Salin Artikel

Fakta di Balik Derita Korban Utang Pinjaman Online, Terdesak Kebutuhan dan Teror Debt Collector

KOMPAS.com - Kasus seorang guru honorer di Kabupaten Semarang, Afifah Muflihati (27), yang terjerat utang di puluhan aplikasi pinjaman online (pinjol) hingga ratusan juta rupiah menjadi sorotan.

Menurut pengakuan Afifah, awal mula dirinya meminjam uang di pinjaman online karena terdesak kebutuhan ekonomi, tepatnya pada 30 Maret 2021.

Selain itu, dirinya saat itu diduga tergiur dengan pencairan dana yang cepat di aplikasi pinjaman online.

Saat itu, kata Afiffah, dirinya mengajukan pinjaman di aplikasi Pohon Uangku.

Setelah melengkapi persyaratan, dirinya mengaku segera ditransfer pihak aplikasi Pohon Uangku sebesar Rp 3,7 juta.

Padahal, dirinya saat itu dijanjikan akan mendapat uang sebesar Rp 5 juta dengan jangka waktu pelunasan selama tiga bulan.

Namun, ternyata Afifah hanya diberi tenor pelunasan selama tujuh hari. Setelah lima hari berselang, Afifah mengaku mendapat teror dari pihak debt collector aplikasi pinjaman online.

"Kami utarakan kami belum gunakan uang itu dari aplikasi Pohon UangKu. Kalau dirasa saya masih punya utang maka akan saya bayar saat persidangan, saya memilih jalur hukum," jelas Afifah.


Utang membengkak

Sementara itu, Afifah mengaku, dirinya frustrasi setelah diteror terus-menerus dengan disertai intimidasi.

Lalu, Afifah akhirnya nekat meminjam uang lewat aplikasi pinjol lainnya untuk menutup utangnya.

Sayangnya, hal itu justru membuat Afifah terjerat utang lebih kurang 20 pinjol.

Dari hasil gali tutup lubang lewat pinjol itu, Afifah sudah sudah membayar Rp 158 juta dari total utang yang sudah mencapai Rp 206.350.000.

Lalu, untuk melunasi sisa utangnya, ia juga meminjam BPR sebesar Rp 20 juta dengan jaminan sertifikat rumah.

Saat ini utang di aplikasi pinjolnya yang belum terbayarkan ada Rp 47 juta.

Menurut Kuasa hukum Afifah, Muhammad Sofyan dari LBH NU Salatiga, teror yang dialami kliennya sudah masuk ranah pidana.

Alasannya, teror itu sudah mengandung unsur ancaman dan intimidasi.

"Data klien disebar ke seluruh kontak di phone book dengan tendensi menyerang, menyebutkan kata kasar, ditulis wanted, dan sebagainya," katanya.

Saat kliennya datang meminta bantuan, kondisinya sangat depresi karena teror yang diterima cukup mengerikan.

"Diteror ratusan kali. Bahkan ada yang diedit konten pornografi dan ditulis menjual diri untuk lunasi utang online," katanya.


Guru di Malang nyaris bunuh diri

Kasus serupa juga dialami seorang guru perempuan di taman kanak-kanak (TK) di Kota Malang berinisial S (40).

S mengaku terjerat pinjaman online hingga sekitar Rp 40 juta di 24 aplikasi.

Teror juga dialami S dan sempat ingin bunuh diri akibat tak kuasa menerima intimidasi debt collector dari aplikasi peminjaman itu.

Kepada Kompas.com, S terpaksa meminjam uang di aplikasi pinjaman online untuk kebutuhan membayar kuliahnya.

Seperti diketahui, S kuliah sebagai syarat untuk bisa tetap mengajar di TK tempatnya bekerja.

"Awal cerita saya pinjam online adalah karena kebutuhan untuk membayar biaya kuliah di salah satu universitas di Kota Malang sebesar Rp 2.500.000 karena memang dari tuntutan lembaga tempat saya mengajar harus punya ijazah S1," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (17/5/2021) malam.

S menceritakan, selama mengabdi di TK tersebut, dirinya hanya menerima gaji sebesar Rp 400.000 sebulan.

Kondisi itu membuat dirinya nekat untuk utang di pinjol agar tetap bisa mengajar.

"Kondisi terakhir gajinya Rp 400.000 sebulan. Karena sudah mengajar selama 13 tahun, tidak tahu saya jenjang kenaikan gajinya berapa. Tapi, kondisi terakhir sebelum dipecat Rp 400.000 sebulan," kata Slamet Yuono, kuasa hukum S dari Kantor Hukum 99 dan Rekan.


Langkah polisi

Sementar itu, menurut aparat kepolisian Polresta Malang Kota, S telah melaporkan 84 nomor telepon debt collector dari 19 pinjol ilegal.

Debt collector tersebut dilaporkan karena diduga menagih dengan cara meneror.

"Masih kita mintai keterangan saja, keterangan dari korban dan mengumpulkan data-data, sementara itu," kata Kasatreskrim Polresta Malang Kota, Kompol Tinton Yudha Riambodo melalui sambungan telepon.

Aparat kepolisian pun akan menyelidiki dan mendalami sejumlah data terkait untuk menyelediki kasus tersebut.

"Kita masih butuh beberapa data-data. Data yang dibutuhkan dalam proses penyidikan kita," katanya.

(Penulis : Kontributor Semarang, Riska Farasonalia, Kontributor Malang, Andi Hartik | Editor: Khairina, Dony Aprian)

https://regional.kompas.com/read/2021/06/08/072448878/fakta-di-balik-derita-korban-utang-pinjaman-online-terdesak-kebutuhan-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke