Salin Artikel

Kunjungi Korban Banjir di Bima, Mensos Risma Ajak Masyarakat Menjaga Lingkungan

Menanggapi hal itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyebutkan, banjir di wilayah itu terjadi karena faktor kerusakan lingkungan dan curah hujan tinggi.

"Kalau saya melihat ini (banjir) adalah impact (dampak) dari kerusakan lingkungan," kata Risma saat mengunjungi korban banjir di Kabupaten Bima, Senin (5/4/2021).

Risma mengatakan, kerusakan lingkungan harus mendapat perhatian semua pihak. Minimnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan lingkungan masih menjadi salah satu pemicu utama terjadinya pemanasan global.

Hal itu, kata dia, kemudian memicu bencana alam terjadi. Dampak dari kerusakan lingkungan itu akan terus terjadi jika upaya pencegahan tak dilakukan.

"Sekali lagi, saya kalau ngomong global warming, ini adalah dampak dari kerusakan lingkungan. Nah, permukaan air laut naik, kemudian suhu panas tinggi, itu yang menyebabkan uapan air ke atas makin tinggi. Dampaknya curah hujan semakin besar. Jadi memang kita harus lakukan bersama-sama," tutur Risma.

Selain itu, Risma juga turut menyinggung kondisi hutan di Kabupaten Bima. Ia menilai, penghijauan yang dilakukan selama ini belum maksimal.

Menurut dia, penghijauan perlu dilakukan di kawasan hutan yang rusak untuk mencegah terulangnya bencana banjir bandang.

Hal itu disampaikan Risma setelah berkeliling sejumlah lokasi terdampak banjir di Kabupaten Bima pada Senin sore.

"Kalau saya lihat memang penghijauannya kurang," kata Risma.

Risma mengaku memiliki pengalaman mengatasi banjir di Surabaya. Pada 2010, kata dia, hampir 52 persen wilayah Surabaya mengalami banjir. Namun, saat ini, banjir di kawasan itu tak terlalu parah.

"Kalau curah hujan tinggi itu cuma hanya sebentar, enggak sampai satu jam airnya surut. Jadi, sebetulnya penghijauan itu sangat penting untuk menekan curah hujan. Jadi, saya berharap juga ada inisiatif lokal," ujar Risma menambahkan.

Mantan wali kota Surabaya dua periode ini mengajak semua pihak melakukan penghijauan secara masif.

Menurutnya, penghijauan kembali hutan tidak hanya tanggung jawab pemerintah pusat. Pemerintah daerah dan masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung juga harus berperan.

Jika tidak, ancaman bencana banjir akan terus menghantui daerah itu saat diguyur hujan.

Karena itu, semua pihak harus bergerak mengembalikan fungsi hutan dengan melakukan pencegahan dan perbaikan.

"Kita memang harus lakukan bersama-sama, termasuk masyarakat. Tidak bisa kita serahkan semuanya ke bupati dan wali kota, tidak bisa kita serahkan ke kementerian, tapi kita bersama-sama peduli," tutur Risma.


Risma mengakui, bencana alam tidak dapat dicegah, tetapi masyarakat bisa mengurangi dampak bencana dengan tidak merusak alam.

Risma menegaskan, pengawasan kawasan hutan harus lebih ketat agar pembalakan liar dan alih fungsi hutan tak terjadi secara masif.

Selain itu, edukasi terhadap masyarakat tentang bahaya kerusakan hutan juga harus dilakukan lebih gencar.

Masyarakat harus diajak untuk melestarikan hutan dan tidak menyebabkan hutan gundul yang mengakibatkan banjir.

Jika kesadaran mamasyarakat tumbuh, lanjut Risma, maka aksi pembabatan hutan bisa dihindari.

"Kita harus berubah, siapa saja tidak boleh menebang pohon, kita harus kuat menjaga lingkungan, seperti itu," ucapnya.

Sementara itu, Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri juga mengakui salah satu penyebab banjir bandang adalah hutan yang gundul.

"Mudah-mudahan setelah banjir ini, warga tidak lagi menggunduli hutan," kata Bupati saat mendampingi Mensos di lokasi terdampak banjir.

Ia mengatakan, hutan lindung membutuhkan penanganan yang serius. Sebab, sebagian besar kawasan hutan di Kabupaten Bima dalam kondisi sangat kritis.

Banyak hutan di perbukitan yang dialihfungsikan menjadi lahan pertanian. Bahkan, hutan yang dulunya rimbun dengan pohon sonokeling kini sudah berubah jadi ladang jagung.

Pembalakan secara liar serta alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian yang dilakukan sekelompok orang itu harus ditanggung dampaknya oleh ribuan warga Kabupaten Bima.

Menurut Bupati, dampak yang ditimbulkan dari hutan gundul tidak hanya bencana longsor dan banjir, namun juga kekeringan di musim kemarau.


Dengan fakta itu, Bupati meminta Gubernur NTB Zulkieflimansyah lebih serius menyikapi kondisi hutan di Bima dan disertai dengan ketegasan sebelum bencana besar datang.

"Yang kita pikirkan bukan hanya bencana hari ini, tapi ke depan. Kita tidak ingin kurang tegasnya pemerintah, pembangunan yang ada jadi korban. Sehingga masyarakat kedepan tidak bisa menikmati berbagai pembangunan yang sudah dilaksanakan," ujar Bupati Bima.

Untuk memulihkan kembali fungsi hutan, lanjut Bupati, sejauh ini pemerintah terus menggalakkan penanaman pohon. Hal ini dilakukan untuk melestarikan alam dan lingkungan guna mencegah bencana banjir dan longsor yang sering terjadi di daerah itu akibat kerusakan hutan.

Sementara itu, pemerintah juga akan mengeluarkan kebijakan yang melarang petani memanfaatkan lahan dengan kemiringan tertentu untuk ditanami jagung.

Jika lahan dengan kemiringan terjal dimanfaatkan untuk lahan pertanian, kata dia, bisa menyebabkan kondisi tanah menjadi tidak kuat menahan erosi dan kemudian terjadi longsor ketika curah hujan tinggi.

"Kami melihat masih ada petani yang menanam jagung dilahan yang miring, padahal ini bahaya dan memiliki risiko terjadinya longsor dan banjir. Jadi saya tegaskan tidak ada lagi pemanfaatan lahan di kemiringan tertentu," kata Indah.

Menurut bupati, larangan memanfaatkan lahan di kemiringan itu sebagai upaya pemerintah memulihkan lingkungan.

"Ini adalah rencana aksi strategis yang akan dilaksanakan. Ini bukan bermaksud tidak memberikan keadilan atau melarang petani menanam jagung, akan tetapi pemerintah dan masyarakat perlu menjaga keseimbangan alam untuk pelestarian lingkungan sekitar," jelasnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/07/075105178/kunjungi-korban-banjir-di-bima-mensos-risma-ajak-masyarakat-menjaga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke