Salin Artikel

Rumah Sakit Penuh, Pasien Dirawat di Tenda, Warga: Kondisi Darurat Mirip Perang

Di Kota dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sebanyak dua rumah sakit umum daerah bahkan menutup layanan instalasi gawat darurat (IGD) untuk pasien Covid 19 lantaran minimnya pasokan oksigen.

Sedangkan rumah sakit umum daerah di Kota Solo, Jawa Tengah, mendirikan tenda-tenda di luar gedung RS untuk menampung pasien.

'Kondisinya darurat mirip perang'

Pikiran Suryanti kalut ketika ibunya ditolak masuk ruang isolasi sebuah rumah sakit di kawasan Solo Baru.

Padahal, kondisi saturasi oksigen sang ibu sudah di bawah 90 dan kadar gula darahnya cukup tinggi.

"Ibu ditolak karena ruang isolasinya penuh. Kemudian rencana mau dibawa ke rumah sakit lainnya, tapi driver taksi online yang disewanya itu bilang kalau stok oksigen di beberapa rumah sakit di Solo habis. Terus disuruh ke Moewardi karena oksigennya banyak," kata Suryanti.

Namun, karena ruang perawatan untuk pasien Covid-19 penuh, ibunya harus menjalani perawatan sementara di dalam tenda darurat selama tiga hari, sembari menunggu giliran untuk mendapatkan kamar perawatan di dalam rumah sakit.

"Ketika masuk, kondisinya lebih padat dibandingkan hari ini (Sabtu, 3 Juli 2021) bahkan sampai ke teras-teras dan area parkir. Ada juga pasien yang tidurnya hanya dengan tandu."

"Yang di dalam tenda itu kalau hujan bawahnya becek kan kondisinya darurat sekali mirip perang," papar Suryanti kepada Fajar Sodiq, wartawan di Solo yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Selama menjalani perawatan di dalam tenda, menurut Suryanti, kondisi psikis ibunya sempat anjlok karena sering melihat pasien-pasien Covid-19 lainnya meninggal.

Meski demikian, ibunya tetap bisa bertahan dan kini mendapatkan penanganan di ruang ICU rumah sakit karena kondisinya sempat kritis.

"Pasien yang di depannya meninggal, terus di sampingnya meninggal. Itu membuat kondisi ibu drop dan mungkin jadi memperparah kondisinya karena melihat situasi di sekitarnya seperti itu jadi menyeramkan sekali.

"Tapi kalau untuk tenaga medisnya, pelayanannya sangat baik dan ramah. Kasihan mereka petugasnya terbatas dan harus merawat banyak pasien," ujarnya.

Bapaknya hanya menjalani perawatan di bawah tenda darurat selama sehari. Kemudian, bapaknya langsung dipindah ke ruang isolasi di dalam rumah sakit.

"Bapak itu masuk Senin dan di tenda darurat hanya semalam. Hari Selasa sudah dipindah di bangsal," ujarnya.

Dua tenda berukuran besar dan satu tenda berukuran sedang terpasang di depan halaman Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Moewardi Solo, Sabtu (3/7/2021).

Di dalam tenda-tenda itu terdapat puluhan tempat tidur untuk pasien.

Tak hanya pasien Covid-19, tenda itu juga diperuntukkan bagi pasien non Covid-19 sambil menungu antrean untuk masuk ke dalam rumah sakit.

Sejumlah tenaga kesehatan (nakes) lengkap dengan menggunakan APD tampak mendorong troli berisi tumpukan kardus makanan.

Selanjutnya mereka membagikan nasi kotak itu kepada para pasien yang dirawat di bawah tenda darurat tersebut. Selain itu juga ada nakes yang sibuk mendorong tabung oksigen berukuran besar untuk diganti.

Sebagai rumah sakit paling besar di wilayah Solo Raya, RSUD dr Moewardi menjadi salah satu rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien Covid-19.

Para pasien Covid-19 yang masuk ke RSUD dr Moewardi tidak hanya berdasarkan hasil rujukan dari rumah sakit setempat, tapi mereka juga memang datang sendiri agar bisa dirawat di rumah sakit tersebut.

Meskipun tanpa rujukan, Cahyono mengaku tetap akan menerima pasien tersebut agar segera mendapatkan perawatan.

"Bukan hanya Solo dan sekitarnya, tapi dari daerah Jawa Timur masuk Moewardi. Bahkan, dari Pati, Semarang, Batang masuk ke kita. Saya pasti tidak akan melakukan penolakan (pasien)," kata Direktur Utama RSUD dr Moewardi Solo, Cahyono Hadi, Sabtu (3/7/2021).

Untuk mengatasi peningkatan jumlah pasien yang masuk, dijelaskan Cahyono, pihaknya mendirikan tiga tenda yang difungsikan sebagai tempat untuk menangani pasien yang akan masuk.

Nantinya setelah di dalam tersedia kamar untuk perawatan, pasien yang mengantre di luar itu akan langsung dibawa masuk.

Adanya lonjakan jumlah pasien Covid-19 yang masuk ke RSUD dr Moewardi menyebabkan adanya penambahan jumlah tempat tidur untuk pasien Covid-19.

"Sudah saya tingkatkan tapi tingkat BOR sudah mencapai 90-95%. Sedangkan untuk ICU itu jumlahnya 68 bed tapi juga penuh semua. Jadi jumlah 400 bed itu termasuk dengan ICU," sebutnya.

Sedangkan untuk persedian tabung oksigen, ia mengaku tidak ada masalah di rumah sakit tersebut.

Bahkan, ia mengatakan, pasokan oksigen selama ini cenderung aman.

Dengan kondisi seperti itu, ia berharap sejumlah rumah sakit di luar Solo untuk melakukan penguatan di daerahnya masing-masing.

Pasalnya, pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit Solo sebagain besar berasal dari luar Solo.

"Kalau kita lihat pasien (Covid-19) di Solo itu 60% adalah pasien luar kota. Teman-teman rumah sakit ini sudah menambahi bed hampir setiap hari dan sekarang sudah tembus angka 1.050-an...

"Ini adalah angka lebih besar dari pada puncak Januari lalu," ujarnya.

Berdasarkan data BOR rumah sakit di Solo yang diperoleh BBC News Indonesia, BOR Isolasi telah mencapai 97% dan BOR ICU mencapai 98%.

"Hampir semua rumah sakit untuk IGD dan isolasi hampir penuh," ujarnya.

Dengan kondisi seperti itu, ia pun telah melakukan koordinasi dengan sejumlah rumah sakit untuk menambah kapasitas tempat tidur.

Hanya saja, penambahan jumlah bukan perkara yang mudah karena terkait dengan keberadaan SDM.

Bahkan ada warga mengantre di sejumlah tempat isi ulang oksigen untuk pasien Covid 19 yang isolasi mandiri di rumah.

Namun pemerintah setempat menjamin pasokan oksigen aman.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bandung menutup layanan IGD pasien Covid per 2 Juli 2021. Kurangnya pasokan oksigen menjadi salah satu alasannya.

"Empat hari yang lalu sudah merasakan kurangnya pasokan oksigen dari distributor dan vendor. Makanya empat hari yang lalu itu, sudah coba mengefisiensikan penggunaan oksigen ini," kata Direktur RSUD Kota Bandung, Mulyadi, saat dihubungi, Sabtu (3/7/2021).

Menurut dia, ada dua hal yang menyebabkan kekurangan oksigen.

Pertama, lonjakan pasien Covid 19 yang membutuhkan oksigen meningkat hingga dua kali lipat, dari biasanya tiga hingga empat menjadi delapan hingga sepuluh tabung FCL.

Kedua, terbatasnya pasokan dari distributor.

"Ya memang distributor kayaknya kesulitan karena rumah sakit-rumah sakit lain sama (membutuhkan), jadi dari hulunya ini. Yang produksinya sama segitu, tapi kebutuhannya kemana-mana. Jadi tidak seimbang antara produksi dengan kebutuhan yang melonjak," tutur Mulyadi.

Alasannya serupa, yakni minimmya pasokan oksigen dan lonjakan pasien Covid 19.

"Kita evaluasi mudah-mudahan secepatnya, begitu pasokan oksigen memadai, kita akan normalkan lagi untuk pelayanan IGD," kata Humas RSUD Majalaya, Agus Heri Zukari, kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Agus menjelaskan, jumlah pasien Covid 19 melonjak hingga hampir 270 kunjungan per 28 Juni 2021, atau sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan bulan Mei.

Sebagian besar pasien Covid 19, kata Agus, sudah membutuhkan bantuan oksigen.

"Hampir semua yang datang ke rumah sakit itu, rata-rata sudah status kuning dan merah. Jadi hampir semua yang masuk itu menggunakan oksigen dalam jumlah besar," ungkapnya.

Di lain sisi, pasokan oksigen berkurang, seperti yang dialami RSUD Kota Bandung.

Di tempat lain, Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung memutuskan menutup layanan klinik atau rawat jalan, meski stok oksigen masih mencukupi.

Keputusan itu diambil lantaran banyak tenaga kesehatan yang terpapar.

Direktur Utama RSKIA, Taat Tagore, mengungkapkan, dari 90 orang tenaga medis terpapar virus SAR CoV2, 10 orang di antara mereka harus menjalani perawatan di rumah sakit dan sisanya isolasi mandiri.

Saat ini, Taat tidak bisa memastikan, sampai kapan stok oksigen bisa mencukupi.

"Kita juga punya alat penghasil oksigen, tapi skalanya tidak dirancang untuk situasi saat ini. Kalau hanya mengandalkan alat penghasil oksigen dari RSKIA, nggak akan mampu," ujar Taat.

Pria 57 tahun itu harus berkeliling ke sejumlah tempat isi ulang oksigen yang sebagian besar menyatakan habis.

Kalaupun ada, Nang harus indent atau memesan terlebih dahulu dan mengantre untuk hari berikutnya.

Nang seperti berlomba dengan waktu karena persediaan oksigen harus terpenuhi sebelum stok habis.

Dua tabung oksigen yang dia miliki hanya mampu bertahan untuk 6-8 jam.

Sementara, anaknya mengalami sesak dengan saturasi oksigen dalam darah rendah, namun tidak bisa dirawat di rumah sakit karena penuh.

"Susahnya tiga-empat hari ke belakang sulit karena mungkin peningkatan orang yang terpapar dan makin banyak orang yang melakukan isolasi mandiri. Artinya persediaan oksigen harus menyediakan sendiri.

"Rumah sakit gak mungkin melayani, puskesmas juga tidak punya sarananya," ungkap Nang, saat dihubungi Sabtu (3/7/2021).

Selain sulit, menurut Nang, harganya pun naik dua kali lipat.

Untuk isi ulang, yang biasanya Rp25.000 hingga Rp 30.000 per meter kubik, menjadi Rp 50.000 per meter kubik.

Belum lagi jika membeli satu set tabung oksigen yang harganya melonjak tajam hingga Rp1,8 juta.

Nang meminta pihak berwenang segera mengatasi persoalan ini.

"Apakah pemerintah menyediakan atau membantu distribusi, itu perlu. Minimal informasi bahwa di sini ada (isi ulang oksigen) 24 jam. Saya pikir itu belum ada, padahal itu sangat strategis dan kalau tidak tertangani kebutuhan oksigennya bisa fatal," kata warga Kota Bandung itu.

"Intinya kita alokasi oksigen ini tadinya 75% untuk industri dan 25% untuk medis, sebelum pandemi. Sekarang pada saat Juni berubah total 95% untuk medis. Jadi industri hanya diisikan 5%," kata Kepala Dinas Perdagangan dan Industri Kota Bandung, Eli Wasliah.

Namun, Eli tidak memungkiri pasokan oksigen sempat tersendat beberapa hari ke belakang dikarenakan masalah distribusi.

Sementara, pasokan oksigen untuk pasien yang isolasi mandiri, Eli mengakui hal itu belum menjadi perhatian Pemerintah Kota Bandung, lantaran pasien yang isolasi mandiri adalah pasien OTG dan bergejala ringan sehingga dianggap tidak membutuhkan oksigen.

Tetapi melihat kondisi banyaknya pasien isolasi mandiri yang mengalami sesak napas dan tidak bisa dirawat karena terbatasnya kapasitas rumah sakit, Eli mengatakan, pemerintah akan mengkaji beberapa opsi.

"Ini sesuatu yang luar biasa akhir-akhir ini. Kemarin memang kami komitmennya memprioritaskan rumah sakit dan puskesmas. Persepsi kita yang di rumah itu yang OTG dan gejala ringan, kemungkinan sedikit yang butuh oksigen karena yang sedang dan berat dibawa ke rumah sakit," kata Eli.

Eli mengaku baru mendengar warga yang kesulitan mengisi ulang tabung oksigen di pengecer.

"Saya baru dengar bahwa ada warga yang kesulitan karena kemarin terus terang kita fokusnya masih ke rumah sakit."

"Sejauh ini pasokan aman. Jadi kalau memang sangat terpaksa, bisa langsung ke agen atau ke filling station (stasiun pengisian oksigen), kalau memang sampai di pengecer sulit.

"Ini yang memang belum diatur Disdagin (Dinas Perdagangan dan Industri) dengan filling station (mengenai distribusi) sampai ke pasien isolasi mandiri di rumah-rumah," ujarnya.

"Kami sudah over kapasitas. Sampai sekarang ini kami sudah membuka 88 bed, penuh. Awalnya 14, kami tambah lagi, tambah 8, tambah 20 sampai terakhir punya kapasitas bed 88," ungkap Ketua Tim Penanganan Pasien Covid-19 RSUD Smart Pamekasan, Syaiful Hidayat, kepada Mustopa, wartawan di Madura yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Sebenarnya, kata Syaiful, tenda darurat awalnya didirikan untuk menggantikan fungsi Instalasi Gawat Darurat (IGD) karena ruang IGD sudah dimodifikasi sebagai ruang isolasi untuk pasien Covid-19.

Namun, dalam perkembangannya, tenda darurat digunakan untuk menampung pasien Covid-19 yang menunggu giliran masuk ke ruang isolasi.

"Tiap hari yang datang banyak, 10 sampai 15 pasien Covid-19, antrean banyak," imbuh dokter spesialis paru tersebut.

Bahkan, menurut Syaiful, pihak RSUD terpaksa menolak beberapa pasien yang hendak dirujuk karena sudah tidak bisa menampung.

Oleh karena itu, dia mendorong agar Satgas Covid-19 atau Dinas Kesehatan setempat untuk mendirikan rumah sakit lapangan.

"Seperti di Jakarta ada Wisma Atlet, di Surabaya ada rumah sakit Indrapura, karena nggak mungkin kalau mengandalkan RSUD, jebol ini, 88 bed itu sudah penuh," tegas Syaiful.

Lebih jauh, Syaiful mengatakan bahwa kasus Covid-19 di Kabupaten Pamekasan lebih berat dari gelombang pertama.

Sebab, mayoritas pasien yang dirawat di RSUD Smart Pamekasan terpapar virus varian baru yakni Varian Delta, seperti yang terjadi di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

"Kalau menurut saya virus ini sangat ganas sekarang, lebih berat dari yang dulu, varian baru, varian delta, sama dengan Bangkalan karena kami satu pulau," lanjut Syaiful.

Pasien yang dirawat usianya juga beragam mulai dari 35 sampai 80 tahun.

Rata-rata dari mereka masih punya hubungan keluarga, seperti pasangan suami istri, orang tua dan anak, bahkan adik-kakak.

Direktur Utama RSUD Smart Pamekasan, Farid Anwar, menekankan agar penanganan kasus Covid-19 tidak hanya dibebankan kepada rumah sakit.

Artinya, masyarakat harus ikut membantu menekan penyebaran virus tersebut dengan menerapkan protokol kesehatan.

"Berapa pun kami sediakan tabung oksigen, berapa tempat tidur yang kami sediakan, kalau hulunya dibiarkan, mulai dari pencegahannya, penegakan disiplin protokol kesehatan, kalau dibiarkan, ambyar hilirnya," tandas Farid.

Sementara itu, Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Pamekasan belum punya strategi khusus untuk menekan lonjakan kasus di wilayah itu.

Satgas hanya menjalankan instruksi Presiden Republik Indonesia terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

"Tentunya harus bekerjasama, bersinergi dengan semua pihak, termasuk masyarakat karena salah satu kunci keberhasilan penanganan Covid-19 adalah kebersamaan," jelas Humas Satgas Covid-19 Kabupaten Pamekasan, Sigit Priyono.

Wartawan di Bandung, Yuli Saputra; wartawan di Solo, Fajar Sodiq; dan wartawan di Madura, Mustopa, berkontribusi dalam artikel ini.

https://regional.kompas.com/read/2021/07/04/140400678/rumah-sakit-penuh-pasien-dirawat-di-tenda-warga--kondisi-darurat-mirip

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke