Salin Artikel

Saat Suku Anak Dalam Sarolangun Mengeluh Kehilangan Ruang Hidup

Pertemuan dengan Suku Anak Dalam Sarolangun di tengah kebun sawit itu juga dihadiri oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR-BPN).

Salah satu perwakilan orang rimba Tumenggung Kecinto menyampaikan keluh kesah Suku Anak Dalam pada umumnya.

“Desa Air Hitam ini dulunya hutan tempat penghidupan Suku Anak Dalam. Jadi di hutan itu ada pencarian kayu damar, rotan, sialang, banyak sekali. Itu sumber kehidupan kami,” kata Kecinto.

Namun, menurut Kecinto, belakangan ini mulai ada perusahaan yang masuk ke dalam hutan.

Selain itu, banyak transmigran yang masuk, sehingga orang rimba merasa kehilangan mata pencaharian.

“Jadi kami masyarakat Suku Anak Dalam mungkin sudah selama hampir 5 tahun menuntut perusahaan. Maksud kami, sedangkan orang pendatang dikasih hak, apalagi kami yang pribumi. Jadi kami minta jaminan hidup pada perusahaan, itu yang kami mohonkan pada pemerintah,” kata Kecinto.

Menurut Kecinto, Suku Anak Dalam berharap tidak ada lagi konflik dengan perusahaan.

“Memang sangat kami harapkan, itulah yang jadi kehidupan kami Suku Anak Dalam,” kata dia.

Meriau, salah satu tumenggung kelompok yang hadir menyampaikan keluh kesahnya tentang ruang hidup mereka yang hilang.

"Kami di sini diusir oleh perusahaan. Kami mendirikan tenda di situ diusir. Padahal dulu ini hutan tempat nenek moyang kami," kata Meriau.

Sandrayati Moniaga selaku Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan konflik yang masuk pada 2019.

Menurut Sandra, Presiden juga berjanji akan menyelesaikan masalah di sana.

Itu sebabnya Komnas HAM juga mengajak Deputi II KSP, yakni Abetnego Tarigan.

Selain itu, Komnas HAM juga mengajak Wakil Menteri ATR-BPN Surya Tjandra untuk menyelesaikan masalah ini.

"Kami mempertemukan para pihak seperti pemerintah daerah, Kementerian ATR-BPN yang mengurus terkait izin Hak Guna Usaha (HGU) dan KSP untuk mendengar secara langsung permasalahannya dari orang rimba di lokasi ini," kata Sandra.



Dalam pertemuan itu ada 11 rombongan terdiri dari 217 kepala keluarga orang rimba di Kabupaten Sarolangun.

Saat dikonfirmasi, Wakil Menteri ATR-BPN Surya Tjandra mengatakan bahwa pihaknya masih mengumpulkan data soal konflik antara orang rimba dan perusahaan.

Sementara itu, Community Development Officer (CDO) PT SAL Thresa Jurenzy membenarkan bahwa ada pertemuan dengan pemerintah terkait konflik orang rimba dan perusahaan di kawasan perusahaan sawit tersebut.

Thresa menekankan bahwa pihak perusahaan menghargai setiap proses dan mengharapkan adanya solusi yang komprehensif.

Wakil Bupati Sarolangun Hilalatil Badri mengatakan, pihaknya tetap berupaya memfasilitasi Suku Anak Dalam tersebut.

Pemkab sebenarnya sudah menyediakan lahan 20 hektar. Namun, lahan itu bukan untuk kelompok yang sedang berkonflik saat ini.

Untuk itu, dia mengatakan, nantinya akan diadakan pertemuan antara pemerintah dan pihak terkait untuk menemukan solusi atas keluhan orang rimba.

https://regional.kompas.com/read/2021/06/11/140908278/saat-suku-anak-dalam-sarolangun-mengeluh-kehilangan-ruang-hidup

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke