Salin Artikel

"Kalau Panen Porang, Banyak Petani yang Beli Mobil Baru karena Untungnya di Atas Rp 300 Juta"

Masyarakat di desa ini tahu betul cara memanfaatkan porang hingga mendapatkan untung yang berlimpah.

Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Podang Wilis Desa Durenan, Aguswanto mengatakan, sekali panen, para petani bisa langsung membeli motor bahkan mobil baru.

“Kalau panen banyak petani yang membeli sepeda motor baru dan sisanya untuk pengembangan porang. Bahkan, banyak yang membeli mobil baru karena mereka untung di atas Rp 300 juta,” ujar Agus kepada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Lalu, bagaimana cara menanam dan mendapatkan porang berkualitas?

Agus menyarankan sebelum menanam porang, petani harus memilih bibit berupa biji katak atau umbi.

Bila menanam porang dengan bibit umbi maka petani bisa memanen enam hingga tujuh bulan kemudian.

Sedangkan porang yang ditanam dari bibit katak biasanya membutuhkan waktu lebih lama.

Masa panen porang dengan bibit katak biasanya sekitar 18-24 bulan sejak masa tanam.

Untuk maksimal hasilnya, disarankan menanam porang di dataran tinggi. Namun, saat ini banyak tanaman porang ditanam di lahan pertanian biasa.

“Tanam porang sebenarnya yang bagus di dataran tinggi, lebih maksimal. Sifatnya porang alami tidak bisa proses tumbuh dengan sendiri. Cuma sekarang sudah ditanam dibudiaya ditanam di lahan petani,” kata Agus.

Agus mengatakan, tanaman porang dikenal sebagai tanaman yang tangguh terhadap cuaca apa pun. Saat mulai ditanam, porang juga tidak membutuhkan siraman air.

“Hanya ditanam saja langsung tumbuh, pemupukannnya pun gampang. Tidak membutuhkan pupuk kimia, hanya pupuk kandang saja. Kalau dikasih pupuk kimia nanti kualitas panennya jelek,” ujar Agus.

Untuk penyakit yang sering menyerang porang biasanya hanya jamur.

Penyakit itu menyerang tanaman porang karena lahan yang dipakai sebelumnya banyak menggunakan pestisida dan pupuk kimia.

Jamur yang menyerang porang mengakibatkan umbi dan batang tanaman membusuk. Namun, saat ini petani sudah bisa mengatasinya dengan memberikan cairan fungisida.

Awal menanam porang, biasanya petani muda asuhannya membeli satu kwintal bibit umbi porang dari tetangganya yang terlebih dahulu membudidayakan tanaman tersebut.

Dari satu kwintal bibit porang yang ditanam akhirnya berkembang terus hingga menghasilkan banyak katak.

“Rata-rata pemuda di sini bermodalkan tabungan hasil pendapatan merantau dibelikan bibit porang 1 hingga dua kwintal lalu ditanam. Satu kwintal bibit umbi porang harganya berkisar Rp 2,5 juta,” kata Agus.

Biasanya, petani mulai menanam umbi sekitar awal November dan akan memanen enam bulan kemudian yakni bulan Mei.

Satu kilogram bibit umbi yang ditanam berisi empat biji. Setelah panen, masing-masing satu bibit umbi dipanen dengan berat dua kilogram.

Dengan demikian total, satu kilogram bibit umbi yang ditanam akan menghasilkan delapan kilogram umbi panen.

Perawatan

Perawatannya pun tidak sulit. Setelah ditanam, petani cukup memberi pupuk kandang lalu mengawasi dan membersihkan rerumputan.

Setelah panen tiba, petani porang kini tidak kesulitan mencari pembeli. Banyak tengkulak yang datang ke lokasi membeli langsung hasil panen petani porang.

Bahkan, ada tengkulak yang berani menawarkan sistem ijon kepada petani.

Untuk mendapatkan harga jual yang bagus, saat ini petani sudah bermitra dengan perusahaan swasta.

Perusahaan itu menjamin harga beli pasca-panen dengan syarat petani dapat menjaga kualitas umbi porang.

“Selama ini dijual kepada tengkulak. Namun, mulai tahun ini dikoordinir. Sebelumnya banyak petani porang tidak berpikir tentang kualitas. Untuk itu petani mulai menggandeng pendamping dari pihak ketiga sehingga kualitas dijamin dan ada kepastian pasar,” ungkap Agus. (Penulis Kontributor Solo, Muhlis Al Alawi | Editor Robertus Belarminus)

https://regional.kompas.com/read/2021/04/17/060000378/-kalau-panen-porang-banyak-petani-yang-beli-mobil-baru-karena-untungnya-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke