bagi warga yang tengah menjalani isolasi mandiri di rumah, peranan tetangga cukup sentral. Tetangga adalah lingkaran terdekat yang memang seharusnya bisa diandalkan.

Perhatian dari tetangga bisa jadi sokongan moral untuk memperkuat semangat warga yang tengah berjuang melawan sakitnya.

Sri Uminingsih, perempuan yang tinggal di Perumahan Permata Hijau, Kota Kediri, ini salah satu yang mempraktikkannya.

Bersama ibu-ibu lainnya, ia rutin memberi bantuan makanan kepada tetangga yang tengah menjalani isoman.

"Sesama tetangga kita harus saling peduli," ujar istri dari ketua RT 44 lingkungan Perumahan Permata Hijau ini.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/17/060000578/cerita-cerita-luar-biasa-dari-warga-di-tengah-pandemi-corona-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke