Salin Artikel

Bumbu Opor Ayam Laku Keras Jelang Lebaran, Tutik Sukses Bangun Rumah dan Sekolahkan Anak

KULON PROGO, KOMPAS.com - Hari Idul Fitri 1442 H sebentar lagi tiba. Mereka yang merayakannya mulai menyiapkan segala sesuatu, termasuk sajian khas opor ayam yang identik hari Lebaran.

Opor nikmat dengan kuah merendam ketupat, berteman sambal. Itulah mengapa bumbu opor manis menjelang hari raya.

Supri Astuti, 45 tahun, sampai membuat 1.800 bungkus bumbu opor untuk meladeni tingginya permintaan pasar. Ia bikin bumbu dalam kemasan plastik kecil di rumahnya pada Pedukuhan Kedunggalih, Kalurahan Pengasih, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

“Setiap Idul Fitri permintaan bumbu opor selalu sangat tinggi dibanding lainnya. Tahun ini, bumbu opor 1.800 bungkus. Sambal juga sama berimbang dengan opor karena pasangannya,” kata Tutik, panggilan Supri Astuti, di rumah produksinya, Minggu (9/5/2021).

Rumah produksinya dinamai Gubuk Ndeso. Di situ, Tutik ditemani tiga pekerja memproduksi beragam bumbu. Tiga anak dari Tutik ikut membantu pada bagian finishing, seperti menimbang, mengemas dan memberi label.

Selain opor dan sambal, dapur kecilnya juga produksi bumbu rendang, tongseng, rawon, bestik, sate, soto, hingga rica-rica. Namun, jumlahnya tidak sebanyak opor dan sambal. Lebaran tahun 2021 ini, rumah produksinya bisa menghasilkan total 5.000 bungkus bumbu berbagai jenis.

Semua bumbu merupakan campuran belasan hingga puluhan rempah. Dikemas tiap 70 gram dalam kemasan plastik ganda agar tidak mudah bocor.

Bumbu tanpa pengawet, hanya memakai gula sebagai pengawet alami sehingga diyakini bertahan hingga satu minggu. Daya tahan bisa lebih lama bila disimpan dalam kulkas.

“Bumbu dengan dasar tradisional, tidak memiliki campuran bahan menu Western,” katanya.

Penyajian masakan jadi mudah.

“Tinggal ditumis, kasih bahan, kasih santan dan ditunggu sampai masak. Satu bungkus bumbu untuk setengah kilogram bahan, misal kalau daging ya setengah kilo daging,” kata Tutik.

Bumbu opor tentu saja yang paling laris di antara semua jenis bumbu saat ini. Bumbu mudah diperoleh di pasar tradisional dalam Kota Wates hingga ke kawasan Jawa Tengah yang berbatasan dengan Kulon Progo.

Harga di rumah produksi Rp 5.000 per bungkus atau Rp 7.000 per bungkus di pasar. Bila COD atau diantar sampai rumah Rp 8.000 per bungkus.

Tutik menyiapkan semua jenis bumbu sejak satu minggu belakangan ini. Pandemi tidak menghadang usaha ini.

Di awal pandemi, tutur Tutik, ia memang sempat tidak memproduksi bumbu karena takut tidak laku. Prediksinya keliru.

“Kami mengira daya beli rendah, ternyata daya beli tinggi. Sempat takut. Tahun ini kami pulihkan untuk tetap produksi di atas 5.000 bungkus,” kata Tutik.

Tutik terus menekuni bisnis ini sejak 2004 sampai sekarang. Pendapatan dapurnya berkali lipat tiap musim hari raya, seperti Idul Fitri sebentar lagi. Itu belum termasuk usaha jual bumbu lewat tiga market place. Permintaan via online memang tidak sebanyak penjualan di pasar, namun selalu ada setiap hari.

Berkat kegigihan ini mereka bisa menempati rumah besar dengan bangunan dinding batu. Anak-anaknya terus menapaki pendidikan yang baik, sambil ikut membantu usaha ini.

Seperti halnya Jesicca yang membantu memberi label hingga sealer bungkus plastik bumbu. Jumlahnya bisa ratusan setiap hari. Pelajar sekolah menengah atas ini mengisi waktu luang di tengah belajar.

“Selain itu juga mengirim ke pasar atau kadang belanja yang kecil, kalau yang besar bagian Ibu,” kata Jessica.

https://regional.kompas.com/read/2021/05/10/213711178/bumbu-opor-ayam-laku-keras-jelang-lebaran-tutik-sukses-bangun-rumah-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke