Salin Artikel

Temuan Arkeolog Ungkap Gunungkidul Sudah Dihuni Manusia sejak Masa Prasejarah

Buktinya, beberapa tahun terakhir ditemukan jejak manusia di Goa Braholo dan Song Gilap.

Selain itu, juga ditemukan bukti peradaban masa lalu yang sudah tinggal di Gunungkidul.

Kepala Bidang Warisan Budaya, Kundha Kabudayan atau Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul, Agus Mantara mengatakan, dua goa yakni Goa Braholo di Padukuhan Ploso, Kalurahan Semugih, Kapanewon Rongkop; dan Song Pedang, Padukuhan Karang, Kalurahan Girikarto, Kapanewon Panggang, dalam beberapa tahun terakhir diteliti oleh Balai Arkeologi Yogyakarta.

"Goa yang sudah diteliti Goa Braholo, nanti konsepnya tanah di sekitar akan dibeli dimungkinkan untuk menjadi cagar budaya tingkat Nasional," kata Agus saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (26/3/2021).

Goa Braholo terletak di perbukitan karst di tengah perkampungan. 

Situs itu menghadap barat daya dengan ketinggian 357 meter di atas permukaan laut. Lantai goa mempunyai ketinggian 352 meter di atas permukaan laut.

Kondisi lantai goa kering dengan langit-langit yang cukup tinggi, mencapai 15 meter.

Lebar ruangan goa sekitar 39 meter dengan panjang 30 meter. Secara keseluruhan, luasnya mencapai 1.172 meter.

"Dari penelitian artefak yang ditemukan di Goa Braholo berupa alat batu, alat dari tulang, tulang fauna besar, hingga cangkang moluska untuk perhiasan," kata Agus mengutip data.

"Pernah ditemukan delapan individu atau kerangka manusia sebagian besar bercirikan ras Australo Melanesoid," kata Agus.

Selama penelitian berlangsung, digali 14 kotak ekskavasi dengan temuan berbagai tembikar sisa biji-bijian, yang sebagian di antaranya terbakar hingga sisa fauna yang melimpah.

Penggalian bervariasi mulai 3-7 meter. Ekskavasi dihentikan karena terhalang blog gamping.

Pada kedalaman paling bawah masih ditemukan fosil. Ditemukan beberapa tulang manusia tiga di antaranya masih utuh, sisanya berupa fragmen.

Peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Thomas Sutikna, pada 24 Oktober 2017 menyampaikan, pola kehidupan manusia kala itu sudah berkelompok dan berpindah belum menetap.

Mereka akan mencari goa baru untuk tempat tinggal.

"Goa Braholo unik karena ditemukan jejak peninggalan dari yang tua hingga muda. Paling muda zaman Neolitikum atau sudah mengenal gerabah 2000 sampai 2500 tahun yang lalu, kapak batu, yang sudah dipoles," ucap Thomas yang juga Peneliti dari Centre for Archaeological Science, University of Wollongong, Australia.

Manusia kala itu, memburu hewan untuk dimakan. Hal itu diketahui dari penemuan tulang hewan.

Dari awal penggalian semakin ke dalam semakin besar, lapisan atas monyet ekor panjang, babi, luwak atau musang, lingsang, tikus besar dan kecil, anjing tua, rusa sampai umur 3.000 tahun.

Untuk penemuan kerang, manusia saat itu sudah mencari kerang di laut. Lalu mereka membuat manik-manik untuk hiasan dari kulit kerang.

"Semakin dalam 13.000 tahun ke bawah binatangnya semakin membesar seperti sapi, kerbau, badak, gajah asia hanya ditemukan giginya (di kedalaman 7 meter) usianya diperkirakan 33.000 tahun. Usia paling tua 25-33.000 tahun lalu, namun belum ditemukan mengenai manusianya, untuk manusia baru ditemukan di lapisan bagian tengah atau sekitar 7.000 (Sebelum Masehi)," ucap Thomas.

Agus Mantara mengatakan beberapa waktu lalu untuk situs Song Pedang sedang diteliti oleh Balai Arkeologi Yogyakarta.

Namun penelitiannya masih tahap awal, sehingga kawasan tersebut belum masuk masuk cagar budaya.

"Ke depan akan kita kaji untuk masuk cagar budaya menunggu daftar antrean," kata Agus.

Diperkirakan Song Pedang hunian itu dihuni ribuan tahun sebelum masehi.

"Hunian zaman prasejarah, Sampelnya masih dianalisis belum diketahui. Mungkin perkiraan paling muda yan 8000 an tahun yang lalu," kata Penanggung jawab Penelitian Song Pedang dari Balai Arkeologi Yogyakarta , Rizka Purnamasari saat dihubungi melalui sambungan telepon, 27 Oktober 2020.

Dijelaskan, penelitian di Song Pedang dilakukan pada 2019. Untuk fragmen yang ditemukan saat penelitian sebenarnya sudah dilakukan analisis terkait lamanya tahun hunian, tetapi pihaknya belum terlalu yakin.

"Penelitian di Song Pedang masih tahap awal sekali," ucap Rizka.

Pihaknya menemukan beberapa fragmen gerabah, lancipan tulang, spatula, serpih, sisa-sisa tulang hewan, sisa-sisa kerang, serta fragmen tengkorak dan rahang manusia.

Lancipan tulang yang ditemukan diduga berasal dari tulang spesies Macaca sp., atau primata sejenis monyet.

Dari situs https://arkeologijawa.kemdikbud.go.id disebutkan penelitian yang dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2019 dapat disimpulkan Song Pedang merupakan sebuah ceruk yang digunakan sebagai hunian tetap jangka panjang dan bukan merupakan basecamp untuk perburuan.

Temuan-temuan arkeologis dari Song Pedang meliputi fragmen gerabah, lancipan tulang, spatula, serpih, sisa-sisa tulang hewan, sisa-sisa kerang serta fragmen tengkorak dan rahang manusia.

Sisa-sisa Macaca sp. merupakan ekofak yang dominan ditemukan di Song Pedang, kemudian dimanfaatkan lagi lebih jauh sebagai bahan lancipan tulang.

Selain itu sisa-sisa kerang hijau (Perna viridis) mendominasi di antara jenis kerang laut lainnya yang bisa ditemukan di Song Pedang.

https://regional.kompas.com/read/2021/03/27/070000078/temuan-arkeolog-ungkap-gunungkidul-sudah-dihuni-manusia-sejak-masa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke