Salin Artikel

Banyak Satwa Endemik Langka di Pegunungan Sanggabuana, Didorong Jadi Hutan Lindung oleh Dedi Mulyadi dan Pegiat Lingkungan

Sseorang Wildlife Photographers Bernard T. Wahyu Wiryanta dua kali melakuka pendataan fauna di Pegunungan Sanggabuana. Pada Juli 2020 lalu, Bernard telah melakukan ekspedisi Sanggabuana.

Hasilnya kameranya menangkap berapa satwa endemik yang langka, seperti elang jawa (Nisaetus bartelsi), owa jawa (Hylobates moloch), surili (Presbystis comata), lutung jawa (Trachypithecus auratus), sigung jawa (Mydaus jawanensis), dan juga macan kumbang (Panthera pardus melas). 

Kemudian pada 27 Maret 2021 hingga 2 April 2021, Bernard  bersama tim Berita Dunia Burung (BDB) Indonesia  melakukan pendataan sebaran burung di Pegunungan Sanggabuana.

Ia berhasil memotret burung alap-alap capung yang merupakan alap-alap terkecil dunia.

Selain itu, Bernard juga berhasil mendata sejumlah burung di Pegunungan Sanggabuana.

Di antaranya elang jawa, elang bido, elang brontok, alap alap jambul, burung bubut jawa, ayam hutan, puyuh gonggong, dan punai gading, srigunting abu, kadalan birah, dan kirik-kirik senja.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengaku akan mendorong wilayah  Pegunungan Sanggabuana menjadi kawasan lindung.

"Nanti akan kita dorong melalui KLHK. Syaratnya nanti harus ada pengajuan dari Pemerintah Daerah," kata Dedi melalui telepon, Rabu (7/4/2021).

Flora dan fauna Pegunungan Sanggabuana perlu dijaga

Pegunungan yang meliputi wilayah Karawang, Purwakarta, Cianjur dan Bogor itu merupakan hutan gunung satu-satunya di wilayah pantura Jawa Barat dan sebagai generator hidrologi untuk wilayah pantura.

Terlebih kawasan hutan pegunungan Sanggabuana menyimpan flora dan fauna yang perlu dijaga kelestariannya.

"Saya akan dorong juga KLHK seperti apa. Jadi kalau ada yang punya data, tolong sampaikan," ungkap Desi.


Pegiat Lingkungan Hidup Karawang mendorong Pemerinta Kabupaten (Pemkab) Karawang peningkatan status wilayah di Pegunungan Sanggabuana.

"Kenaikan status pegunungan Sanggabuana harus menjadi perhatian Pemkab, dalam upaya konservasi, mitigasi bencana, juga keberlangsungan makhluk hidupnya," ungkap Ketua Umum ForkadasC+ Yazid Alfaizun, Rabu (7/4/2021).

Ia menjelaskan, pegunungan Sanggabuana ada dalam wilayah kerja Perum Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Purwakarta.

"Sebagai pengelolanya adalah BKPH Pangkalan yang berada di Karawang, status hutannya masih diperdebatkan antara Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Lindung," kata Yasid.

Potret Pegunungan Sanggabuana

Lanjutnya, pegunungan Sanggabuana memiliki panjang 21 kilometer, dan lebar 14 kilometer, dengan luas 294 kilometer persegi. Pegunungan ini memiliki 51 puncakan yang terdiri dari gunung dan pasir dengan ketinggian antara 269 – 1.279 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan 151 alur air.

Batuan yang mengisinya adalah Andesit Horenblenda dan Porfir Diorit Horenblenda.

Yaitu intrusi-intrusi yang umumnya tersusun dari plagioklas menengah dan horenblenda di sekitar Pegunungan Sanggabuana dan Gunung Parang, Purwakarta.

Di samping itu, pegunungan Sanggabuana memiliki kawasan karst yang fungsinya mengatur sistem daur hidrologi bagi Karawang.

"Bukan hanya hutan, namun juga ada kawasan karts di daerah Pangkalan, yang masuk dalam zona pegunungan Sanggabuana, yang di mana mengatur sistem daur hidrologi bagi makhluk hidup termasuk manusia itu sendiri," tuturnya.

Terkait teknis penetapan kenaikan statusnya, kata Yazid, harus melingkupi zonasi perlindungan ekosistem, dan wilayah esensial seperti kawasan karst.

"Jadi kami merekomendasi, wilayah perlindungan harus meliputi zonasi ekosistem yang sudah terdata, dan daerah yang tentunya rawan terhadap eksploitasi sumber daya alam," ungkap dia.

Selain itu, kata dia, pemerintah perlu membuat aturan berikut penegakan hukumnya terkait ancaman eksploitasi.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/08/072039278/banyak-satwa-endemik-langka-di-pegunungan-sanggabuana-didorong-jadi-hutan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke