Salin Artikel

Gus Ipin dan Rekonsiliasi Politik yang Memuakkan (Bagian 1)

Ipin yang saat itu memenangi kontestasi Pilkada Trenggalek 2015 bersama Emil Dardak, dilantik menjadi wakil bupati pada usia 25 tahun 10 bulan dan 10 hari.

Namanya kemudian tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (Muri).

Ipin kemudian dilantik menjadi bupati Trenggalek setelah Emil memenangi kontestasi Pilkada Jatim 2018 dan menjadi wakil gubernur Jatim mendampingi Khofifah Indar Parawansa.

Ipin kembali maju pada Pilkada Trenggalek 2020 sebagai calon bupati dan kembali menang.   

Namun, siapa sangka, suami dari Novita Hardini ini pernah enek dengan politik di Indonesia.

Bagaimana ceritanya?

Ipin mengawali semua kesuksesannya saat ini dari bawah. Ayahnya dulu hanya seorang penarik becak, sedangkan ibunya adalah asisten rumah tangga.

Mereka terpaksa pindah dari Trenggalek ke Surabaya untuk mencari kehidupan yang lebih layak.

Sedikit demi sedikit dengan kerja keras kedua orangtuanya, kehidupan Ipin dan keluarga mulai terangkat.

Mereka memulai usaha menjual berbagai peralatan rumah tangga. 

Kemudian semuanya berubah saat ayahnya meninggal dunia. Saat itu Ipin masih berusia 17 tahun.

"Jadi waktu itu usia 17 tahun saya putuskan ngelanjutin usaha keluarga yang dirintis. Enggak gampang dan waktu itu juga ibu butuh support karena ibu gak terlibat di bisnis keluarga ini secara langsung," ujar Ipin saat berbincang dengan Pemimpin Redaksi Kompas.com, Wisnu Nugroho.

Puncak keegoisan

Seperti anak muda lainnya, Ipin juga memiliki jiwa "pemberontak" dalam dirinya.


Merasa jenuh dengan tanggung jawabnya saat itu, Ipin kemudian pergi ke Jakarta untuk bermain musik.

Di sana dia menemukan kesenangan di luar kegiatan yang biasa dia lakukan.

"Jadi musik itu seakan puncak keegoisan saya. Waktu bapak meninggal, saya usia 17 tahun harus ngurusin pekerjaan, harus kuliah. Rasanya kok aku enggak punya waktu untuk me time. Akhirnya aku ngelakuin yang aku senangin deh, ngeband sampai ke Jakarta. Kayak retret, kita menyepi untuk merasakan kehidupan yang enggak ngurusin orang," ujar Ipin.

Hingga suatu hari Ipin memimpikan almarhum ayahnya. Di sana Ipin seperti disadarkan bahwa yang dia lakukan saat itu salah dan harus segera pulang ke Surabaya.

"Karena di mimpi itu seperti pengadilan. Aku ngerasa bersalah kenapa aku se-selfish ini. Dan ketika gua balik, kedaan rumah, adik ada masalah meski usaha jalan. Tapi kan namanya usaha, family bisnis itu enggak gampang ya," ujar Ipin.

Kembali ke Surabaya  

Ipin kemudian meninggalkan ibu kota dan kembali ke Surabaya. Di sana dia kembali serius menjalankan bisnis keluarga.

Ipin mulai melakukan transformasi terhadap manajemen perusahannya. Ipin menyadari bisnis dengan pendekatan keluarga bukanlah hal yang baik untuk keberlangsungan sebuah usaha.

Selain itu, tantangan lain dirasakan Ipin saat ada yang mempertanyakan kepemimpinannya yang dinilai masih sangat mudah.

Dengan keputusan yang berat, Ipin akhirnya merombak struktur manajemen di dalam perusahaan. Dia mulai merekrut tenaga profesional. 

"Jadi mungkin aku sama adik-adik fair, tapi bapak punya saudara. Dulu bapak punya yang dulu mendukung bapak, tapi kemudian lihat gua enggak yakin, lihat ibu enggak yakin. Makanya aku tunjukin aku involve gitu. Waktu itu gua tantang, ya kayak kita main bola, kalau enggak yakin menang pertadingan, pilih tim lain," ujar Ipin.

Panggilan hati

Dari Surabaya, Ipin kembali ke Trenggalek karena teringat pesan almarhum ayahnya untuk membangun kampung halaman.

Siapa sangka, cikal bakal karir politiknya itu dimulai saat mendirikan sebuah pabrik di Trenggalek.


Banyak lamaran yang masuk dari warga sekitar. Berbulan-bulan hal itu terjadi hingga akhirnya Ipin merasa bahwa pabriknya bermanfaat bagi masyarakat.

Namun, tentu saja daya tampung pabrik tersebut terbatas. Di situ Ipin mulai berpikir ada batasan meski dia ingin sekali membantu.

"Lamaran pekerjaan masih banyak. Kita kan secara cash flow engap juga Bos. Ternyata menyediakan lapangan pekerjaan segini banget ya. Ternyata yang gua liat bukan lapangan pekerjaannya, tapi multijob. Mereka petani di sela-sela menunggu panen harus cari tambahan penghasilan," ujar Ipin.

"Gua sadar ternyata petani enggak cukup hidup dari hasil pertanian. Berarti ada yang harus dibenahi," ucap Ipin melanjutkan.

Ipin juga menemukan kesulitan lainnya yang dialami para petani seperti pupuk yang mahal dan susah dicari, masalah irigasi, dan lain sebagainya.

Akhirnya muncul ide untuk membuat sebuah sekolah bernama sekolah tani. Sekolah ini didirikan dari corporate social responsibility (CSR) perusahannya. 

Bertemu Emil

Ide-ide Ipin tak berhenti dengan adanya sekolah tani. Saat itu dia bertemu dengan sejumlah nelayan yang mengeluhkan tangkapan ikan yang menurun drastis. 

Ipin dan rekan-rekannya kemudian mencari cara agar kehidupan nelayan di Trenggalek kembali bergeliat.

Akhirnya mereka memutuskan untuk menggelar even lomba miniatur kapal di Trenggalek.

Namun, tentu saja tidak lengkap rasanya menggelar even tanpa mengundang orang terkenal.

Memikirkan budget yang terbatas, akhirnya disepakati untuk mengundang Arumi Bachins, istri dari Emil Dardak.

Di sana Ipin akhirnya bertemu dengan Emil yang nantinya bakal menjadi pasangannya untuk memimpin Trenggalek.

"Aku mikir acara nge-hype. Kalau mahal-mahal susah, (mencari) siapa murah yang kaitan dengan Trenggalek. (usulan) Arumi, apa kaitannya? Suaminya orang Trenggalek, Mas Emil. Kita undang, ketemu Februari 2015," ujar Ipin.

Ipin sempat terkejut saat melihat begitu banyak karangan bunga dari partai politik di even tersebut yang mengucapkan selamat datang kepada Emil.

Setelah ditelisik, ternyata Emil saat itu sudah menyampaikan niatnya untuk maju menjadi calon bupati Trenggalek. 

"Nah, pertama kali datang, banyak partai yang ucapin selamat datang calon bupati Trenggalek. Gua enggak ngerti juga kalau dia ternyata udah niat, hehehe. Ya akhirya ketemu di situ kita tukar kontak," ujar Ipin.

Obrolan santai Ipin dan Emil akhirnya berlanjut ke pertemuan serius di sebuah kafe di Trenggalek.


Di sana, Ipin menggutarakan niatnya untuk maju pada Pilkada Trenggalek. Dia meminta Emil untuk melihat hasil survei yang menunjukkan apakah Ipin layak untuk mendampinginya.

"Aku bilang, 'Mas, kamu kan punya opsi untuk milih wakil, siapa pun itu lah'. Ya dilihat survei aja. Kalau survei gua baik, bisa bantu lu kenapa enggak? Kalau survei ngomong enggak baik, ngapain lu ngambil gua," ujar Ipin.

Saat itu belum ada keputusan apa pun dari Emil. Mereka akhirnya memutuskan untuk berjalan sendiri-sendiri untuk berkampanye.

Sampai akhirnya partai politik melihat Emil dan Ipin, dua anak muda yang bergerak masif.

Sejumlah parpol akhirnya bertemu dan memutuskan untuk mengusung Emil menjadi calon bupati Trenggalek dan Ipin sebagai wakil bupati Trenggalek. 

"Sampai akhirnya melihat pergerakan itu, ini anak muda kalau bisa jangan bertarung, dikumpulin aja. Akhirya kita kumpul, di situ sepakat satu bupati dan wakil. Yang menarik lagi dibagi tugas merayu partai-partai ini untuk bisa gabung. (bergabung) ada tujuh partai, jadi ceritanya itu," ujar Ipin.

Enek dengan politik

Jauh sebelum memutuskan menjadi calon wakil bupati, Ipin sebenarnya enek dengan politik.

Semua berawal dari "trauma" masa kecil saat ayahnya gagal menjadi ketua dewan pimpinan cabang (DPC) dari sebuah partai politik di Surabaya.

Pemilihan ketua DPC saat itu melibatkan tokoh masyarakat serta orang-orang terpandang dan sangat dihormati di kota pahlawan.

Saat itu ayahnya sudah dibaiat. Namun, tiba-tiba gagal menjadi ketua DPC. 

"Di situ gua..., gini banget ya, padahal udah ada kiainya. Sorry to say, bapak juga udah ngasih duit, tapi lu masih kayak gtu loh. Itu rasanya gini banget. Makanya waktu itu gua ada rasa 'traumanya' sama politik seperti itu," ujar dia.

Rekonsiliasi politik

Pernah trauma dengan politik, nyatanya Ipin memilih jalan yang dibencinya.

Ipin bercerita, rekonsiliasi dengan politik yang memuakkan berawal dari pabrik yang didirikannya di Trenggalek. 

Di sana begitu banyak pelamar. Sedangkan tenaga kerja yang dia butuhkan juga terbatas.

Di situ Ipin menyadari bahwa dia harus memiliki "kendaraan" yang lebih besar untuk bisa membantu banyak orang. 

"Dan gua ngerti waktu bikin sekolah tani banyak keluhan. Seandainya gua punya kewenangan lebih luas, misalnya lewat dinas, apakah bisa?" ujar Ipin.

Selain itu, dia juga teringat dengan ayahnya yang meninggal pada usia 41 tahun.

Ipin merasa terpanggil untuk bisa membantu banyak orang di usianya yang masih muda. 

"Gua juga mikir, bapak gua ninggal umur 41 tahun. Jadi meskipun merasa too young to begin, usiaku mungkin muda tapi umur enggak ada yang tahu. Jadi selama ada kesempatan kita manfaatin sebagai rasa syukur," ujar Ipin.

"Dan semoga bisa sebagai penghapus dosaku waktu menyia-nyiakan waktu ngeband. Enggak sia-sia waktu ngomong di panggung, enggak canggung. Mempermudah waktu ada even, campaign," kata Ipin berseloroh.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/06/053000478/gus-ipin-dan-rekonsiliasi-politik-yang-memuakkan-bagian-1

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke