Salin Artikel

Awalnya Cuma Modal Cabut Bibit Porang di Hutan, Kini Raup Untung Rp 50 Juta dan Bisa ke Jepang

Petani asal Kampung Lendo, Desa Gunung Baru, Kecamatan Kota Komba Utara, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur ini pada 2020 lalu, selama 9 bulan belajar cara pengolahan porang ke sejumlah perusahaan di negeri sakura. 

Agustinus bercerita, awalnya dia menanam 30 tanaman porang. Bibit porang diambil langsung dari hutan.

Saat itu orang belum begitu tertarik menanam tanaman porang. Tanaman ini menjadi tanaman liar yang tersebar di hutan dan kebun milik warga.

Hal ini karena saat itu belum diketahui manfaat tanaman porang. Sampai akhirnya banyak pembeli yang mencari untuk diekspor ke luar negeri.

"Saya terus tekun dan fokus menanam tanaman porang di kebun. Saya hanya mengembangkan tanaman porang secara mandiri. Hingga awal 2020, seorang Pastor Paroki Mbata, Romo Bernardus Palus, melirik tanaman porang saya dengan melihat langsung di kebun," kata Agus, lewat sambungan telepon kepada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Pastor Palus lalu memberi tahu relasinya di Jakarta, yang akhirnya tertarik membeli dan memesan tanaman porang Agustinus.

Pastor Palus juga menawari Agustinus magang di Jepang.

"Awalnya, saya tak menduga ditawarkan oleh imam itu untuk magang di Jepang 2020. Akhirnya saya memutuskan untuk menerima tawaran itu untuk belajar langsung cara mengolah bahan-bahan porang untuk berbagai keperluan produk makanan, minuman di Jepang. Segala administrasi, seperti paspor untuk ke Jepang diurus oleh imam itu. Maret 2020, saya berangkat ke Jepang," ujar dia.

Raup untung

Setelah pulang dari Jepang, Agustinus langsung mempraktikkan ilmu yang dia dapatkan.


Yaitu cara menanam porang yang baik dan mampu menghasilkan tanaman yang berkualitas. 

Misalnya, Agustinus belajar bahwa menanam porang dengan sistem terasering hasilnya lebih bagus.

Begitu juga dengan pemupukan yang lebih baik dilakukan secara alamiah dari daun-daun kering.

Hal lain adalah porang ditanam di tanah gembur. Jika tidak, isi porang tidak berkembang. Bebatuan kecil dan akar kayu harus dikeluarkan dari tanah.

Jarak tanam antara benih itu sekitar 60 sentimeter. Baiknya tidak mencampur tanaman porang dengan tumbuhan lain, karena jika berimpit dengan tumbuhan lain berpotensi tidak berkembang.

Tanaman kemiri tidak boleh ada di kebun porang. Sebab menurut dia bisa menyebabkan tanaman porang tidak berkembang karena penuh dengan akar.

Kuncinya agar porang berkualitas, kata Agustinus, jangan memberi pupuk kimia atau menyemprot dengan obat-obatan kimia.

"Dulu saya jual ke Jawa. Hasil penjualannya saya memperoleh uang dari Rp 30 juta sampai Rp 50 juta. Ada seorang petani di Lendo yang mengikuti apa yang saya lakukan memperoleh uang Rp 70 juta," ujar Agustinus.

Saat ini Agustinus juga aktif mengajarkan para petani di desanya cara menanam porang hingga memiliki kualitas dan nilai jual yang tinggi. (Penulis Kontributor Manggarai, Markus Makur | Editor Robertus Belarminus)

https://regional.kompas.com/read/2021/04/15/053000278/awalnya-cuma-modal-cabut-bibit-porang-di-hutan-kini-raup-untung-rp-50-juta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke