Salin Artikel

Iwa Kartiwa, Sang Kolonel Penakluk Kapal Selam Indonesia, 26 Tahun Gadaikan Hidup dengan Maut

Ia adalah sosok perwira pasukan khusus kapal selam sekaligus mantan komandan KRI Nanggala-402 serta Satuan Kapal Selam Koarmabar II TNI AL.

Iwa adalah adik kandung kelima dari mantan Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal (Irjen) Purnawirawan Anton Charliya

Namun saat ini, Iwa terbaring lemas dan tak bisa bicara karena puluhan tahun terkena radiasi serbuk besi saat menjalankan tugas di kapal selam.

Iwa bersama istri dan tiga anaknya serta mertuanya tinggal di sebuah rumah sederhana di gang kecil. Tepatnya di Gang Haji Shaun Jalan Paseh, Kota Tasikmalaya.

Sebelumnya Iwa dan keluarganya tinggal di Surabaya dan pindah ke Tasikmalaya sejak akhir 2019. Terakhir dia mejabat sebagai Komandan Satsel.

Kompas.com berkunjung ke kediaman Iwa, Sabtu (1/5/2021). Namun menurut Heni Hunaeni (62) mertua Iwa, menantunya sedang berobat ke Jakarta.

"Kalau hari ini tidak ada, tadi subuh berangkat untuk berobat ke RS di Jakarta. Tadi juga banyak orang yang pada datang mau jenguk ke sini. Tapi, anak saya sudah berangkat dibawa berobat ke Jakarta," jelas Heni

Namun rumah tersebut dijual beberapa tahun lalu untuk biaya berobat sang kolonel.

"Kalau rumahnya dulu ada tapi bukan di Jati, di Parhon itu. Itu sudah lama dijual untuk berobat Pak," kata Heni.

Menurutnya, sejak Nanggala-402 hilang kontak, banyak tamu yang datang menjenguk Iwa atau sekedar menyanyakan kondisi menantunya.

"Ini enggak akan apa-apa anak saya. Saya takut nanti malah jadi pikiran dan kasihan sedang sakit. Takut jadi pikiran kenapa jadi ramai begini pada tahu anak saya sakit. Banyak orang yang datang ke sini," ujar Heni.

Heni menjelaskan hingga sekarang, menantunya masih aktif dan berpangkat kolonel dan masih 6 tahun lagi bertugas sebelum pensiun.

Untuk itu ia berharap agar Iwa kembali sehat dan bisa membesarkan tiga anaknya yang masih kecil-kecil.

"Masih aktif, belum pensiun, masih 6 tahunan lagi. Saya kurang tahu kapan pulangnya dari Jakarta ke Tasikmalaya," tukas dia.

Adik kelimanya lulus Akademi Militer Angkatan Laut Tahun 1991. Sepanjang karirnya, ia menjadi orang terpilih di pasukan khusus kapal selam Indonesia.

"Jadi selain pernah menjadi komandan Kapal Selam KRI Nanggala 403, Iwa juga pernah menjadi komandan kapal selam milik Indonesia lainnya sampai akhirnya menjabat sebagai Dansatsel (Komandan Satuan Kapal selam) TNI AL," kata Anton saat dihubungi Kompas.com, Jumat (30/4/2021).

"Iwa dan teman-temannya adalah orang yang gadaikan hidupnya langsung selama bertugas di kapal selam," tambah Anton.

Saat mendengar insiden KRI Nanggala-402, Anto mengaku dirinya dan sang adik menangis karena tahu risiko pasukan khusus kapal selam itu menggadaikan hidupnya dengan maut.

"Iya, Iwa itu adik kandung saya dan dia juga sebagai salahsatu petugas pelopor kapal selam di Indonesia. Iwa sekarang terbaring sakit dan saat mendengar insiden KRI Nanggala, kami langsung nangis. Namun, mereka sudah tahu risiko pasukan khusus kapal selam itu gadaikan hidupnya dengan maut," jelas Anton.

Ia mengaku mengetahui betul kondisi Iwa dan rekannya-rekannya karena mereka sering bekumpul dan berbagi cerita.

Menurutnya pasukan khusus kapal selam mengetahui risiko saat menyelam di bawah lautan dengan kapal selam.

"Tapi kalau kapal selam itu mereka tahu saat sudah masuk dan bertugas tidak ada celah untuk selamat jika sedang berada di dalam air. Di kapal selam itu, personel keluar langsung pecah tubuhnya karena tekanan air bawah laut. Kalau mesin mati langsung tidak bisa selamat," ujar Anton.

Selain itu mereka juga selalu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

"Mereka gadaikan hidup dengan maut. Mereka kenapa lagi dinas puasa terus senin-kamis, saya baru tahu alasannya mungkin saat berdinas berhadapan dengan maut."

"Maka saat kejadian itu nangis di rumah meski sedang sakit didampingi saya. Dulu katanya jumlahnya 150 orang, sekarang ada 300 orang pasukan khusus kapal selam di Indonesia," ujar dia.

Anton berharap, pemerintah supaya bisa lebih memerhatikan para anggota pasukan khusus kapal selam yang selama ini mendedikasikan jiwa raganya bagi Negara dalam menjaga kedaulatan.

"Mereka memang paling tidak ada celah di saat ada masalah kapal selam sedang bertugas di bawah laut. Berbeda dengan pasukan-pasukan khusus lainnya yang masih ada peluang untuk menyelamatkan diri," pungkasnya

"Iwa sakit karena terlalu lama bertugas berlayar di kapal selam, sudah 26 tahun. Dia begitu mencintai pekerjaannya. Kalau Iwa tak sakit, mungkin saat tenggelam kapal selam kemarin masih Iwa komandannya," jelas Momoh, Sabtu.

Tubuh Iwa kurus kering dan menderita penyakit paru-paru akibat selalu mengisap bubuk besi saat berlayar di kapal selam.

"Makanya, badannya kurus dan kecil. Iwa sangat paham sekali pekerjaan yang diembannya sebagai ahli kapal selam di Indonesia," tambahnya.

Momoh menuturkan, saat hendak berangkat bertugas, Iwa selalu meminta izin dan restu kepada orang tua agar diberi kelancaran dan keselamatan.

Iwa pun mengaku selalu memeriksa detail kapal selam yang akan dikendalikannya bersama seluruh kru sampai tak lupa mengusap-usap badan kapal selam.

"Iwa kalau mau berangkat berlayar selalu mengusap-usap kapal selamnya. Karena kapal selam dan krunya diyakini memiliki ikatan yang tak bisa dijabarkan katanya," tambah dia.

Sebelum kejadian KRI Nanggala tenggelam, Iwa pernah mengeluh kepada ibu dan kakak kandungnya Anton Charliyan.

Iwa mengatakan bahwa armada kapal selam di Indonesia sudah berusia tua.

"Iwa juga suka berkata ke ibu, kalau kapal selam di Indonesia berusia tua," tambah dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Irwan Nugraha | Editor : Khairina, Aprillia Ika, Pythag Kurniati)

https://regional.kompas.com/read/2021/05/01/162000378/iwa-kartiwa-sang-kolonel-penakluk-kapal-selam-indonesia-26-tahun-gadaikan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke