Salin Artikel

Ekskavasi Candi Gedog Blitar Ungkap Teknologi Konstruksi Era Majapahit

Selama proses penggalian di titik yang diduga bagian pusat Candi, tim dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur menemukan adanya konsentrasi material pasir dan kerikil persis di bawah struktur pondasi Candi.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Blitar Tri Iman Prasetyono mengatakan, temuan material pasir dan kerikil itu mengungkap fakta sejarah peradaban masyarakat dalam hal teknologi konstruksi di era Majapahit.

"Menariknya, teknik konstruksi menggunakan campuran pasir dan kerikil sebagai pijakan struktur pondasi bangunan sampai hari ini masih banyak digunakan di masyarakat kita. Ternyata teknik ini sudah berumur ratusan tahun," ujarnya kepada Kompas.com di situs Candi Gedog, Kamis (27/5/2021).

Tri menunjuk pada lapisan tanah persis di bawah struktur pondasi yang terbuat dari batu bata yang dikupas selama proses ekskavasi dan memperlihatkan adanya konsentrasi pasir dan kerikil putih.

"Ketebalan vertikal lapisan pasir dan kerikil itu sekitar 10 sentimeter. Menggunakan kerikil putih, batu putih," ujar Tri.

"Rupanya ada kesinambungan teknik dalam konstruksi dari jaman Majapahit sampai sekarang," tambahnya.

Penggunaan material pasir dan kerikil, lanjut Tri, kemungkinan merupakan teknik yang dimaksudkan agar bangunan lebih tahan terhadap guncangan gempa bumi.

Menurutnya, kearifan lokal berumur ratusan tahun dalam bidang konstruksi itu sekaligus menegaskan bahwa Pulau Jawa termasuk Jawa Timur merupakan wilayah yang secara periodik mengalami guncangan gempa bumi.

Sehingga, jelas Tri, nenek moyang bangsa ini sampai pada temuan cara bagaimana membuat bangunan yang lebih tahan terhadap guncangan gempa bumi.

"Jadi, meskipun Candi Gedog ini hanya menyisakan struktur pondasi saja, tapi ternyata proses ekskavasi ini juga mengungkap temuan-temuan berharga untuk kemajuan kebudayaan kita juga," ujarnya.

Tri berharap proses ekskavasi bisa mengungkap temuan-temuan lain yang berguna untuk masa depan dan dapat memberikan dampak positif berupa transformasi kebudayaan baik nilai maupun material, seperti teknologi konstruksi tersebut.

Temuan-temuan lain, ujarnya, terkait dengan teknik kuno membuat bangunan menggunakan batu bata tanpa perekat semen seperti yang digunakan di era modern.

Meskipun tanpa semen, ujarnya, kenyataannya bangunan kuno yang seolah hanya dibangun dengan menyusun batu bata ternyata memiliki kekuatan yang tidak kalah dibanding kekuatan bangunan menggunakan semen.

"Konstruksi dari batu bata, yang disusun sedemikian rupa tanpa menggunakan semen, ternyata bisa dengan teknik-teknik tertentu yang membuat susunan batu bata bisa saling mengikat dan sebagainya," jelas Tri.

Tri menggarisbawahi kehalusan pahatan pada pecahan-pecahan ornamen batu tersebut.

"Pahatannya halus. Sama seperti temuan pada tahapan ekskavasi sebelumnya," ujarnya.

Selain itu, tim ekskavasi juga menemukan pecahan-pecahan keramik kuno yang lazim digunakan sebagai bahan untuk menentukan penanggalan pembuatan sebuah candi.

Namun, hingga kini belum diketahui pasti kapan Candi Gedog ini dibangun karena, selain karena penelitian pada keramik yang ditemukan belum dilaksanakan, tidak ditemukan angka tahun pada benda-benda yang ada di situs tersebut.

Butuh 4 tahap ekskavasi lagi

Proses ekskavasi Situs Candi Gedog tahap kedua dilakukan selama 7 hari oleh tim arkeolog dari BPCB

Ketua tim Nonuk Kristiana mengatakan ekskavasi tahap kedua difokuskan pada upaya menampilkan lebih utuh bentuk struktur pondasi Candi.

Nonuk mengatakan, temuan sudut tenggara dari struktur pondasi Candi telah sesuai dengan capaian yang hendak ditargetkan pada proses ekskavasi tahap kedua tersebut.

Lebih lanjut, Tri mengatakan, proses ekskavasi lanjutan untuk menampilkan utuh struktur pondasi bangunan utama Candi Gedog masih diperlukan sekitar empat tahap ekskavasi lagi.

"Jika anggaran ekskavasinya seperti yang ini, ya setidaknya masih butuh 4 tahap lagi. Kecuali dengan anggaran yang lebih besar, pasti akan lebih cepat selesai," ujarnya.

Meskipun tim arkeolog BPCB telah memastikan bahwa struktur Candi Gedog yang tersisa tinggal pondasi, kata Tri, namun tetap tidak menutup kemungkinan dilakukannya pemugaran meskipun hal itu memerlukan tahapan yang lebih panjang lagi.

Tri mengatakan, diperlukan riset untuk menemukan informasi terkait bentuk utuh Candi Gedog jika pemugaran hendak dilakukan.

Arkeolog BPCB Jatim telah meyakini situs tersebut adalah Candi Gedog yang pernah dideskripsikan dalam buku History of Java karya Sir Thomas Stamford Raffles dalam buku terbitan tahun 1817.

Pada ekskavasi sebelumnya, selain menggali satu titik yang kemudian diyakini sebagai titik pusat dari bangunan candi itu, tim BPCB juga telah menggali struktur batu bata dengan empat sudut yang diyakini sebagai pagar dari bangunan Candi Gedog.

Struktur pagar itu membentuk garis persegi dengan panjang 27,5 meter dan 29 meter. Di tengahnya, berdiri pohon beringin besar yang berdiri sekitar 2 meter dari titik yang diduga pusat bangunan candi.

Jika kelak berhasil dipugar, Candi Gedog akan menjadi Candi kuno yang pertama di wilayah Kota Blitar. Berbeda dengan wilayah Kabupaten dimana terdapat belasan candi dan situs cagar budaya termasuk Candi Penataran yang merupakan candi terbesar di Jawa Timur. 

https://regional.kompas.com/read/2021/05/27/191249578/ekskavasi-candi-gedog-blitar-ungkap-teknologi-konstruksi-era-majapahit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke