Salin Artikel

Polemik Penyekatan Suramadu, Dianggap Diskriminatif, Terjadi Demonstrasi dan Kericuhan hingga Skrining Tes Antigen Dihentikan

Protes itu terjadi saat penyekatan berlangsung selama hampir dua pekan.

Ada tudingan yang menyebut bahwa penyekatan tersebut telah mendiskriminasi masyarakat Madura.

Kurangnya pendekatan sosial kepada masyarakat dalam pengambilan kebijakan sebelum penyekatan, diduga menjadi penyebab mengapa sebagian masyarakat Madura merasa terdiskriminasi.

Kebijakan penyekatan di akses Jembatan Suramadu yang diambil Pemerintah Kota Surabaya sebenarnya dilakukan untuk mencegah penularan Covid-19.

Sebab, beberapa pekan setelah libur panjang Lebaran, terjadi lonjakan kasus Covid-19 di Kabupetan Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Namun, kebijakan penyekatan di Jembatan Suramadu sisi Surabaya yang dilakukan secara mendadak itu dianggap diskriminatif bagi masyarakat Madura.

Warga Madura, Jawa Timur, yang tergabung dalam Gerakan Selamatkan Jawa Timur (GAS Jatim) mengancam akan menggelar aksi demonstrasi di kantor Pemerintah Kota Surabaya pada Kamis (17/6/2021).

Bob Hasan selaku korlap aksi mengatakan, kebijakan Pemkot Surabaya melakukan penyekatan di Jembatan Suramadu diskriminatif.

"Jadi, penyekatan di Jembatan Suramadu kami nilai sebagai bentuk diskriminasi terhadap warga Madura. Kalau ada penyekatan untuk kebaikan Kota Surabaya, harusnya daerah lain yang berbatasan dengan Surabaya, seperti Sidoarjo dan Gresik, harus dilakukan penyekatan juga," kata Bob Hasan dikonfirmasi, Rabu (16/6/2021).

Aksi tersebut urung terjadi setelah Pemkot Surabaya menggelar audiensi bersama perwakilan massa di Kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Kamis (17/6/2021).

Pertama adalah meluruskan adanya soal isu diskriminasi yang muncul karena penerapan penyekatan di akses Suramadu.

"Salah satunya adalah terkait diskriminasi, tapi bukan menyangkut ras (golongan). Diskriminasi yang dianggap oleh mereka (ormas) adalah diskriminasi kebijakan yang dilakukan pemerintah kota," kata Irvan.

Menurut dia, salah satu ormas menilai bahwa kebijakan penyekatan di akses Suramadu sisi Surabaya ini merupakan bentuk diskriminasi kebijakan.

Namun, setelah diberikan pemahaman, akhirnya mereka menyadari bahwa kebijakan tersebut bukanlah sebuah diskriminasi.

"Setelah kita berikan pemahaman kita terangkan semuanya, ternyata mereka menyadari bahwa ini bukan sebuah diskriminasi. Tapi memang sebuah upaya untuk memutus mata rantai dan mereka memahami. Karena kan tidak bisa keluar dari 3T. Testing, Tracing dan Treatment," ujar dia.

Tokoh Bangkalan bantah ada diskriminasi

Sebelumnya, Bupati Bangkalan R Abdul Latif Ami  Imron mengatakan tidak ada perbedaan maupun diskriminasi kepada warga Madura.

Sebab, warga yang mau ke Bangkalan, Madura, juga sudah dilakukan tes swab antigen, sama seperti warga yang dari Madura ke Surabaya.

"Sekali lagi, tidak ada diskriminasi kepada warga Madura, karena perlakuan yang sama (screening dan tes antigen) juga dilakukan bagi warga (dari arah Surabaya) yang akan berkunjung ke Madura, dilakukan tes swab yang sama (seperti) di Surabaya," kata Ra Latif.

Menurutnya, penyekatan di Jembatan Suramadu dilakukan di kedua sisi, bukan di sisi Surabaya saja.

"Penyekatan di Suramadu bukan diskriminasi, karena penyekatan di dua sisi, yang diperiksa tidak hanya warga Madura yang akan ke Surabaya, tapi juga warga Surabaya yang akan ke Madura," kata Fathur Rozi, Jumat (18/6/2021).

Menurutnya, tes antigen yang dilakukan di pos penyekatan Jembatan Suramadu merupakan bentuk ikhtiar untuk menekan penyebaran Covid-19.

Hal itu dilakukan karena terjadi peningkatan kasus Covid-19 di Bangkalan dan sejumlah daerah lain beberapa hari terakhir.

Ia pun meminta warga Jatim, khususnya Madura, untuk menaati dan medukung langkah pemerintah mencegah penyebaran Covid-19.

Warga, kata dia, juga harus menjalani hidup sehat dan menaati protokol kesehatan Covid-19.

"Dalam ajaran Islam, mencegah kemudaratan yang lebih besar itu wajib dilakukan," ujar dia.

Demonstrasi di Balai Kota Surabaya

Namun, masyarakat Madura tetap menginginkan Pemkot Surabaya mencabut kebijakan tes antigen di Pos Penyekatan Suramadu dan dialihkan ke tempat lain.

Demonstrasi pun tak terhindarkan.

Ratusan warga Madura yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Madura Bersatu melakukan demonstrasi di depan kantor Balai Kota Surabaya, Senin (21/6/2021).

Mereka juga membawa sejumlah poster yang bertuliskan "Madura melawan, hentikan penyekatan di Suramadu yang diskriminatif", "Kebijakan itu dibuat untuk kemaslahatan umat bukan seenak jidat", "Lakukan tes swab antigen di tempat karaoke, klub malam dan tempat hiburan lainnya di Surabaya".

Demo bertajuk 'demonstrasi akbar Madura melawan' ini menyuarakan tiga tuntutan.

1. Meminta Pemkot Surabaya menghentikan penyekatan yang diskriminatif

2. Melakukan swab antigen di tempat hiburan dan tempat kerumunan lainnya di Surabaya

3. Meminta Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi minta maaf kepada warga Madura.

"Kalau Pak Wali Kota ingin melakukan swab silakan di tempat keramaian lainnya. Jika tetap kebijakan swab ini tetap berlangsung hingga 1-2 minggu ke depan maka warga Madura bukan mati karena virus Covid-19, tapi karena kelaparan tidak bisa bekerja," teriak Ahmad.

Eri menuturkan, kebijakan skrining dan tes antigen di Pos Penyekatan Suramadu merupakan keputusan bersama dari Forkopimda Jawa Timur.

Dirinya dan Bupati Bangkalan hanya sebagai pelaksana tugas dari keputusan yang telah disepakati.

"Nanti saya akan sampaikan juga terkiat tuntutan yang lainnya ke Forkopimda Jatim, nanti kami menunggu arahan dari satgas Covid-19 wilayah," ucap Eri.

Adapun mengenai tuntutan massa aksi yang meminta agar penyekatan dan tes antigen di Suramadu dihentikan, hal itu akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

"Saya sampaikan juga tadi, kalau sudah ada SIKM (surat izin keluar masuk), enggak perlulah ada swab di Surabaya, karena sudah ada kesepakatan dengan pimpinan daerah Forkopimda Jatim," ujar Eri.

Eri merasa sedih jika muncul opini diskriminasi terhadap warga Madura atas pemberlakuan penyekatan di Suramadu.

Sebab, Eri mengaku memiliki keluarga sesepuh yang berasal dari Madura.

"Kalau njenengan tanya saya, saudara saya masih di Bangkalan semuanya, orangtua saya kakek saya juga dari Bangkalan. Kalau njenengan ada yang tanya, ini yang bikin saya sedih waktu ada yang bilang diskriminasi," ucap Eri.

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi langsung mengambil sikap usai menemui massa Koalisi Masyarakat Madura Bersatu yang menggelar aksi di Balai Kota Surabaya.

Eri menepati janjinya kepada para demonstran dengan menemui Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi, Senin (21/6/2021).

Saat bertemu dengan Khofifah bersama sejumlah pejabat Pemprov Jatim, Eri menyampaikan semua aspirasi warga Madura atau aspirasi dari massa Koalisi Masyarakat Madura Bersatu.

Eri menjelaskan, keinginan massa Koalisi Masyarakat Madura Bersatu itu sama dengan arahan Khofifah, yakni fokus pada pengamanan di tingkat desa atau kecamatan.

"Sehingga nanti melakukan pengamanan daerah itu dengan sifat ke desa atau kecamatan, dan itu sudah dilakukan di Surabaya, dan di Surabaya dilakukan di kelurahan, jadi di kelurahan-kelurahan itu dijaga," kata Eri.

Setelah bertemu Khofifah, Eri Cahyadi berangkat ke Bangkalan menemui Bupati Bangkalan R Abdul Latif Amin Imron, di depan Gedung BPWS Bangkalan, Senin (21/6/2021) malam.

Eri juga mengajak Koordinator Lapangan (Korlap) aksi ‘Koalisi Masyarakat Madura Bersatu’ Ahmad Annur yang melakukan demonstrasi di depan Balai Kota Surabaya.

Dalam pertemuan itu disepakati warga yang melintas di Suramadu cukup menunjukkan surat izin keluar masuk (SIKM) atau surat keterangan sehat (SKS).

SIKM dan SKS itu bisa diperoleh di puskesmas yang berada di setiap kecamatan di Bangkalan.

Jika sudah mengantongi surat tersebut, masyarakat yang melintas menuju Surabaya tidak perlu melakukan tes antigen di Jembatan Suramadu.

Usai terjadi demonstrasi di Balai Kota Surabaya, penyekatan di posko penyekatan pintu keluar Jembatan Suramadu arah ke Surabaya kembali terjadi kericuhan.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Irvan Widyanto menjelaskan, peristiwa ini terjadi pada Selasa (22/6/2021) sekitar pukul 04.30 - 05.30 WIB,

"Telah terjadi upaya provokatif yang dilakukan masyarakat dari arah Jembatan Madura - Surabaya, dengan tujuan agar bebas melintas memasuki Kota Surabaya tanpa perlu diswab antigen," kata Irvan.

Irvan menyebut, setidaknya ada sekitar 100 orang pengendara yang melintas depan belakang jalur lambat (Depan Tenda PCR) melakukan provokasi dengan tindakan yang tidak terpuji.

"Sambil melintas melakukan blayer motor motor. Sambil melintas, terdapat beberapa pengendara turun dari motor dan menendang kursi-kursi tenda di PCR dan saling dorong kecil dengan petugas pengamanan," ungkap dia.

Tak hanya itu, massa juga merusak pagar kawat pembatas jalur sepeda motor dan mobil di Jembatan Suramadu. Mereka juga menyerang petugas menggunakan petasan.

Kasatlantas Polres Tanjung Perak AKP Eko Adi Wibowo mengaku langsung meninjau lokasi.

Warga yang merusak pagar itu langsung kabur dengan melompati pembatas kendaraan hingga akhirnya turun ke Jalan Tambak Wedi.

"Ternyata di sana titik kumpulnya mereka ada sekitar 200 orang lebih. Kita pecahlah kerumunan mereka, kita dorong agar tidak di situ, sebagian masuk ke kampung Tambak Wedi, sebagian lurus ke arah bawah Jembatan Suramadu itu," tutur dia.

Saat ditekan mundur, massa yang berkumpul itu tak langsung bubar. Mereka mundur pelan-pelan.

Eko menduga kuat ada pihak lain yang ingin memanfaatkan kekeruhan yang terjadi saat ini.

Menurutnya, massa yang ricuh di pos penyekatan Jembatan Suramadu hari ini bukan para pengendara yang ingin bekerja.

"Jadi bukan warga pengendara yang biasa, bisa saja bagi mereka yang memiliki niat kriminal dengan adanya penyekatan ini seakan-akan terhambat," kata dia.

Kericuhan dan kekacauan yang terjadi di pos penyekatan Jembatan Suramadu merupakan peristiwa memprihatinkan.

Ahli Kebijakan Kesehatan Universitas Airlangga Ilham Akhsanu Ridlo menyarankan agar testing lebih banyak dilakukan penguatan di pusat pelayanan kesehatan primer, yakni Puskesmas.

Terutama dalam pelayanan tes Covid-19 dan tracing atau penelurusan kasus penularan virus corona.

"Seluruh kepala daerah wajib memperkuat Puskesmas, dan memperkuat nakes (tenaga kesehatan) di sana (Bangkalan Madura) untuk melakukan dan meningkatkan test-tracing di wilayah kerjanya masing-masing," kata Ilham.

Kekacauan yang terjadi di pos penyekatan Jembatan Suramadu ini, menurut Ilham, kemungkinan bisa dielaborasi dengan pejabat pelaksana di lapangan.

"Namun, menurut saya, kurangnya pendekatan sosial dalam intervensi sebelum diputuskan adanya penyekatan ini. Sehingga terkesan (kebijakan) yang diambil sangat diskriminatif bagi masyarakat Madura," papar ilham.

Penyekatan Suramadu dihentikan

Imbas dari kericuhan dan penolakan tes antigen di Suramadu, penyekatan tersebut akhirnya resmi dihentikan pada Rabu (23/6/2021).

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Gatot Repli Handoko mengatakan, penyekatan akan dipindah dan dilakukan di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, tepatnya di delapan desa di Bangkalan.

"Delapan desa (di Bangkalan) tersebut masuk dalam 5 kecamatan PPKM mikro di Provinsi Jatim," kata Gatot.

Adapun delapan desa/kelurahan lokasi PPKM Mikro tersebut, yakni, Kelurahan Kraton, Pejagan dan Bancaran. Ketiganya berada di Kecamatan Bangkalan.

Kemudian Desa Arosbaya dan Desa Tengket (Kec. Arosbaya), Desa Moarah (Kec. Klampis), Desa Kombangan (Kec. Geger) dan Kelurahan Tunjung (Kec. Burneh).

https://regional.kompas.com/read/2021/06/24/055217178/polemik-penyekatan-suramadu-dianggap-diskriminatif-terjadi-demonstrasi-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke