Salin Artikel

Candi Lor, Peninggalan Mpu Sindok Dalam Cengkeraman Akar Pohon

NGANJUK, KOMPAS.com – Tumpukan bata menyerupai bentuk kerucut menjulang tinggi di selatan Jalan Panglima Sudirman, Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.

Jika dilihat sekilas dari kejauhan, tumpukan bata itu terlihat seperti tumpukan bata merah yang terbengkalai, lama tak digunakan. Namun jika dilihat dari dekat, dipastikan keliru.

Sebab, tumpukan bata tersebut merupakan bangunan candi yang kondisinya sudah rusak parah.

Oleh warga setempat, candi ini dinamai Candi Boto karena bangunannya berupa tumpukan batu bata.

Nama lain Candi Boto ialah Candi Lor. Candi ini didirikan oleh raja pertama Kerajaan Medang atau Mataram Hindu periode Jawa Timur, yakni Mpu Sindok, pada tahun 937 masehi.

Di sekitar Candi Lor juga ada jayastamba atau tugu kemenangan. Dibangunnya Candi Lor memang untuk memperingati kemenangan Mpu Sindok dalam melawan tentara Melayu dari Wangsa Sailendra.

“Jadi, kejadian perangnya antara 928 sampai 929 masehi, itu ada perang yang terjadi di sekitar Anjuk Ladang,” kata pegiat sejarah dari Komunitas Pecinta Sejarah Nganjuk, Sukadi kepada Kompas.com, Sabtu (27/3/2021).

Pada peperangan itu, penduduk sipil Anjuk Ladang membantu Mpu Sindok. Alhasil pasukan Mpu Sindok berhasil mengalahkan tentara Melayu tersebut, lantas Sindok membangun Wangsa Isyana di Tamlang.

Delapan tahun kemudian Mpu Sindok memindahkan pusat pemerintahan dari Tamlang ke Watugaluh. Baik Tamlang maupun Watugaluh berada di timur Sungai Brantas, dinyakini masuk wilayah Jombang.

“Nah, delapan tahun kemudian baru diberikan hak sima swatantra kepada rakyat kakatikan di Anjuk Ladang tahun 937 masehi, delapan tahun setelah penobatan (Mpu Sindok menjadi raja),” ungkap Sukadi.

Mpu Sindok juga memerintahkan agar dibangun Candi Lor di Anjuk Ladang, sekarang masuk Desa Candirejo Nganjuk. Sukadi memperkirakan Kompleks Candi yang dibangun luasnya mencapai 82-92 hektare.


“Jadi dulu (Mpu Sindok) memerintahkan untuk membangun candi, membangun prasasti di batu. Nama batunya itu linggapala, yang kemudian disebut jayastamba ya prasasti itu,” papar Sukadi.

Namun, kini bagian dari Candi Lor yang tersisa tinggal bangunan inti candi. Itupun bangunannya sudah rusak berat.

Bangunan dari bata merah itu masih berdiri karena ditopang akar pohon kepuh besar.

Pohon kepuh itu berada di atas candi. Warga setempat meyakini pohon itu telah berusia ratusan tahun.

Akar pohon inilah yang menopang bangunan, menjalar dan mencengkeram bagian selatan badan candi.

Sukadi menuturkan, keberadaan Candi Lor pernah dicatat oleh Thomas Stamfford Raffles, Gubernur-Letnan Hindia Belanda yang memerintah tahun 1811 hingga 1816.

“(Waktu itu) kondisi kepuh-nya tidak sebesar itu, tapi sudah ada, dan perkiraan waktu itu sudah berumur ratusan tahun juga, dan ada pohon beringinnya juga,” papar dia.

Menurut Sukadi, akar pohon kepuh yang mencengkeram candi diduga menjadi salah satu faktor bangunan inti Candi Lor masih bisa bertahan higga kini.

“Saran saya di sekelilingnya (Candi Lor) itu ada tanaman penyangganya, agar situs candi itu tidak semakin rusak. Itu kalau kena hempasan angin kan terjadi pengikisan batu bata oleh angin (deflasi),” pungkas dia.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/27/132246278/candi-lor-peninggalan-mpu-sindok-dalam-cengkeraman-akar-pohon

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke