Salin Artikel

Kisah Nenek Rubi, Sebatang Kara Tinggal di Rumah Reyot, Menangis Ingat Anak 10 Tahun Tak Pulang

Di rumah yang hanya berukuran 4x6 meter itu terlihat, separuh tembok belakang dari bata merah sudah setengah rebah. Nenek Rubi pun berinisiatif menopang sisa tembok batu bata tersebut dengan beberapa bilah bambu.

"Hujannya waktu itu deras sekali, pondasinya tidak kuat akhirnya roboh karena tidak ada besinya.. Saya topang pakai bambu biar yang tersisa tidak roboh," ujarnya saat ditemui Kompas.com di rumahnya, di Desa Sidowayah, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Minggu (13/06/2021).

Rumah Nenek Rubi merupakan rumah yang terbuat dari bagian bawah tembok bata sementara separuh dinding ke atas terbuat dari kayu dan bambu.

Rumah tersebut juga merupakan bantuan  TNI dan warga sekitar 9 tahun lalu. Sejak saat itu rumah tersebut tak  pernah tersentuh rehabilitasi sehingga kondisinya sangat memperihatinkan.

Tak memiliki uang untuk menutup tembok bagian belakang rumahnya yang roboh, Nenek Rubi hanya menutupnya dengan terpal kuning.

Kondisi memprihatinkan juga terlihat dari bagian kamar yang hanya beralaskan tanah, sementara untuk tidur Nenek Rubi hanya memiliki kasur lepek di sudut kamar.

Bersebelahan dengan tempat tidur sejumlah gentong tempat menyimpan beras bersanding dengan kotak yang digunakan menyimpan benda lainnya.

Kondisi atap rumah Nenek Rubi juga memprihatinkan karena atap genting yang disangga bambu tersebut telah lapuk.

“Satu -ruangan yang tidak kena air pas hujan ya di kasur saja,” imbuhnya.

Tangan terkilir, Nenek Rubi hidup dari belas kasihan tetangga

Dua  tahun terkahir tangan kanan Nenek Rubi terkilir yang membuat dia tak lagi bisa bekerja sebagai buruh tani.

Tak lagi bisa bekerja membuat Nenek Rubi hanya bergantung dari bantuan pemerintah melalui bantuan pangan non tunai dan belas kasihan tetangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Satu satunya pekerjaan ang bisa dilakukan Nenek Rubi adalah menjadi buruh kupas bawang merah milik warga.

"Tangan  ini rasanya nyeri dan  lemas. Paling bisa kerja buruh mengupas bawang merah. Sehari kalau dapat 20 kilo upahnya Rp 10.000," katanya.

Di rumah kecilnya tersebut Nenek Rubi juga tidak memiliki kamar mandi ataupun WC.  Di memilih mandi dan buang air besar di sungai tak jauh dari umahnya.

“Mandi ya di sungai situ. Mau numpang tetangga takut merepotkan,” ucapnya.

Kades: ada pandemi, usul rehab rumah Nenek Rubi terbentur anggaran 

Kepala Desa Sidowayah Suyatno mengatakan, keberadaan Nenek Rubi memang sudah memprihatinkan beberapa tahun terakhir.

Dia mengaku hanya bisa membantu melalui bantuan pangan nontunai serta PKH untk menunjang kebutuhan hidupnya.

"Kalau kebutuhan sehari hari kita bantu melalui pangan nontunai atau PKH," katanya.

Terkait rumah Nenek Rubi yang reyot menurut Suyatno pemerintah Desa Sidowayah telah berupaya menyisihkan anggaran Rp 5 juta untuk merehab rumah Nenek Rubi.

Suyatno mengaku kondisi pandemi Covid-19 membuat pemerintah desa belum bisa membantu melakukan rehabilitasi rumah Nenek Rubi karena terbentur anggaran.

Ia juga belum bisa memastikan kapan akan melakukan rehab rumah nenek renta tersebut. "Kami juga sudah usulkan ke pemerintah daerah untuk dibantu,” imbuhnya.

Meski tinggal sebatang kara dengan segala kekurangannya, Nenek Rubi mengaku tak pernah berputus asa.

Dia mengkau kehidupan serba kekurangan sudah dirasakan sejak sebelum suaminya meninggal. Bahkan kehidupan kekurangan masih dialami hingga mempunyai 2 anak laki-laki.

Keduanya akhirnya  lebih memilih merantau hingga kini tak diketahui keberadaannya.

Anak pertama Nenek Rubi bernama Suyatin (40) yang minta izin merantau ke Jakarta untuk mencari penghidupan.

Pun dengan anaknya yang bernama Sutopo (38) yang memlilih merantau ke Semarang dan terakhir diketahui telah berkeluarga.

“Suyatin ke Jakarta. Pamitnya mau cari kerja kalau dapat rejeki mau pulang,” kata Nenek Rubi.

Tangis Nenek Rubi di hari Lebaran, anak tak ada yang pulang

Di tengah kehidupannya yang serba kekurangan, Nenek Rubi mengaku kangen sekali dengan kedua putranya tersebut.

Sambil berlinang air mata dia mengaku menangis di hari raya Lebaran kemarin. Mengingat kedua anaknya tidak diketahui keberadaannya.

“Saya lihat teman anak saya Lebaran bertandang ke rumah sanak saudara, tapi saya tidak tahu di mana anak saya. Tahunya saya hanya Jakarta dan Semarang saja,” ucapnya pilu.

Nenek Rubi mengaku ikhlas menjalani hidup dengan segala kekurangan yang dia alami, asalkan kedua buah hatnya tersebut pulang. 

https://regional.kompas.com/read/2021/06/13/120435678/kisah-nenek-rubi-sebatang-kara-tinggal-di-rumah-reyot-menangis-ingat-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke