Salin Artikel

Dianggap Musyrik dan Dibubarkan Ormas, Ini Sejarah Pertunjukan Kuda Kepang di Indonesia

KOMPAS.com - Pertunjukan kuda kepang yang digelar warga di Sunggal, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Jumat (2/4/2021) lalu berujung bentrok.

Adapun pemicunya, karena pertunjukan seni budaya itu dianggap musyrik dan hendak dibubarkan sekelompok orang dari organisasi masyarakat (ormas).

Warga yang tidak terima dengan perlakuan kasar dari kelompok ormas itu akhirnya tersulut emosi dan kericuhan tak terhindarkan.

Atas kejadian tersebut, kedua belah pihak saling melaporkannya ke polisi.

"Itu kejadian di Sunggal. Dan sekarang sudah ada 3 laporan, 2 terkait penganiayaan dan 1 terkait penghinaan," terang Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumatera Utara, Kombes Pol Hadi Wahyudi.

Untuk mengusut kasus tersebut, polisi saat ini masih melakukan pendalaman penyelidikan. Sedangkan Kepala Lingkungan setempat berinisial S telah ditetapkan sebagai tersangka.

Sejarah pertunjukan kuda kepang

Dilansir dari laman resmi kemdikbud, kuda kepang adalah kesenian rakyat atau tarian penunggang kuda (jaran) dengan kuda mainan yang terbuat dari bilahan anyaman bambu.

Pada zaman dulu, tarian kuda kepang diyakini sebagai bagian dari ritual menolak bala, mengatasi berbagai musibah, meminta kesuburan dan lainnya kepada leluhur.

Sejauh ini memang belum ada data tertulis atau prasasti yang membahas soal kuda kepang secara khusus.

Namun demikian, ada relief candi, seperti di Candi Jawi, Pasuruan, yang memperlihatkan seorang perempuan bertapa dan pasukan berkuda yang diduga Dewi Kilisuci.

Jika mengacu hal tersebut, embrio dari kuda kepang diperkirakan sudah ada pada abad ke-12 dan mulai kental pada abad ke-13 dan ke-14.

Thomas Starmford Raffles dalam buku History of Java (1817) juga mencatat jika pada masa kolonial ada sebuah pertunjukan di Jawa yang menggunakan imitasi kuda.

Versi lainnya, tarian kuda kepang bersumber dari cerita Panji, yaitu cerita yang berasal dari zaman kerajaan Jenggala dan Kediri.

Cerita ini berkembang pada masa kerajaan Majapahit. Pada masa tersebut masyarakat yang mayoritas memeluk agama Hindu percaya akan adanya roh nenek moyang atau leluhur.

Sehingga saat tarian kuda kepang dipentaskan, para pemainnya kesurupan (kehilangan kesadaran). Dalam kondisi itu para pemainnya bisa melakukan hal-hal di luar kemampuan manusia normal.

Namun demikian, dalam perkembangannya, tarian kuda kepang atau kuda lumping mengalami banyak perubahan. Sehingga gerak tari tidak lagi monoton.

Para seniman dan seniwati dilatih dengan gerakan-gerakan baru yang dinamis dan indah sehingga dapat diterima masyarakat secara luas.

Selain gerak tari, dari fungsi pertunjukan juga mengalami perubahan.

Jika dulu hanya berfungsi sebagai ritual upacara tradisional, seperti bersih desa, tolak bala, dan saat panen raya, kini pementasannya tak lagi terikat waktu dan dapat diselenggarakan di sembarang tempat sebagai sebuah pertunjukan seni tradisi dengan pendekatan modern.

Penulis : Kontributor Medan, Dewantoro | Editor : Farid Assifa, Aprillia Ika

https://regional.kompas.com/read/2021/04/11/155919078/dianggap-musyrik-dan-dibubarkan-ormas-ini-sejarah-pertunjukan-kuda-kepang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke